Saat mengajar kuliah Menulis Kreatif di PBSI FBS Unindra pagi ini (1/4/2023), seorang mahasiswa bertanya. Mengapa Bapak menulis?
Pertanyaan sederhana tapi
butuh penjelasan saat menjawabnya. Saya menulis karena ingin tetap sehat dan
waras. Sehat karena mampu mencari gaya hidup yang menyehatkan. Waras agar cara
berpikir tetap realistis. Maka siapapun yang sakit, obatnya adalah menulis.
Siapa yang kurang waras pun ya menulis resepnya. Jadi, menulis itu obat.
Seperti gagalnya Indonesia
jadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Bisa jadi karena orang-orang yang tidak sehat
(sakit) dan kurang waras. Sudah jadi tuan rumah, tinggal tanding tanpa kualifikasi,
stadion sudah dirapikan, dan antusias masyarakat juga tinggi. Ehh, cuma
gara-gara “menolak Israel”, semuanya punah sekejap mata. Timnas Garuda muda pun
kehilangan mimpi main di piala dunia. Masyarakat pun berang karena event besar
dunia gagal digelar. Memangnya, Indonesia bisa sampai ke piala dunia bila harus
melalui babak kualifikasi? Ya, realistis sajalah.
Saat menulis, entah kenapa
energi saya meledek-ledak. Nafsu banget ingin menulis. Selain jadi inspirasi
untuk orang lain, menulis juga memotivasi diri saya sendiri. Syukur-syukur bila
orang lain termotivasi. Karena dengan menulis, saya bisa mengekspresikan
perasaan atau menyuarakan isi hati yang kadang nggak bisa diungkapkkan.
Menuliskan pengetahuan atau pengalaman yang saya punya. Hanya menulis yang
membuat saya punya dunia baru dalam hidup. Dan yang terpenting, saya bisa bebas
mau jadi apa saja dengan menulis.
Menulis itu keren. Bisa
melepas stres, apalagi sumul di kepala. Saat menulis, saya merasa“lebih baik
menjadi burung yang terbang bebas daripada raja yang terbelenggu”. Seperti
orang-orang yang doyan flexing, itu sejatinya terbelunggu. Tidak percaya diri
pada harta dan kekayaannya sendiri. Coba seperti saya, justru bisa pamer karena
tulisan.
Satu hal lagi. Orang yang
gemar menulis sudah pasti gemar membaca. Dan orang yang menulis pasti ngomong
atau berbicara atas apa yang dia tulis. Tapi orang yang gemar membaca belum
tentu gemar menulis. Dan orang yang jago ngomong atau berbicara belum tentu
pernah menuliskannya. Apa artinya? Bila ada orang ngomong dari apa yang
ditulisnya, insya Allah JUJUR. Tapi bila ada orang jago ngomong tapi belum
ditulisnya “pantas diduga” itu TUKANG BOHONG.
Jujur saja, karena menulis
saya tetap sehat dan waras. Lebih punya energi yang tiada tara. Menulis
jelas-jelas bikin fisik sehat, intelektual cerdas, moral baik, sosial senang,
estetika menarik, dan spiritual luar biasa. Jadi, apa alasannya saya nggak
menulis? Fisik lelah, intelektual kacau balau, moral drop, sosial nggak punya,
estetika buntu, dan spiritual kosong. Semuanya pasti “terobati” hanya dengan
MENULIS.
Dah hasilnya, kini saya telah
menulis 45 buku dari kurun 2010-2022. Itu artinya, ada 3,75 buku per tahun yang
saya terbitkan. Mulai dari buku Jurnalistik Terapan, Kompetensi Menulis
Kreatif, Kumpulan Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis, dan yang terakhir
buku “Membangun Budaya Literasi dan Taman Bacaan Berbasis Edukasi dan Hiburan –
TBM Edutainment”. Bahkan hingga kini saya tetap menulis setiap hari di
Kompasiana, Kumparan, Indonesiana Tempo, dan tbmlenterapustaka.com.
Scripta manent verba volant,
apa yang tertulis akan abadi apa yang terucap akan hilang. Itulah pentingnya
menulis. Dan lagi buat saya, jangan mengajar menulis bila nggak menulis. Jadi,
menulislah. Tulis, tulis, dan tulis apapun serta di mana pun. Salam literasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar