Kamis, 05 Januari 2023

Literasi Media Sosial, Antara Medsos dan Netizen

Riset “We Are Social” (2022) merilis rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3 jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial. Datanya, 70% penduduk Indonesia tercatat sebagai pengguna aktif media sosial. Sekitar 171 juta orang akti di medsos. Wajar bila Indonesia masuk “10 besar” bangsa paling aktif di medsos. Jempol dua untuk Indonesia.

Katanya lagi, WhatsApps (WA) jadi medsos yang paling digemari, mencapai 88,7%. Sangat pantas bila gibah, gosip, hoaks, bahkan fitnah makin digemari. Tanya saja pada tiap orang, berapa banyak ikut grup WA? Banyak positifnya apa negatif? Terus, diikuti Instagram 84,8% dan Facebook 81,3%. Sementara TikTok ada di 63,1% dan Telegram 62,8%. Itu hanya data saja biar tidak hanya jadi pengguna.

 

Tapi soalnya bukan itu. Soal relasi medsos dan netizen sebagai pengguna aktif medsos. Pertemuan indah antara medsos yang lapar dan netizen yang mampu dikenyangkan oleh medsos. Sebuah konspirasi yang jadi sebab medsos salah pakai dan netizen merasa “boleh apa saja” di medsos. Apalagi netizen negara +62, sudah dikenal galak-galak, agresif dan semau-maunya. Terlalu gampang mencaci-maki tanpa tahu masalahnya. Mudah menghujat atas nama kepedulian. Seperti yang dialami istri Indra Bekti saat menggalang dana untuk biaya perawatan suaminya. Pokoknya asal modal benci, semua bisa dilakukan netizen. Makanya dibilang netizen “maha benar”. Biar nggak pernah kasih makan, nggak pernah sekolahin. Netizen memang hobi membuat orang lain atau publik figur “merana”. Literasi sebagai praktik baik, kadang berdiri di antara laparnya medsos dan kenyangnya netizen.

 

Hebatnya netizen, untuk urusan makanan, fashion, kosmetik, dan kendaraan bisa memilih dan memilah. Tapi giliran di medsos, tiba-tiba gagal memilih dan memilah informasi atau berita. Netizen yang rakus informasi, kenyang berita. Makin kepo, nggak peduli, bahkan hoaks dan gibah pun jadi incaran. Medsosnya lapar, netizennya kenyang. Hanyut pada medsos, hobby mem-bully orang lain di dunia maya. Jadilah seperti sekarang, tanpa mampu menjadikan medsos lebih bermanfaat.

 


Laparnya medsos, kenyangnya netizen. Hari-hari ke depan, bisa jadi akan semakin buas. Apalagi informasi ada di mana-mana. Bila perlu informasi dan berita dibuat sendiri. Lalu sebarkan di medsos. Oleh siapapun, atas motif apapun. Sikap cek dan ricek makin “jauh panggang dari api”. Apapun yang penting sebarkan dulu, benar atau tidak itu belakangan.

 

Itulah pentingnya literasi media sosial. Agar mampu medsos sebagai ladang amal, untuk kebaikan yang bermanfaat. Netizen pun harus lebih elegan, nggak hanya reaksi tanpa tahu informasi sebenarnya. Hanya literasi media sosial yang bisa mengingatkan bahwa medsos dan netizen harus sama-sama bijak. Tahu dan bisa memilah dan memilih informasi yang layak dibaca dan bahkan ditulis. Dan dimulai dari diri sendiri, bukan dari orang lain apalagi pemerintah.

 

Media sosial itu ada bukan untuk menjatuhkan. Netizen eksis bukan untuk menyesatkan. Jadilah literat dalam ber-medsos dan ber-netizen.

 

Jadi menurut Anda, medsos dan netizen bagaimana? Masih lapar atau sudah kenyang? Salam literasi #PegiatLiteraai #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar