Kalau
jago ngomong, kenapa tidak jago menulis?
Wah hebat, kamu udah di depan laptop sekarang. Pasti mau menulis
kan?
Ohh
maaf. Tidakkkk, jawabnya si anak muda. Saya hanya ingin update status. Atau
main internet, sekalian browsing tugas kuliah.
Lha
kok bisa? Di depan laptop, tidak menulis. Sementara sehari-hari, kerjanya ngomong.
Atau memberi komentar hal apapun, yagng kadang tidak perlu dikomentari. Boros
kata dalam omongan, sementara tidak ada kata yang tertuang dalam menulis. Punya
fasilitas laptop, ternyata tidak dipakai menulis. Hanya untuk update status
atau browsing internet.
Begitulah
zaman now. Lebih banyak ngomong daripada menulis. Banyak orang bilang “gue
gak bisa nulis.”
Menulis dianggap pekerjaan yang rumit lagi menakutkan. Merasa tidak ada minta, merasa tidak ada bakat. Di depan laptop berjam-jam pun tidak banyak yang bisa dituliskan. Bahkan ada perasaan, pengatahuan, dan pengalaman yang bisa dijadikan bahan tulisan. Tidak sedikitpun kisah hidup yang bisa dituangkan ke dalam bentuk tulisan.
Tidak
bisa menulis, tidak mau menulis. Memang beda tipis. Intinya merasa “gue gak mau
nulis”. Belum ditulis, segudang rasa yang “tidak pantas” bertumpuk. Takut tulisannya
tidak enak dibaca, takut tulisannya tidak dipahami orang lain. Bahkan takut dikomen
yang jelek-jelek oleh orang lain. Gue gak bisa nulis, gue gak bakal bisa nulis…
Gue
gak bisa nulis.
Bisa
jadi, karena kamu gak mau menulis.Atau kamu, memang tidak pernah berusaha untuk
berbagi apapundalam bentuk tulisan.
Banyak
orang zaman now lupa. Menulis itu segampang ngomong.
Ya,
menulislah seperti berbicara. Menulislah seperti yang dimong. Jika kamu pandai
bicara, jago ngomong tentang apa saja. Kenapa omongan itu gak mampu kamu
tuliskan? Menulis itu segampang ngomong. Apa yang kamu omong, itu saja yang
dituliskan. Jika perliaku ngomong bisa, maka perilaku menulis pun pasti bisa.
Menulis segampang ngomong.
Sungguh,
itu cuma soal mengubah kebiasaan. Tadinya biasa ngomong diubah menjadi biasa
menulis. Tadinya banyak bicara diubah jadi banyak menulis. Bila “jago bicara” diubah
menjadi “jago menulis.” Mengibah kebiasaan dari “ngomong” menjadi “menulis”.
Kamu tahu gak? Menulis itu
segampang ngomong.
Dan
jangan buru-buru bilang “gue gak bisa nulis”. Sayang banget kalau punya laptop
cuma dipakai untuk internetan. Laptop itu canggih, tapi hanya dipakai untuk hal
yang tidak produktif. Alat canggih tapi dipakai untuk pekerjaan yang sederhana.
Sayang sekali laptop tidak dipakai buat menulis.
Menulis
segampang ngomong.
Kita
harus sepakat. Kalau “jago ngomong”, harusnya juga “jago menulis”. Itulah resep
sederhana menulis. Jika terbiasa ngomong, harusnya terbiasa menulis. Menulislah
seperti berkata-kata, menulislah seperti ngomong. Tidak ada alasan “gak bisa
nulis” kalo udah biasa ngomong. Ngomong juga mikir, ngomong juga butuh
kata-kata. Nah kalo begitu, menulis pun bisa dibuat seperti ngomong. Pikiran,
kata-kata yang dipakai persis seperti yang dipakai saat ngomong. Itulah menulis
segampang ngomong.
Siapa
yang bilang menulis segampang ngomong?
Iya
dong, menulis itu segampang ngomong. Karena tulisan ini pun dibuat seperti lagi
ngomong. Mengalir saja dan sungguh seperti sedang bicara, sedang ngomong. Tidak
pakai draft, gak ada kerangkanya. Persis, seperti lagi ngomong.
Menulis
segampang ngomong.
Caranya sederhana? Do what you write, Write what
you do.
Itu
kata orang bule. Dalam menulis, kita hanya diminta untuk “lakukan apa yang
ditulis, tulis apa yang dilakukan”. Nah cara mudah untuk menulisnya,
lakukan menulis seperti lagi ngomong. Tidak usah takut merangkai kata-kata,
tidak usah takut menuangkan kalimat-kalimat. Karena kata dan kalimat punya kita
bukan punya orang lain. Semua kata yang keluar dari mulut saat ngomong itu
sah-sah saja. Begitu pula ketika menulis. Karena menulis itu bukan soal benar
atau salah. Menulis itu cuma soal mau apa gak? Menulis itu soal perilaku, bukan
pelajarana. Menulis itu soal keberanian, bukan ketakutan.
Menulis
segampang ngomong.
Iya
persis, seperti ngomong. Bila jago ngomong, kenapa tidak jago menulis? Menulis
segampang ngomong. Karena orang yang sedang ngomong, orang yang bicara itu
punya ciri-ciri yang berguna untuk menulis seperti:
1.
Pakai kalimat pendek-pendek. Maka, tidak usah menulis
dengan kalimat-kalimat yang panjang. Tidak perlu njlimet apalagi ruwet.
2.
Pilih kata-kata sederhana. Karena kata yang sederhana
mudah dimengerti. Tidak usah pengen memakai kata-kata yang keren tapi bikin
orang tidak paham.
3.
Gunakan gaya bahasa informal. Persis seperti ngomong,
gaya bahaa menulis yang tidak formal, bersifat rileks saja.
4.
Berikan variasi bahasa atau
isi.
Sesuaikan dengan gaya bicara atau ngomong sehari-hari lalu tuangkan ke dalam
tulisan,, Menulis dengan gaya kita sendiri, tidak usah ingin seperti gaya
tulisan orang lain.
5.
Menulislah seperti ngomong. Karena orang yang ngomong
itu mengalir saja, tidak usah banyak yang dipikirkan. Menulis seperti apa yang
kita rasakan, seperti apa tang kita ketahui, dan seperti apa yang kita alami.
Menulis
segampang ngomong.
Harusnya,
semua orang pasti bisa menulis. Kalo bisa ngomong, kenapa tidak bisa menusli?
Sayang kan, pendidikan tinggi tapi tidak menulis. Ilmu banyak tapi tidak
ditulis. Biasa curcol tapi tidak mau ditulis. Pengetahuan segudang tapi tidak
mau ditulis. Pengalaman luas tapi tidak ada yang bisa ditulis.
Orang-orang zaman now harus
sadar.
Hidup itu bukan dipakai
untuk ngomong melulu, bicara terus-menerus. Tapi hidup juga harus ada yang bisa
dituliskan. Agar bisa jadi pelajaran buat orang lain. Agar ada dokumen tertulis
atas apa yang pernah kita tuliskan. Bangsa ini, peradaban manusia pasti susah
maju bila terlalu banyak ngomong, banyak bicara. Sementara tidak ada yang mau
dituliskan. Terus kita bekerja, atas dasar apa? Kan tidak mungkkin berdasar
omongan. Tapi harus berdasar apa yang tertulis.
Menulis
segampang ngomong.
Kata
siapa? Kata yang ngomong-lah. Kalau pintar ngomong, kenapa tidak pintar
menulis? Jadi buat apa ditunda lagi, cobalah untuk menulis sekarang. Menulislah
di hari ini dan esok. Menulislah setiap hari, seperti kita ngomong setiap hari.
Ketahuilah, kita menulis seperti sedang
menghirup udara segar. Udara yang bersih, lagi mengasyikkan dan menyenangkan.
Karena menulis itu segampang ngomong. #GueGakBisaNulis
TBM Lentera Pustaka, memulainya dengan membangun tradisi membaca. Setelah itu, dikembangkan menjadi tradisi menulis. Itulah budaya literasi, budaya yang mengutamakan membaca dan menulis; bukan bicara atau ngomon. Salam Literasi #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka