Agak dilematis. Semakin banyak orang terpenjara pikiran sendiri. Apalagi di masa pandemi Covid-19. Takut keluar rumah, takut ketularan. Hingga takut stres kelamaan di rumah. Memang, serba salah jadinya bila terpenjara pikiran sendiri. Belum lagi ditambah “penjara pikiran sendiri” akibat prasangka buruk, amarah, kebencian, dan keluh-kesah.
Sungguh, tidak satu pun orang ingin masuk penjara.
Karena takut tidak bebas lagi hidupnya. Takut sendirian di
penjara. Tapi di saat yang
sama, banyak orang yang lupa. Bahwa penjara terali besi
itu hanya sebatas fisik. Sementara, berapa banyak orang yang sedang “memenjarakan pikirannya
sendiri”. Tidak mau ini tidak mau itu. Takut begini takut begitu. Lalu
bilang, tidak bisa
dan tidak
mungkin. Untuk apa pun
dan di mana pun.
Terpenjara pikiran sendiri. Lalu terlalu
mudah untuk berkata-kata “TIDAK MUNGKIN” menebar kebaikan akibat tidak ada
waktu katanya. Bilang “TIDAK
BISA” peduli sosial karena
selama ini hidup pas-pasan. Selalu “TIDAK MAU” berbagi ilmu karena terlalu
sibuk sama pekerjaan. Bahkan “TIDAK BERANI” melakukan aksi baik yang
konkret karena takut dicemooh orang lain. Itulah realitas orang-orang yang
terpenjara pikiran sendiri. Belum bertindak, sudah banyak bersorak.
Seperti di taman bacaan. Banyak yang bilang “tidak mungkin” bisa mengajak
anak-anak kampung untuk membaca buku. Merasa “tidak bisa” mengelola taman bacaan
dengan baik. Belum dilakukan sudah buru-buru bilang “tidak mau” mengabdi dan
peduli pada taman bacaan. Hingga akhirnya, “tidak berani” memulai atau pun
terjun langsung ke taman bacaan. Terpenjara pikiran sendiri. Akhirnya taman
bacaan hanya bisa jadi cerita tanpa aksi nyata. Siapa sangka kini TBM Lentera
Pustaka di Kaki Gunung Salak, sudah jadi sarana membaca 145 anak-anak kampung
usia sekolah, ada 10 ibu-ibu buta aksara yang belajar baca-tulis, ada pula 11
anak yatim binaan agar tetap sekolah, dan yang terbaru ada program ‘KEPRA –
KElas PRAsekolah” yang kini diikuti 19 anak usia belum sekolah belajar mengenal huruf, membaca,
dan berhitung.
Siapa bilang gajah hanya bisa jalan pelan-pelan? Lupa ya, gajah itu bila sudah ngamuk mampu
berjalan lebih dari 40 km per hari, mampu merusak kampung. Bahkan mampu
merobohkan pohon besar. Tapi sebaliknya, gajah liar sekalipun tidak
akan bisa apa-apa bila kakinya sudah dirantai atau diikat. Karena gajah tidak bisa bebas jika ada
“sesuatu” yang mengikat kakinya. Gajak yang tidak mampu berbuat apa-apa. Begitulah kira-kira, manusia yang
terpenjara oleh pikirannnya sendiri.
Maka, jauhi hidup yang terpenjara
pikiran sendiri.
Buanglah “rantai gajah” yang masih
bercokol dan membelenggu pikiran. Agar mampu menembus berbagai
keterbatasan. Bila tubuh tidak sedang di penjara, lalu kenapa harus memenhara
pikiran sendiri? Hari ini, siapa pun tidak bisa lagi bermalas-malasan, hanya berdiam diri. Lalu
menyiapkan seribu alasan untuk bilang “TIDAK
BISA”.
Apalagi menyalahkan keadaan, menyalahkan orang lain, bersikap pesimis,
lalu pasrah
dan mengharapkan keajaiban datang.
Jangan terpenjara pikiran sendiri.
Karena setiap proses yang dijalankan pasti ada hasilnya, Siapa pun boleh melakukan
ini, bertindak itu. Asal mau ikhtiar baik, ber-aksi nyata. Siapa pun pasti bisa
bila mau berpikir positif.
Jadi, untuk apa terpenjara pikiran sendiri? Hidup siapa pun pasti akan
lebih baik. Bila mau bertindak di jalan yang kita pilih sendiri. Bukan
atas pilihan orang lain. Salam literasi … #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan
#KampanyeLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar