Ini hanya kaleidoskop tiga laki-laki, sekeluarga. Seorang ayah dan kedua anak laki-lakinya.
Kisah yang dapat dijadikan renungan sekaligus pembelajaran. Minimal, sebagai catatan yang dapat dikenanh sepanjang masa. Saya bersama kedua anak laki-laki. Dapat disebut "setara tapi tak sama". Setara karena tinggi badannya kurang lebih sama. Setara karena punya idealisme masing-masing. Namun, kami "tak sama". Tidak sama levek pendidikannya, tidak sama karakternya. Bahkan hobi pun tidak sama.
Tapi menariknya, sebagai kaleidoskop. Saya dan kedua anak laki-laki saya, ternyata berstatus "mahasiswa" saat ini, di waktu yang sama. Karena:
- Saya, sebagai ayah, tahun 2021 ini harus menuntaskan studi S3 - Disertasi Doktor Manajemen Pendidikan bidang Taman Bacaan dari Pascasarjana Unpak Bogor atas beasiswa dari Kampus tempat mengabdi Unindra.
- Sang Perfecto sebutan anak ke-1, tahun 2021 ini pun harus menuntaskan studi S2 - IT dari Pascasarjana Universitas Gunadarma, selain sehari-hari bekerja sebagai Manager Business Analyst di Perusahaa Konsultan IT.
- Sang Maestro sebuatan anak ke-2, tahun 2021 ini memasuki semester 4 studi S1 Prodi Aktuaria FMIPA Universitas Brawijaya Malang yg dibeasiswai oleh aktuaris ternama, seorang hafiz jebolan SMAN CMBBS Pandeglang Banten.
Apa artinya? Inilag replika sederhana manusia literat. Karena salah satu bentuk atau ciri literat itu harus punya tradisi akademis. Punya kesadaran belajar dan belajar tiada henti. Dan memang seharusnya, manusia literat itu dimulai dari diri sendiri, bukan dari pihak luar.
Sungguh, keadaan hari tua itu dibentuk dari cara belajar dan berpikir manusianya di masa muda. Mau memilih yang positif dan bermanfaat atau sebaliknya.
Maka renungkanlah fatwa Umar bin Khattab, "Didiklah anak-anakmu berlainan dengan keadaan kamu sekarang. Karena mereka telah dijadikan Tuhan untuk zaman yang bukan zaman engkau".
Tidak ada komentar:
Posting Komentar