Coba bayangkan,, di mana zaman begini ada orang-orang yang mau membimbing anak-anak yang membaca? Masih ada orang yang mudah melangkahkan kaki ke taman bacaan, berlama-lama di TBM, memtivasi anak-anak pentingnya membaca buku, bahkan dibalut rintik hujan berteduh di kampung lain hanya menjalankan motor baca keliling? Tolong beri tahu di mana mereka ada?
Sementara
banyak orang sibuk bergaya hidup, justru orang-orang ini memgabdi di taman
bacaan. Sementara yang lain masih tertidur di hari Minggu, orang-orang ini
sudah berangkatdari Jakarta ke Bogor hanya untuk berkiprah di taman bacaan. Meluangkan
waktu untuk berbagi pikiran dan tenaga untuk mengelola bersama taman bacaan.
Semuanya didedikasikan untuk membimbing anak-anak yang membaca. Agar anak-anak tetap
semangat berada di taman bacaan. Mereka lakukan dengan hati yang tulus, penuh
komitmen dan konsistensi walaupun tidak digaji, tanpa pamrih sama sekali. Itulah
relawan taman bacaan, anak-anak muda yang mengabdi di TBM Lentera Pustaka di
kaki Gunung Salak Biogor.
Relawan
taman bacaan bukan guru. Namanya relawan ya tidak punya gaji, tanpa pamrih mengabdi.
Sementara para guru protes dan memviralkan hoaks statement “guru itu beban
negara”. Bila guru minta dihargai, apa relawan tidak perlu dihargai? Bila guru
menuntut dihormati apa relawan taman bacaan tidak perlu dihormati? Jadi, apa
sebenarnya yang kita cari? Apa pula yang mau dituju? Apa pendidikan hanya di
dalam ruang kelas? Rekawan TBM memang bukan beban negara. Karena negara tidak
peduli …
Relawan
memang tidak berdiri di depan kelas. Tapi relawan TBM justru berada di paling
depan untuk meningkatkan kegemaran membaca anak. Berjibaku membimbing anak-anak
untuk tetap betah di taman bacaan, Melakukan aktivitas, menjalankan program
taman bacaan. Tanpa pamrih, tanpa imbalan. Justru relawann itulah “tiang negeri
ini”. Garda terdepan yang masih mau berkiprah secara sosial dengan hati, bukann
dengan logika. Tanpa hitung-hitungan, apapun kondisinya, tetap mengabdi di
jalan sunyi bernama taman bacaan. Relawan, tempat anak-anak pembaca aktif menggantungkan
cita-cita besar mereka.
Relawan
itu seperti lilin, seperti lentera. Rela terbakar habis hanya untuk anak-anak
bisa membaca, dapat terang dan terbebas dari belenggu minimnya akses bacaan di
kampung-kampung. Relawan itu seperti pelita di malam gelap kampung, kecil
nyalanya tapi cukup untuk menerangi hati anak-anak. Relawan itu bekerja seperti
akar pohon, diam di tanah tanpa kelihatan tapi di situlah pohon bisa berdiri
kokoh dan berbuah lebat. Relawan yang menjadi mata air di gunung, yang terus
mengalir walau kecil namun memberi hidup bagi sawah, ladang, dan manusia.
Kita
semua, mungkin pernah duduk di kelas. Mengenyam pendidikan tinggi, lalu mencari
kerja berharap mendapat gaji yang tinggi. Karena sekolah, kita ingin dihormati
dan dihargai. Bahkan menginginkan status sosial menjulang tinggai. Dianggap
sukses, berhasil, dan sebagainya untuk dipuji banyak orang. Tapi sayang, kita
jarang bahkan mungkinn tidak pernah menepuk pundak anak-anak di depan kita
sambil berkata: “Ayo Nak, baca dan baca”.
Begitu
mudah kita mengingat. Masa-masa sekolah, masa-masa di kampus bahkan di tempat
kerja. Tapi kita justru jarang mengajak anak-anak untuk membaca. Jarang menasihati
anak-anak yang sudah kehilangan harapan akan masa depan. Kita tidak lagi mau
memotivasi anak yang hidup dalam kemiskinan. Bahkan mungkin, kita tidak lagi
bersedia membimbing mereka walau hanya membaca, menulis, dan berhitung. Kita
belajar banyak, belajar lama. Tapi ujungnya, hanya untuk berpikir dan beratnya.
Apa untungnya untuk kita?
Relawan
TBM masih terpinggirkan. Relawan memang
tidak diperhitungkan. Bahkan relawan sering dianggap orang-orang yang tidak ada
kerjaan. Tapi pada saat yang sama, justru relawan yang mengajarkan pada kita
tentang hati, bukan otak. Relawan yang memberi tahu tentang akhlak, bukan sikap
congkak. Dari relawan, justru kita banyak belajar. Masih ada orang-orang baik yang
bergerak dengan hati. Tanpa bertanya lagi, apa untungnya buat kita?
Relawan
di TBM, merekalah orang yang ikhlas mengabdi di jalan sunyi literasi. Berdiri
di depan anak-anak hanya urusan membaca, urusan akhlak, dan masa depan anak. Bukan
karena harta, bukan karena tahta tapi semata hanya karena cinta. Hanya di wajah
relawanm di rompi-rompi relawan, masih ada cahaya harapan yang mereka tanam di
setiap mata anak-anak bangsa.
Dari
bibir relawan, kita mengenal kata-kata indah, tahu memotivasi anak untuk tetap
membaca buku. Dari tangan merekalah, taman bacaan masih eksis dan tegak berdiri.
Melayani masyarakat, membimbing anak-anak. Dan dari relawan, kita tahu arti ketulusan
dan kebaikan sepanjang hayat. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan
#RelawanTBM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar