Mampukah taman bacaan bertahan di era digital?
Ini kisah taman bacaan. Tahun 2017, saat TBM Lentera Pustaka di kaki
Gunung Salak Bogo didirikan. Hanya ada 14 anak yang mau membaca di taman bacaan.
Setelah berjalan 3-6 bulan pun saya terus berpikir. Apa iya daerah ini (Desa
Sukaluyu), anak-anaknya mau diajak membaca seminggu 3 kali? Maklum, sebelumnya
mereka tidak punya akses bacaan. Anak-anak kampung yang tidak punya kebiasaan
membaca buku.
Bingung juga, mau gimana ini taman bacaan?
Sepi dan garing juga. Dugaan saya kian tepat, berkiprah di taman
bacaan itu memang “jalan sunyi”. Jarang dipedulikan orang, tidak ada uangnya, dan
baca buku itu memang dihindari banyak orang. Wajar, kalo akhirnya frustrasi dan
serba salah. Sifatnya sosial dan diajak baca kok masih tidak mau. Apa yang salah
dengan taman bacaan?
Benar banget. Terlalu banyak tantangan dan ujian di taman bacaan.
Pantas banyak pegiat literasi yang gampang frustrasi. Nyatanya, tidak sedikit
TBM yang “mati suri”. Dibilang ada tapi tidak ada. Dibilang tidak ada tapi ada.
Tapi saya tekadkan, apapun keadaaanya. Tetap istiqomah di TBM. Tetap datang
seminggu sekali dari Jakarta ke Kaki Gunung Salak Bogor. Untuk menemani anak-anak
yang membaca. Berapapun jumlah anaknya? Intinya, saya urus apa yang harus saya
urus di taman bacaan.
Alhasil, proses memang tidak pernah mengkhianati hasil. Itu benar
banget. Perlahan, anak-anak yang membaca di TBM Lentera Pustaka terus bertambah.
Jadi 38 anak (2018), naik jadi 60 anak (2019), lalu 101 anak (2020), dan kini
168 anak (Juni 2021). Bahkan sejak 2019, TBM pun punya program GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) dengan 9 ibu
warga belajar, ada KElas PRAsekolah (KEPRA) sejak Feb. 2021. Ada pula 16 YAtim
Binaan (YABI), 7 lansia JOMpo Binaan (JOMBI), lalu sejak April 2021 bikin Koperasi
LENTERA sebagai “perlawanan terhadap praktik rentenir”. Bahkan tiap minggu, minimal ada kiriman donasi buku
dari 3 orang baik. Dan punya program “literasi digital” dengan 5 komputer hibah
plus program RAjin menaBUng (RABU) setiap anak pembaca aktif. Maka di taman
bacaan, resep terbaik adalah istiqomah.
Media seperti NET TV, CNN TV, DAAI TV, TV Parlemen, Jawa Pos, Media
Indonesia, Majalah Kartini, dan Liputan6.com sudah meliput ke TBM Lentera
Pustaka dan bisa dicek jejak digital-nya. Dan insya Allah, minggu ini pun akan
resmi berdiri “YAYASAN LENTERA PUSTAKA INDONESIA” yang siap berkiptah lebih
luas lagi, untuk 6 kecakapan literasi dasar (baca-tulis, numerasi, finansial,
digital, sains, budaya-kewargaan). Tentu atas dukungan CSR korporasi sebagai sponsor
dan orang-orang baik yang sudah ada selama ini, para wali baca dan relawan.
TBM Lentera Pustaka terus berkiprah dan bertumbuh hingga kini. Dari
1 desa kini meluas dampaknya hingga 3 desa (Sukaluyu, Tamansari, Sukajaya). Akhirnya,
siapapun yang ada di TBM Lentera Pustaka kini senang dan bersyukur. Bagi yang
tidak peduli, pun melongo kebingungan. Kok bisa?, dalam hatinya.
Ada pelajaran penting di taman bacaan. “Jangan mudah menyerah dalam
berkiprah dan jangan terlalu mudah bilang tidak bisa atau tidak mau. Asal mau
pasti bisa”. Taman Bacaan itu baik, maka jalankanlah. Salam literasi
#TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar