UU Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) sudah “ketuk palu” oleh DPR pada 15 Desember 2022 lalu. Kabarnya, UU P2SK ini bagian dari reformasi sektor keuangan di Indonesia. Sebagai prasyarat membangun ekonomi Indonesia agar lebih dinamis, kokoh, mandiri, dan berkeadilan. Maka UU ini pun mereformasi diantaranya 17 Undang-Undang (UU) terkait sektor keuangan yang usianya sudah cukup lama, bahkan ada yang melebihi 30 tahun. Dalam format omnibus law, UU P2SK ini terdiri dari 27 Bab dan 341 Pasal.
Apa sih
yang baru dari UU P2SK ini ? Khusus di klaster Dana Pensiun yang berada di pasal 133 - 200 mengatur
tentang dana pensiun, program jaminan hari tua, dan program dana pensiun
(berdasarkan draft RUU P2SK per 14 Des 2022 – sehari sebelum disahkan). Salah
satu yang baru diatur adalah soal pendirian DPLK (Dana Pensiun Lembaga
Keuangan). Pada Pasal 137
disebutkan bahwa DPLK dapat dibentuk dapat dibentuk oleh badan hukum yang telah memiliki izin usaha dari
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai: 1) bank umum, 2) bank umum syariah, 3) perusahaan asuransi
jiwa, 4) perusahaan asuransi jiwa syariah,
5) manajer investasi, 6) manajer investasi
syariah atau 7) lembaga lain
yang diatur lebih lanjut dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan setelah
dikoordinasikan dengan Menteri, dan atas persetujuan OJK. Sebelumnya, sesuai
dengan UU 11/1992 tentang Dana Pensiun, DPLK hanya dapat didirikan oleh Bank
Umum dan Asuransi Jiwa.
Tentu,
persyaratan pembentukan DPLK nantinya akan diatur dalam Peraturan OJK.
Namun secara spirit, kebijakan ini seharusnya disambut positif oleh semua
kalangan. Sebagai ikhtiar untuk membantu pekerja dan masyarakat Indonesia dalam
mempersiapkan masa pensiun yang sejahtera dan berkualitas. Pekerja yang tidak
hanya fokus di masa bekerja. Tapi mau dan bersedia menyiapkan masa pensiunnya
sendiri. Walau terkadang kebijakan program pensiun pun dilakukan oleh pemberi
kerja atau perusahaan.
Kebijakan
memperluas pendirian DPLK, seharusnya dapat menjadi pemantik untuk meningkatkan
kepesertaan DPLK dan pertumbuhan aset yang dikelola secara signifikan. Karena
saat ini, baru tercatat sekitar 3,5 juta peserta DPLK dengan aset yang dikelola
mencapai Rp. 116 trilyun (per Nov. 2022). Sementara di luar sana, saat ini
setidaknya ada 135,6 juta pekerja di Indonesia, yang terdiri dari 60% di sektor
informal atau sekitar 81 juta Pekerja dan 40% di sektor formal atau sekitar 54,
2 juta Pekerja. Artinya, angka penetrasi DPLK hanya 6% dari pekerja formal. Apalagi
di sektor informal, tentu jadi tantangan tersendiri.
Pada
praktiknya, dana pensiun di Indonesia sebagai
badan hukum terdiri dari: 1) Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK) dan 2) Dana Pensiun
Lembaga Keuangan (DPLK). Namun
untuk melibatkan partisipasi publik, maka DPLK dengan Program Pensiun Iuran
pasti (PPIP) harusnya menjadi pilihan pekerja dan pemberi kerja. Utamanya untuk
memastikan ketersediaan dana di masa pensiun, di samping keberlanjutan
penghasilan saat tidak bekerja lagi.
Pada pasal 139 RUU P2SK ditegaskan pembentukan Dana Pensiun harus didasarkan pada: a) pernyataan tertulis Pendiri; b) Peraturan Dana Pensiun;
c) penunjukan Pengurus dan Dewan Pengawas;
dan d) penunjukan Dewan Pengawas
Syariah bila menyelenggarakan Program
Pensiun berdasarkan Prinsip
Syariah. Setelah mendapat pengesahan pembentukan Dana Pensiun dari OJK, maka dana pensiun dapat beroperasi.
Tentu, semua proses dan tata cara pembentukan DPLK harus sesuai regulasi yang
ada.
Tidak kalah penting pula, pembentukan atau pendirian DPLK sejatinya
harus menjunjung tinggi prinsip penyelenggaraan dana pensiun yang 1) mengutamakan
kepentingan peserta atas manfaat pensiun yang menjadi haknya, 2) menjalankan
prinsip pemupukan dana (tidak bersifat numpang lewat), 3) kehati-hatian dalam investasi,
4) dikelola dengan mematuhi tata kelola yang baik, dan 4) menerapkan manajemen
risiko yang efektif. Dan semua itu harus
tertuang dalam Peraturan Dana Pensiun (PDP) DPLK dan wajib mematuhi regulasi
yang mengaturnya.
Survei
membuktikan, bahwa hari ini 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak
siap untuk pensiun. Di sisi lain, 7 dari 10 pensiunan yang ada mengalami
masalah keuangan atau mengalami penurunan gaya hidup. Sementara 93% pemberi kerja
atau perusahaan pun tidak membayar kewajiban imbalan pascakerja atau pesangon
sesuai aturan yang berlaku. Maka, mempersiapkan “tabungan” atau ketersediaan
dana untuk masa pensiun menjadi penting untuk disosialisasikan kepada pekerja,
pemberi kerja, dan masyarakat. Agar tidak merana di masa pensiun.
Nah untuk
memacu tingkat kepesertaan dana pensiun khususnya DPLK dan meningkatkan pertumbuhan
aset yang dikelola untuk jangka panjang, salah satunya adalah denagn memperluas
pendirian DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Agar “pemain” DPLK lebih kompetitif
dan mampu menjangkau seluruh lapiran pekerja dan sektor industri yang ada di
Indonesia. Semakin banyak pelaku DPLK,
maka semakin terbuka kesempatan pekerja dan pemberi kerja menjadi peserta DPLK.
Namun di saat yang sama, DPLK pun diimbau
tidak mengabaikan pentingnya 1) edukasi kepada publik, 2) digitalisasi layanan
program pensiun, dan 3) kompetensi sumber daya manusia. Sehingga nantinya, industri
DPLK dapat tumbuh dan berkembang secara lebih signifikan, baik dari tingkat
kepesertaan dan aset yang dikelola.
Program
pensiun adalah bisnis iktikad baik. Sebuah “pekerjaan mulia” untuk membantu
masyarakat Indonesia peduli akan pensiun, termasuk menyiapkan masa pensiun yang
sejahtera dan berkualitas. Istilahnya, kerja yes pensiun oke. Bagaimana dengan Anda? Salam
#YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun #EdukasiDPLK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar