Siapa bilang hari gini tidak ada lagi rentenir?
Mari saya buktikan. Terbayangkan tidak, seorang
istri meminjam uang kepada rentenir tanpa sepengatuan suaminya. Hingga akhirnya
diceraikan. Ada pula keluarga yang terlibat utang pada rentenir dan tidak mampu
membayar. Hingga rumahnya dijual untuk membayar utang. Hingga anaknya “dititipkan”
di saudaranya. Itu nyata dan terjadi. Akibat masih adanya praktik rentenir di
masyarakat. Utang berbunga tinggi. Katakanlah, pinjam uang 2,5 juta walau tidak
diberikan utuh. Tapi harus membayar 4,5 juta selama 45 minggu.
Bercermin
dari realitas itulah, sadar tidak sadar, semua pihak harus sadar. Bahwa
koperasi adalah solusi untuk mengatasi persoalan ekonomi yang dihadapi masyarakat.
Apakagi di kelas bawah yang ekonominya terbatas. Bahkan di masa pandemic Covid-19
begini pun kian sulit. Koperasi sebagai soko guru perekonomian harus dihidupkan
lagi. Minimal, untuk menghindari masyarakat dari jeratan utang berbiaya tinggi.
Apalagi terperangkat rentenir atau pinjaman online (pinjol) yang kian marak.
Kenapa koperasi?
Sederhana,
karena koperasi lahir dari dan untuk anggotanya. Sebuah gerakan ekonomi rakyat
yang berdasarkan atas asas kekeluargaan. Sebagai basisnya sosial, koperasi pun dapat
menjadi ujung tombak kegiatan literasi finansial. Agar masyarakat mampu menyikapi
uang. Bukan karena nafsu untuk punya uang, lalu menghalalkan berbagai cara
untuk meraihnya.
Di
tengah kompetisi ekonomi yang luar biasa, selalu saja ada masyarakat yang
tersisih secara ekononi. Tidak punya modal untuk usaha, kalah bersaing dalam
dunia kerja, bahkan akses ekonomi pun terbatas. Maka hanya koperasi yang paling
bisa memberdayakan. Khususnya untuk keluarga prasejahtera, kaum miskin, dan
bahkan UMKM. Karena koperasi berjiwa gotong-royong, kebersamaan, dan atas
dasar musyawarah. Sangat cocok dengan masyarakat Indonesia. Tapi sayang, saat
ini koperasi telah ditinggalkan banyak orang, banyak daerah. Sehingga kini
mereka hanya menjadi korban kerasnya persaingan modal besar dan rentenir.
Harus diingat, Sesuai UU No. 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, tujuan koperasi adalah mengembangkan potensi dan
kemampuan ekonomi anggota serta masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
ekonomi dan sosial. Maka eksistensi koperasi seharusnya
sulit untuk dibantah.
Sadar
akan masalah ekonomi di lapanga, maka TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak
pun mendirikan Koperasi Lentera pada April
2021 lalu. Dengan ber-anggotakan 11 kaum ibu, Koperasi Lentera bertekad membebaskan
anggotanya dari jeratan rentenir melalui koperasi simpan pinjam (KSP).
Sekaligus mengajarkan pentingnya berhemat dan menyimpan uangnya. Maka tiap
anggota bersepakat untuk menyetor iuran Rp. 10.000 per minggu. Tiap bulan
sekali, para anggota hadir dalam "Ngobrol Bulanan" untuk mendapat update
setoran, anggota peminjam, dan edukasi tentang simpan pinjam. Bahwa pinjam itu
boleh bila sudah simpan. Jangan pinjam tanpa simpan. Dan sekalipun terbilang
baru, seja Juni 2021 ini sudah 3 anggota yang memanfaatkan
"pinjaman". Tiap kali pinjam, ada akad-nya di kartu pinjaman, selain
catatan iuran.
Nantinya Koperasi Lentera berada di bawah Yayasan
Lentera Pustaka Indonesia sebagai bagian pemberdayaan ekonomi melalui Koperasi
Simpan Pinjam (KSP). Sekali lagi, agar anggotanya terhindar dari jeratan
"rentenir" berbunga tinggi. Karena uang itu, bagi siapa pun, bukan
soal besarnya. Tapi soal gimana cara mengelolanya. Dan uang itu bukan segalanya.
Di Koperasi Lentera, setiap anggota dajarkan untuk “bertindak
hemat meraih manfaat”. Dan jangan meminjam uang karena keinginan. Tapi harus
atas kebutuhan. Karena berkah itu atas sebab manfaatnya, bukan jumlahnya. SELAMAT
HARI KOPERASI, 12 Juli. #KoperasiLentera #TBMLenteraPustaka #HariKoperasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar