Rabu, 04 Januari 2023

Menyoal Pendirian DPLK Menurut UU PPSK, Seperti Apa?

UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) sudah “ketuk palu” oleh DPR pada 15 Desember 2022 lalu. Kabarnya, UU P2SK ini bagian dari reformasi sektor keuangan di Indonesia. Sebagai prasyarat membangun ekonomi Indonesia agar lebih dinamis, kokoh, mandiri, dan berkeadilan. Maka UU ini pun mereformasi diantaranya 17 Undang-Undang (UU) terkait sektor keuangan yang usianya sudah cukup lama, bahkan ada yang melebihi 30 tahun. Dalam format omnibus law, UU P2SK ini terdiri dari 27 Bab dan 341 Pasal.

 

Apa sih yang baru dari UU P2SK ini ? Khusus di klaster Dana Pensiun yang berada di pasal 133 - 200 mengatur tentang dana pensiun, program jaminan hari tua, dan program dana pensiun (berdasarkan draft RUU P2SK per 14 Des 2022 – sehari sebelum disahkan). Salah satu yang baru diatur adalah soal pendirian DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Pada Pasal 137 disebutkan bahwa DPLK dapat dibentuk dapat dibentuk oleh badan hukum yang telah memiliki izin usaha dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai: 1) bank umum, 2) bank umum syariah, 3) perusahaan asuransi jiwa, 4) perusahaan asuransi jiwa syariah, 5) manajer investasi, 6) manajer investasi syariah atau 7) lembaga lain yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan setelah dikoordinasikan dengan Menteri, dan atas persetujuan OJK. Sebelumnya, sesuai dengan UU 11/1992 tentang Dana Pensiun, DPLK hanya dapat didirikan oleh Bank Umum dan Asuransi Jiwa.

 

Tentu, persyaratan pembentukan DPLK nantinya akan diatur dalam Peraturan OJK. Namun secara spirit, kebijakan ini seharusnya disambut positif oleh semua kalangan. Sebagai ikhtiar untuk membantu pekerja dan masyarakat Indonesia dalam mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera dan berkualitas. Pekerja yang tidak hanya fokus di masa bekerja. Tapi mau dan bersedia menyiapkan masa pensiunnya sendiri. Walau terkadang kebijakan program pensiun pun dilakukan oleh pemberi kerja atau perusahaan.

 

Kebijakan memperluas pendirian DPLK, seharusnya dapat menjadi pemantik untuk meningkatkan kepesertaan DPLK dan pertumbuhan aset yang dikelola secara signifikan. Karena saat ini, baru tercatat sekitar 3,5 juta peserta DPLK dengan aset yang dikelola mencapai Rp. 116 trilyun (per Nov. 2022). Sementara di luar sana, saat ini setidaknya ada 135,6 juta pekerja di Indonesia, yang terdiri dari 60% di sektor informal atau sekitar 81 juta Pekerja dan 40% di sektor formal atau sekitar 54, 2 juta Pekerja. Artinya, angka penetrasi DPLK hanya 6% dari pekerja formal. Apalagi di sektor informal, tentu jadi tantangan tersendiri.

 

Pada praktiknya, dana pensiun di Indonesia sebagai badan hukum terdiri dari: 1) Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan 2) Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Namun untuk melibatkan partisipasi publik, maka DPLK dengan Program Pensiun Iuran pasti (PPIP) harusnya menjadi pilihan pekerja dan pemberi kerja. Utamanya untuk memastikan ketersediaan dana di masa pensiun, di samping keberlanjutan penghasilan saat tidak bekerja lagi.

 

Pada pasal 139 RUU P2SK ditegaskan pembentukan Dana Pensiun harus didasarkan pada: a) pernyataan tertulis Pendiri; b) Peraturan Dana Pensiun; c) penunjukan Pengurus dan Dewan Pengawas; dan d) penunjukan Dewan Pengawas Syariah bila menyelenggarakan Program Pensiun berdasarkan Prinsip Syariah. Setelah mendapat pengesahan pembentukan Dana Pensiun dari OJK, maka dana pensiun dapat beroperasi. Tentu, semua proses dan tata cara pembentukan DPLK harus sesuai regulasi yang ada.


 

Tidak kalah penting pula, pembentukan atau pendirian DPLK sejatinya harus menjunjung tinggi prinsip penyelenggaraan dana pensiun yang 1) mengutamakan kepentingan peserta atas manfaat pensiun yang menjadi haknya, 2) menjalankan prinsip pemupukan dana (tidak bersifat numpang lewat), 3) kehati-hatian dalam investasi, 4) dikelola dengan mematuhi tata kelola yang baik, dan 4) menerapkan manajemen risiko yang efektif.  Dan semua itu harus tertuang dalam Peraturan Dana Pensiun (PDP) DPLK dan wajib mematuhi regulasi yang mengaturnya.

 

Survei membuktikan, bahwa hari ini 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap untuk pensiun. Di sisi lain, 7 dari 10 pensiunan yang ada mengalami masalah keuangan atau mengalami penurunan gaya hidup. Sementara 93% pemberi kerja atau perusahaan pun tidak membayar kewajiban imbalan pascakerja atau pesangon sesuai aturan yang berlaku. Maka, mempersiapkan “tabungan” atau ketersediaan dana untuk masa pensiun menjadi penting untuk disosialisasikan kepada pekerja, pemberi kerja, dan masyarakat. Agar tidak merana di masa pensiun.

 

Nah untuk memacu tingkat kepesertaan dana pensiun khususnya DPLK dan meningkatkan pertumbuhan aset yang dikelola untuk jangka panjang, salah satunya adalah denagn memperluas pendirian DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Agar “pemain” DPLK lebih kompetitif dan mampu menjangkau seluruh lapiran pekerja dan sektor industri yang ada di Indonesia.  Semakin banyak pelaku DPLK, maka semakin terbuka kesempatan pekerja dan pemberi kerja menjadi peserta DPLK.  Namun di saat yang sama, DPLK pun diimbau tidak mengabaikan pentingnya 1) edukasi kepada publik, 2) digitalisasi layanan program pensiun, dan 3) kompetensi sumber daya manusia. Sehingga nantinya, industri DPLK dapat tumbuh dan berkembang secara lebih signifikan, baik dari tingkat kepesertaan dan aset yang dikelola.

 

Program pensiun adalah bisnis iktikad baik. Sebuah “pekerjaan mulia” untuk membantu masyarakat Indonesia peduli akan pensiun, termasuk menyiapkan masa pensiun yang sejahtera dan berkualitas. Istilahnya, kerja yes pensiun oke. Bagaimana dengan Anda? Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #EdukasiDPLK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar