Ini pikiran banyak orang. Perubahan boleh asal jangan ganggu kenyamanan mereka. Orang lain diminta berubah. Tapi dia sendiri tidak mau berubah. Menuntut orang lain berpikir di luar kotak. Tapi dia bertahan di dalam kotak.
Berpikir di luar kotak itu. Artinya,
cara berpikir di luar batasan masalah yang ada. Berpikir dengan perspektif yang
baru. Sementara kotak itu hanya ilustrasi. Tentang orang yang membatasi diri hanya
melihat masalah pada dirinya sendiri. Bukan masalah fundamental.
Maka berpikir di luar kotak, tumpuannya
ada pada cara pikir baru di luar kebiasaan. Di luar pikiran sebelumnya, berbeda
dari orang-orang pada umumnya. Lebih kreatif dalam melihat masalah. Atau
benar-benar berpikir keluar dari yang pernah ada dari sebelumnya. Jadi, berpikir
di luar kotak berarti berani untuk berpikir lebih jauh, tidak terfokus hanya
pada apa yang dihadapi atau yang dianggap menganggu kenyaman diri sendiri.
Berpikir di luar kotak, sungguh hanya
bisa dan terjadi apabila kita:
1. Berani keluar dari zona nyaman.
2. Berani meninggalkan
keraguan atau ketakutan.
3. Mau mendengarkan orang
lain, terbuka, dan menerima. Bukan memaksa atau bertahan.
4. Mau terbuka terhadap kemungkinan baru,
beda dengan yang sebelumnya.
5. Tidak memaksakan kepentingan sendiri
tanpa tahu kepentingan yang lebih besar.
Si Albert Einstein yang bilang “Hanya
orang-orang gila yang mengharapkan hasil berbeda akan tetapi menggunakan
cara-cara yang sama”. Bagaimana mungkin?
Entah kebijakan, regulasi, peraturan atau apa pun. Bila mau berubah ke arah lebih
baik ya harusnya siapa pun berani “berpikir di luar kotak”. Bukan fokus dan
berjuang pada 1) bila menguntungkan oke dan 2) bila merugikan tidak. Itu bukan
berpikir di luar kotak tapi egois.
Seperti di taman bacaan pun begitu. Apa iya
masalahnya hanya buku. Atau soal anak-anak yang membaca. Atau soal sifatnya
yang sosial. Belum tentu kok. Tiap taman bacaan pasti punya masalah dan tata
kelola yang berbeda. Maka di situlah dibutuhkan kreativita untuk mencari
solusinya. Bukan mengungkap masalahnya. Taman bacaan pun patt “berpikir di luar
kotak”. Keluar dari masalah klasikal selama ini.
Dan agak penting. Bahwa “berpikir di luar kotak”
itu basisnya harus ada keterbukaan, tidak keras kepala, dan tidak bertahan pada
pendapat sendiri. Opininya selalu ingin dianggap benar. Lalu sesuatu yang baru
dianggap salah.
Kedengarannya sederhana. Pengen
terjadi perubahan. Tapi pikiran dan sikapnya justru bertahan dan berlama-lama pada
cara lama. Itu pun belum tentu sepenuhnya benar. Menuntut orang lain berpikir “di
luar kotak” tapi diri sendiri tetap bersemayam “di dalam kotak”. Jadi mau
gimana dong? Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #GerakanLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar