Mungkin kita hari ini masih begini. Tapi esok belum tentu.
Karena setiap kelahiran pasti diikuti kematian. Dan setiap pertemuan pun pasti diakhiri perpisahan. Semua
itu menegaskan. Bahwa setiap jiwa pasti akan merasakan yang namanya kematian.
Namun
kematian pun akan menyisakan cerita. Seperti kepergian Bapak Ambo Lotang Yunus
pada Selasa, 8 Juni 2021 lalu. Sosok prajurit teladan itu menghembuskan nafas
terakhir di usia 76 tahun. Bukan hanya mengundang duka bagi anak-anaknya,
cucu-cucunya bahkan keluarga besarnya. Tapi kepergian A. Lotang Yunus sekaligus
menjadi “penutup” generasi pertama keturunan Kakek Koto dari Bengo Desa Limapoccoe
Kec. Cenrana Maros. Pasalnya, kakaknya bernama Daeng Yunus telah menghadap
keharibaan-Nya pada 2019. Dia pun menyusulpada 2021. Dua bersaudara yang yatim
sejak kecil pun, Daeng Yunus (sang kakak) dan Ambo Lotang Yunus (sang adik)
kini telah tiada. Beralih ke generasi kedua Kakek Koto; 5 anak dari Daeng Yunus
dan 4 anak dari Lotang Yunus.
In Memoriam ke-7, saya menuliskan tentang almarhum A. Lotang
Yunus dan kakaknya Daeng Yunus, dua bersaudara yang sejak kecil terpisahkan. Daeng
Yunus berada di Bengo Maros, sedangkan adiknya Lotang Yunus ikut pamannya mengadu
nasib di Jakarta hingga akhirnya jadi tantara. Dan sejak di perantauannya,
Lotang Yunus sebagai adik pun hanya sesekali bertemu. Semasa aktif dinas jadi tantara
pun hanya beberapa kali. Dan sejak pensiun tahun 1992 pun, sekitar 3 kali saja.
Dan terakhir kali, di tahun 2019, justru sang kakak daeng Yunus meninggal
dunia. Sang adik, Lotang Yunus pun hanya bisa termangu untuk mengantar ke
pemakaman.
Dua kakak beradik, Daeng Yunus dan Lotang Yunus
berasal dari kampung kecil di Bengo Maros. Mereka bisa bermain bersama dalam
waktu yang tidak lama. Karena sang adik pun merantau ke Jakarta. Bahakn mereka pun tergolong masih kecil saat kedua orang
tuanya, Koto dan Cugi, meninggal dunia. Anak yatim piatu sedari kecil. Entah, apa
yang mereka obrolkan di masa kecil dulu. Tapi yang pasti, puluhan tahun
akhirnya mereka terpisah. Sang kakak Daeng Yunus di Bengo Maros dan sang adik
Lotang Yunus di Jakarta.
Bengo, nama tempat
lahir kedua kakak beradik ini. Hanya sebuah
dusun di Desa Limapoccoe Kec. Cenrana Kab. Maros. Untuk bisa menjangkaunya,
butuh waktu 2,5 dari kota Makassar. Menyusuri jalan Poros Maros, melalui Bantimurung
lalu hutan lindung berbukit kapur hingga melewati Kec. Cenrana. Sebuah dusun yang berada di daerah
pegunungan dan sebagian besar penduduknya bertani, berkebun, beternak dan
berdagang. Kedua kakak adik ini pun menjunjung
tinggi tradisi budaya Bugis Makassar, yang mengalir dalam darah dan karakter mereka.
Salah satu nilai budaya yang dianut Lotang Yunus dan
Daeng Yunus, sebagai kakak beradik adalah budaya siri'. Sebuha
tradisi yang memegang prinsip harga diri.
Disamping tetap menjaga keseimbangan dalam hal
apapun. Harga diri yang mampu
mengendalikan diri dalam keseimbangan. Bila mau dihormati, maka harus
menghormati orang lain. Bila mau dihargai, maka hargailah orang lain. Karena tradisi budaya Bugis Makassar sangat menjunjung
tinggi kesimbangan. Seimbang dunia akhirat, seimbang lahir dan batin. Baik sebagai individu
maupun bermasyarakat.
Dari Bapak Lotang Yunus dan juga kakaknya, saya
setidaknya belajar dan memahami tradisi yang
dipelihara masyarakat Bugis Makassar, yang dikenal dengan sifat "tiga sipa"
yaitu sipakatau, sipakalebi, dan sipakainge. Sifat utama untuk menjaga
keseimbangan pribadi. Sipakatau, yang selalu komitmen menghargai orang lain sebagai makhluk Allah SWT. Sipakalebbi, yang selalu memperlakukan orang lain dengan baik. Dan sipakainge, yang mau dan saling mengingatkan satu sama lainnya.
Maka kepergian Bapak Ambo Lotang Yunus, setidaknya mengingatkan
kembali anak-cucunya. Untuk selalu berbuat baik kepada siapa
pun, sesuai norma sosial, dan aturan
yang seharusnya. Sambil tetap
menjunjung tinggi tradisi Bugis Makassar. Karena hidup hanya sementara, maka
siapa pun. Harus menghargai
orang lain, selalu berbuat baik, dan berani saling mengingatkan. Tentu, dengan terus terang dan tanpa memandang pangkat, jabatan apalagi harta.
Almarhum Lotang Yunus hanya bersaudara dengan Daeng
Yunus. Dan keduanya, kini telah tiada. Dua bersaudara, bukan tiga atau empat. Tapi
saudara adalah mereka yang mampu menemukan persamaan pada setiap diri. Namun
tetap menghargai perbedaan yang ada. #InMemoriamLotangYunus #AmboLotangYunus
#PensiunanTentara #SangPrajuritTeladan #SelamatJalanPakLotang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar