In Memoriam A. Lotang Yunus, Perginya Sang Prajurit Teladan
Siapa pun, suatu saat akan bertemu dengan kematian. Karena semua yang ada di dunia ini, hanya
singgah sebentar. Hanya sementara dan semakin hari umur terus berkurang. Seperti
siang berganti malam, maka hidup pun berganti mati.
Kematian memang bisa datang kapan saja. Dan dengan
cara apa saja. Tanpa pernah bisa diduga. Karena kematian adalah rahasia-Nya. Tapi kematian seseorang yang baik, pasti akan membuat banyak orang kehilangan. Bahkan duka air mata seakan tidak akan pernah berhenti. Ada banyak kenangan,
terlalu banyak cinta yang belum terurai.
Sore itu, Selasa 8 Juni 2021, kira-kira pukul 15.16
WIB. Bak petir di siang bolong, sama sekali tidak terduga. Dialah Ambo Lotang
Yunus bin Kotto, lelaki 76 tahun yang awalnya sedang tertidur di kursi tamu lalu
menghembuskan nafas terakhir. Pergi dengan wajah yang tersenyum, tenang dan
penuh ikhlas. Meninggal dunia dengan cara yang mudah dan tidak merepotkan
banyak orang. Sedang tidur lalu menghembuskan nafas terakhir. Innalillahi
wainna ilaihi rojiun, telah berpulang ke rahmatullah sosok penting dalam hidup
saya. Bapak A. Lotang Yunus, sang prajurit teladan.
Ambo Lotang Yunus, seorang pensiunan dari tentara
tahun 1992. Pangkat terakhir Peltu dari kesatuan Kostrad. Seorang prajurit yang
sangat kestaria, pekerja keras, bertanggung jawab dan yang terpenting saat ini “sosok
lelaki sejati yang setia”. Dilahirkan di Bengo Maros Sulsel pada 11 April 1945.
Anak yatim piatu sejak usia 8 tahun lalu ikut pamannya yang tantara ke Jakarta.
Untuk sekolah dan mengadu nasib di Jakarta hingga akhirnya diterima sebagai tantara
sersan di Kostrad. Menikah dengan seorang gadis kelahiran Pasar Burung Pramuka,
Taty Raenawaty pada tahun 1969 hingga memiliki 4 anak. Yaitu Syarifudin Yunus,
Siti Djulaeha, Zaenudin, dan Adriyansyah.
Sosok prajurit teladan mulai muncul saat A. Lotang
Yunus membesarkan anak-anaknya dengan penuh keprihatinan. Ekonomi yang bukan
pas-pasan tapi kekurangan. Maklum saat itu gaji tantara kecil, bahkan uang lauk
pauk pun masih Rp. 40.000 per bulan. Gaji tantara yang kecil dan tanggungan 4
anak-anak jadi dasar hidup prihatin. Dan keteladanan itu muncul saat sosok
prajurit teladan ini tetap hidup apa adanya dan tidak neko-neko. Sebagai
prajurit, ia hanya tahu mengabdi kepada bangsa dan negara. Tanpa pernah
mengeluh gaji kurang atau dari mana dia bisa memberi makan keluarga di luar
gaji?
Keteladanan sang prajurit kian terpancar. Saat ia
mampu menyekolahkan semua anak-anaknya dengan segala keterbatasan ekonomi. Bahkan
ia rela menjadi “satpam” di perusahaan swasta sepulang kerja tantara. Menginap
dan meninggalkan istri dan 4 anaknya di rumah. Sekali lagi, dia teladan untuk
tetap bertangung jawab menafkahi keluarganya sekalipun harus kerja siang-malam.
Dan itu berlangsung hingga ia pensiun dari tentara tahun 1992.
Apa mau dikata? Setelah pensiun dia pun harus jadi koordinator
satpam di Mall Atrium Senen. Hanya untuk menyambung hidup dan menafkahi keluarga
dan biaya sekolah anak-anaknya. Saat justru sedang-sedangnya membutuhkan biaya.
TV di rumah masih hitam putih, telepon ber-abodemen pun tidak ada. Sebuah kehidupan
yang prihatin tetap melekat pada keluarga sang prajurit teladan.
Sejak Desember 1997, puncak keteladanan sang prajurit
teladan pun kian spektakuler. Saat istrinya, Taty Raenawaty mengalami serangan
stroke. Ia yang selalu setia mendampingi sang istri. Untuk berobat ke rumah
sakit, melatih terapi jalan, hingga mendorong kursi roda. Di tengah kesibukan
anak-anaknya, sang prajurit tetap setia merawat sang istri sehari-hari. Keadaan
sang istri pun kian parah. Hingga tahun 2012 sama sekali hanya bisa terbaring
di tempat tidur. Lagi-lagi, sang prajurit teladan kian terampil memberi makan, memandikan,
bahkan menceboki sang istri. Apapun keadaan istrinya, dia selalu ada di
sampingnya. Bukan hanya setia tapi merawat hingga sang istri meninggal dunia di
tahun 2017. Itu berarti, selama 20 tahun, A. Lotang Yunus sang prajurit teladan
merawat istrinya walau kadang waktu anak-anaknya datang silih berganti menengok
dan membantunya. Ada pertanyaan penting di sini. Siapakah suami yang ikhlas
merawat istrinya selama 20 tahun dalam keadaan stroke? Siapa pula suami yang
buru-buru ingin meninggalkan istri atau menikah lagi di saat sang istri sakit
berkepanjangan? Silakan mengacung bila itu Anda laki-laki sejati.
Sebagai anak sulungnya, saya adalah saksi nyata. Bahwa
sang prajurit teladan bukan hanya berjiwa kestaria, pekerja keras, dan bertanggung
jawab. Tapi dia adalah sosok lelaki sejati yang setia kepada istrinya.
Sekalipun dalam keadaan sakit dan tidak bisa lagi melayani kebutuhan biologis.
Bahkan suatu malam di tahun 2010, saya pernah menawarkan beliau untuk silakan
menikah lagi. Tapi jawaban yang luar biasa dikatakannya. “Nak, saya tidak akan
menikah lagi. Karena ibumu tidak pernah menyerah mendidik dan membesarkan ke-4
anaknya. Walau keadaan ekonomi sangat terbatas. Maka kini, saatnya saya merawat
istri saya sendiri. Apapun yang terjadi”.
Sepeninggal istrinya, sang prajurit mulai bernafas
lega. Tidak lagi sehari-sehari sibuk merawat orang sakit. Walau mungkin, dia
pun merasa kehilangan sang istri. Sejak 2017 dia hidup sendiri, mencari
aktivitas sehari-hari sendiri. Walau ditemani anak perempuannya di rumah. Tapi
berangsur-angsur, dia sangat menikmati kesendirian sebagai orang tua di masa
pensiun sambil bermain dengan 11 cucu-nya dan 1 cicit. Badannya mulai berisi dan
wajahnya lelahnya mulai tidak terlihat lagi. Dia happy, dia mulai punya “energi
baru” dalam kehidupan di hari tuanya.
Tapi siapa sangka. Masa sendiri sang prajurit teladan
hanya berlangsung 4 tahun 7 hari. Tepat di hari Selasa, 8 Juni 2021 sang prajurit
teladan pergi keharibaan Allah SWT. Dengan tenang, penuh senyum, dan sangat
mudah. Semua prosesinya; memandikan, mengkafani, menyolatkan (bahkan diimami
oleh anak sulungnya saat sholat jenazah) hingga dikuburkan di TPU Munjul. Semua
berlangsung lancar dan mudah. Jamaah sholat lebih dari 40 orang, pengantar
kubur pun banyak. Proses pemakaman pun mudah. Hingga di malam harinya pun,
seluruh anak, cucu, keponakannya pun tahlila dan mengaji bersama. Hanya untuk satu
tujuan “agar almarhum A. Lotang Yunus diterima segala amal-ibadahnya, diampuni
dosa dan salahnya, serta mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT, amiin”.
Hari ini adalah hari kedua, saat di rumah tidak ada
lagi suara sang prajurit teladan. Tentu, anak-anaknya dan cucunya sedih dan
berduka cita. Tapi insya Allah, kesabaran dan ketabahan selalu menyertai
mereka. Karena sang prajurit teladan “pergi” dalam keadaan husnul khotimah,
amiin.
Sungguh, teladan tidak ada urusan dengan pangkat atau
harta. Seorang pensiunan tentara pun bisa jadi teladan untuk orang-orang
dekatnya, untuk lingkungannya. Teladan untuk jadi manusia yang kestaria, pekerja
keras, bertanggung jawab dan yang terpenting jadi “sosok lelaki sejati yang
setia”.
Selamat jalan sang prajurit teladan. Selamat Jalan Pak
Lotang Yunus … #InMemoriamLotangYunus #SangPrahjuritTeladan #SelamatJalanPakLotang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar