Tiba-tiba, ada calon pensiunan bertanya. Berapa rupiah uang pensiun yang ideal yang dimiliki seorang calon pensiunan? Terus terang saya tidak ada referensi untuk menjawab pertanyaan itu. Secara subjektif, tergantung dari berapa banyak menabung untuk keperluan masa pensiun. Karena, apa yang ditabung untuk masa pensiun maka sejumlah itulah uang yang dimiliki saat pensiun. Sesederhana itu soal uang pensiun. Tapi sayangnya, memang tidak banyak pekerja yang sudah mempersiapkannya.
Telisik punya telisik, ternyata seorang
perencana keuangan menyebutkan idealnya tabungan pensiun yang dimiliki adalah 6
(enam) enam kali pendapatan tahunan saat mencapai usia pensiun. Walaupun sangat
tergantung, di usia berapa seseorang pensiun. Tapi anggaplah, angka ideal uang
pensiun adalah 6 kali pendapatan tahunan. Artinya, bila seseorang punya gaji
Rp. 10 juta sebelum pensiun, maka pendapatan tahunannya mencapai Rp. 120 juta
per tahun. Dengan demikian, di saat pensiun, idealnya dia memilki uang pensiun
Rp. 720 juta. Woow, lumayan besar ya.
Bandingkan dengan uang JHT BPJS yang
diperoleh seorang pekerja dengan gaji terakhir rata-rata Rp. 10 juta. Dengan masa
kerja 24 tahun saja, saat memasuki usia hanya memperoleh akumulasi Rp. 164
juta. Uang pensiun segitu, bila dipakai dengan biaya hidup rata-rata Rp. 3 juta
per bulan (rasio 30% dari gaji terakhir secara disiplin), maka uang JHT BPJS
akan habis dalam waktu 54 bulan atau 4,5 tahun. Bila usia pensiun di 56 tahun,
maka uang JHT BPJS akan habis dipakai untuk biaya hidup pada usia kira-kira 60
tahun. Lalu setelahnya, dari mana biaya hidup seorang pensiunan? Bergantung
kepada anak atau bekerja lagi?
Hari ini data menunjukkan, tingkat
penghasilan pensiun (TPP) orang Indonesia berada di kisaran 10% - 15% dari gaji
terakhir. Artinya, bila gaji terakhir Rp. 10 juta, maka si pensiunan hanya mampu
dan memiliki coverage biaya hidup sebesar Rp. 1 juta – 1,5 juta. Maka wajar, standar
hidupnya menurun. Dari yang tadinya Rp. 10 juta saat bekerja, menurun drastis ke
Rp. 1-1,5 juta per bulan setelah pensiun. Ada benarnya survei ADB (2024) yang
menyebut 1 dari 2 pensiunan di Indonesia mengandalkan transferan dari
anak-anaknya untuk biaya hidup. Bahkan7 dari 10 pensiunan mengalami masalah
keuangan di masa pensiunnya. Wajar pula saat ini, 9 dari 10 pekerja di
Indonesia sama sekali tidak siap untuk pensiun atau berhenti bekerja. Itu semua
data-data yang menegaskan pentingnya seorang pekerja menyiapkan masa
pensiunnya.
Memang benar, besar kecilnya uang
pensiun sangat bergantung pada usia pensiun dan besaran pengeluaran/biaya di
hari tua, termasuk tempat tinggalnya di mana? Akan tetapi, berapapun uang pensiun
yang diperoleh semestinya “cukup” untuk menghidupi kita saat di hari tua, saat
tidak bekerja lagi. Masalahnya, dari mana uang pensiun itu diperoleh? Hanya
mengandalkan uang pesangon dari kantor? Seperti pegawai Sritex yang hingga kini
belum dibayar dan tidak jelas kondisinya. Atau terserah “gimana nanti” saja,
bila sudah dekat waktunya? Semuanya terserah kita, terserah pekerja. Mau
siapkan atau tidak uang pensiun untuk hari tuanya sendiri.
Ingat, kata perencana keuangan.
Idealnya uang pensiun yang dimiliki adalah 6 kali pendapatan tahunan saat jelang
pensiun. Bila sebelum pensiun gaji terakhir Rp. 10 juta, maka idealnya punya
uang pensiun mencapai Rp. 720 juta. Coba tanya, dari mana uang sebesar itu?
Maka sebagai salah satu alternatif,
sudah saatnya pekerja di Indonesia mulai mempersiapkan masa pensiunnya sendiri.
Caranya, tentu melalui DPLK (Dana Pensiun lembaga Keuangan) dengan menabung
sejumlah persentase dari gaji atau rupiah tertentu yang nantinya menjadi “manfaat
pensiun”. Sebagai bekal untuk memenuhi biaya dan standar hidup di hari tua,
saat tidak bekerja lagi. Karena melalui DPLK setidaknya seorang pekerja
memperoleh: 1) ada dana yang pasti untuk masa pensiun, 2) ada hasil investasi
yang optimal selama jadi peserta, dan 3) mendapat insentif pajak saat manfaat
pesiun dibayarkan. Dan yang paling penting adalah memiliki ketenangan psikologis
di hari tua, tidak pusing urusan uang dan biaya hidup. Bahkan lebih dari itu,
di DPLK, setiap peserta dapat menargetkan berapa uang pensiun yang ingin
dimiliki nanti? Semuanya tergantung pada 1) besaran iuran yang ditabung, 2)
lamanya menjadi peserta, dan 3) tingkat hasil investasi yang diperoleh.
Menyiapkan uang pensiun, tentu menjadi
salah satu cara agar kita bisa hidup nyaman di masa tua. Agar dapat mengurangi
rasa cemas akan kondisi keuangan saat pensiun nanti. Bila tidak siap pensiun,
maka konsekuensinya adalah menurunkan standar hidup di hari tua atau tetap
bekerja sekalipun harusnya sudah pensiun. Apapun kondisinya, tergantung
orientasi hari tua masing-masing. Tapi pilihan yang paling realistis hari ini
adalah menyiapkan masa pensiun, mumpung masih ada waktu mumpung masih bekerja.
Sebab, kalau bukan kita mau siapa lagi yang peduli akan hari tua kita sendiri?
Salam #EdukasiDanaPensiun #EdukasiDPLK #YukSiapkanPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar