Kata sebagian orang, menulis buku itu susah. Ada pula yang beranggapan, menulis buku itu tidak segampang pikiran. Lalu saya katakan kepada mereka. Menulis apapun, jelas susah bila tidak dilakukan.
Banyak orang lupa, resep terbaik menulis
adalah menulis, menulis, dan menulis. Karena menulis bukan untuk didiskusikan,
apalagi hanya jadi bahan seminar. Nah masalahnya, bagaimana cara kita menulis?
Berdasarkan pengalaman pribadi. Hingga saat
ini, saya setiap hari pasti menulis. Minimal 6.000 karakter bisa dihasilkan dari
jari-jemari di papan laptop. Atau setara satu artikel koran. Hasilnya pun
alhamdulillah. Selain mendapat upah bila dipublikasikan. Hingga kini pun sudah
31 buku yang diterbitkan, baik karya sendiri arau bersama. Ada pula ratusan
artikel koran yang sudah diterbitkan. Karena menulis sudah jadi kebiasaan
sehari-hari.
Ibarat ngomong atau berbicara, itulah cara
sederhana menulis buku.
Bila kita pandai ngomong maka harusnya
pandai pula menulis. Bila mampu ngomong berjam-jam, maka harusnya mampu pula
menulis berjam-jam. Bukan sebaliknya, banyak ngomong. Tapi saat menulis justru
bilang tidak punya waktu. Tidak mampu
menulis karena alasan sibuk. Belum menulis, sudah mencari alasan untuk menghindar.
Resep menulis apapun, termasuk menulis buku
adalah seperti orang ngomong, seperti sedang berbicara. Agar kata-kata yang
dihasilkan bersifat mengalir. Persis seperti ngomong, mengalir dan tidak ada
kata yang susah untuk diomongkan. Ibarat ngomong, menulis buku pun kata-katanya sederhana. Agar mudah
dimengerti. Kalimat-kalimatnya pendek saja. Tidak usah panjang-panjang bila
akhirnya menyulitkan. Sedikit tapi padat, seperti orang sedang ngomong.
Menulis buku ibarat ngomong. Itu pun
sinyal. Bahwa kita diajak untuk menyedikitikan ngomong atau bicara. Lalu diubah
menjadi lebih banyak menulis. Agar kebiasaan pun berubah. Kita jadi orang yang
selalu ngomong atas apa yang dituliskan. Bukan sebaliknya, banyak ngomong tanpa
pernah menuliskan nya.
Seperti orang ngomong. Menulis itu butuh
proses dan tidak mungkin langsung sempurna. Menulislah seperti ngomong, seperti
berbicara. Asal ide dan gagasan mampu diekspresikan. Toh, bila ada yang salah
bisa diperbaiki. Tulisan yang kurang pas, nanti bisa disunting. Asal jangan
menulis sambil menyunting. Tuntaskan saja dulu tulisannya. Setelah itu baru disunting. Agar tulisannya menjadi lebih
baik, lebih enak dibaca Menulislah seperti kita ngomong.
Dan penting diketahui,
Menulis
itu
bukan
wacana, bukan pula sebatas niat. Apalagi hanya
jadi bahan diskusi atau seminar. Saya selalu menyebut, menulis itu bukan teori
tapi praktik. Tulisan hanya terjadi bila ada perilaku menulis.
Maka
bila kita mampu rutin, banyak, dan terbiasa untuk urusan lain yang tidak
produktif. Lalu, kenapa kita tidak bisa rutin, banyak, dan
terbiasa dalam urusan menulis?
Maka, Jadikanlah menulis sebagai sebab mahalnya
suasana batin. Sederhana tapi tetap berkualitas di setiap waktu. Karena menulis
ibarat ngomong ... #MenulisIbaratNgomong
Tidak ada komentar:
Posting Komentar