Suara motor terdengar sore itu, dengan klaksonn yang menandai motor baca keliling sudah datang. Anak-anak Kampung Sinarwangi di kaki Gunung Salak yang sedang bermain pun langsung menoleh. “Itu dia! Motor baca datang!” teriak Aira sambil berlari ke lapangan. Teman-temannya pun berlarian mendekati motor baca keliling yang datang seminggu sekali.
Motor baca itu berhenti di tanah
lapang. Di sebuah perkampungan yang selama ini jauh dari akses bacan, Bahkan
hampir tidak tersedia tempat membaca untuk anak-anak usia sekolah. Pak Syarif
sebagai driver motor baca pun memarkir motor baca. Dibantu oleh relawan, laliu
menggelar dua buah tikar sebagai alas baca. Motor baca keliling, kini jadi
pemandangan di Minggu petang di Kampung Sinarwangi.
“Ayoo, siapa yang mau baca sore
ini?” sapa Pak Syarif dengan gembira.
“Aku, Pak!” seru Gibran
sambil mengangkat tangan.
“Aku juga mau baca!” tambah Danish
siswa kelas 4 SD.
Pak Syarif pun membuka boks
buku di motor. “Nah, silakan pilih bukunya. Ada buku dongeng, ada cerita bergambar,
ada petualangan luar angkasa, ada juga buku tentang binatang laut.”
Rini segera menarik sebuah
buku bergambar kucing lucu. “Aku suka ini! Boleh baca ini ya, Pak?”
“Tentu boleh dong,” jawab Pak Syarif.
Budi menemukan buku bergambar
pesawat tempur. Matanya berbinar. “Wah, kalau aku jadi pilot, aku bisa terbang
ke mana saja!” katanya bangga.
Wati menepuk bahunya. “Kalau
aku mau jadi dokter hewan, biar bisa merawat kucing, anjing, sama kelinci
seperti di buku ini.”
Mereka semua duduk melingkar
di atas tikar yang sudah digelar. Suasana jadi ramai sekali. Suara-suara bising
anak-anak yang membaca sudah jadi kebiasaan.
Rini mulai membaca keras-keras, “Pada suatu hari, Kancil berjalan di
hutan…” Teman-temannya yang belum lancar membaca, terus berlatih membaca
pelan-pelan. Anak-anak yang antusias dan penuh semangat menyambut motor baca
keliling.
Satu jam telah berlalu.
Anak-anak pun sudah menghabiskan dua sampai tiga buku yang dibaca. Selain
membaca, mereka bisa saling ngnrol bahkan bermain games. Walau hanya menirukan
suara harimau dari buku bacaan. Semua anak senang, bahkan tertawa
terpingkal-pingkal. Anak-anak yang gembira saat hadirnya motor baca keliling.
Pak Syarif melihat anak-anak Kampung
Sinarwangi tersenyum lebar. Wajah bahagia terpancar dari raut mukanya. “Kita
harus tahu, membaca itu bukan untuk pintar. Tapi dari buku, kitab isa tahu apa
saja. Dari buku, kita bisa jadi apa saja: pilot, dokter, penulis, atau bahkan
penjelajah laut.”
Anak-anak mengangguk. Mereka
semakin bersemangat membuka halaman demi halaman.
Matahari perlahan mulai tenggelam. Pemandangan Gunung Salak mulai tertutup
kabutl. Burung-burung mulai kembali ke sarang. Pak Syarif berkata, “Baiklah,
anak-anak. Hari sudah mau maghrib. Sialkan, buku-bukunya dikembalikan ke boks
buku di motor baca. Minggu depan, Insya Allah kita membaca lagi ya.”
“Terima kasih, Pak!” teriak
anak-anak serentak. Mereka mulai pulang ke rumah masing-masing, sambil melambaikan
tangan sambil tersenyum lebar.
Motor baca keliling TBM
Lentera Pustaka di kaki Gunungg Salak berjalan pelan, meninggalkan jejak debu
kecil perjalanan literasi.Soal kiprah motor baca keliling sediakan akses bacaan
ke anak-anak di kampung. Dan di hati
anak-anak Kampung Sinarwangi, tersisa rasa gembira dan harapan besar. Karena
mereka tahu, setiap Minggu sore, dunia mereka akan terbuka lebih luas lewat
halaman-halaman buku yang akan dibacanya.
Seperti ada pesta buku di kampung Sinarwangi. Dari motor baca keliling, ternyata
membaca bukan soal minta. Tapi soal akses bacaan, saat anak-anak terfasilitasi
untuk membaca buku, di hari dan di waktu yang sudah ditentukan. Salam literasi.
#MotorBacaKeliling #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar