Saat berada di TBM Lentera Pustaka, seorang anak muda yang sedang berkunjung bertanya. Apa sebenarnya tujuan anak-anak ini diajak membaca secara bersama-sama begini Pak? Sebuah pertanyaan sederhana yang sulit untuk menjawabnya. Apa ya tujuannya membaca?
Saya hanya memberi sedikit ilustrasi.
Bahwa setiap hari anak-anak kita harus menngambil puluhan keputusan sendiri. Tanpa
disadari, anak-anak kita harus memilih dan menentukan aktivitasnya sendiri. Mulai
dari keputusan yang ringan seperti mau jajajn apa, mau main ke mana atau mau
nonton apa? Hingga mengambil Keputusan besar seperti cita-citanya apa dan mau
jadi apa nanti? Semuanya si anak yang akan ambil keputusan sendiri, sementara
orang dewasa hanya bisa menyarankan. Bahkan tidak sedikit orang dewasa yang memberi
pandangan secara subjektif dan belum tentu benar.
Nah bayangkan, jika anak-anak kita mengambil
keputusan hanya lewat pikiran asal-asalan, tanpa buku-buku bacaan. Mau seperti
apa keputusannya? Gimana pula mereka bisa memilihnya? Membaca bersama adalah
cara sederhana untuk melatih anak-anak untuk mengambil keputusan. Kapan harus
membaca dengan suara nyaring, kapan harus fokus pada teks bacaan, dan kapan
harus diam saat dijelaskan isi bacaan oleh relawan. Di TBM Lentera Pustaka,
membaca bukan untuk pintar atau sok tahu. Tapi membaca untuk menyiapkan anak-anak
untuk “tidak berpikir asal-asalan”. Apalagi menyangkut masa depan, menyangkut
hidup panjang yang akan dilalui mereka. Membaca bersama, hanya cara untuk
menyiapkann anak-anak mampu menempuh jalan panjang dan bisa mengurangi kabut ketidakpastian
di hadapannya. Ada bacaan, ada nasihat, ada ikhtiar dan ada doa, hanya itu saja.
Kita sering lupa. Di zaman begini,
informasi bukan lagi pengetahuan. Tidak seperti dulu, hanya orang cerdas yang
banyak baca yang punya banyak onformasi. Sekarang tidak lagi, karena semua
orang bisa googling atau tanya ke ChatGPT.
Hari gini, yang diperlukan adalah kemampuan “menyaring” informasi, mana
yang valid mana yang biasa. Mana yag hoaks mana yang benar. Karenanya, membaca
melatih kita untuk mengindetifikas argumen itu ada dasarnya atau hanya bising
semata.
Belum lagi tiap hari kita dikelilingi
oleh opini yang dibungkus narasi indah seolah-olah jadi fakta. Harus begini
harus begitu, seolah-olah narasinya benar semua. Jadi gampang dimanipulasi
tanpa mau berpikir lagi. Ikut arus dan terlkau percaya pada narasi indah. Akhirnya
tidak punya daya selektif atas informasi, akhirnya jadi “budak narasi” orang-orang
dewasa yang seolah-olah hebat dan keren. Banyak orang skearang sudah tidak mau
membaca dan tidak mau berpikir, akhirnya gampang stress dan frustrasi. Kita suka
lupa, sekolah itu hanya mengajarkan kita mengingat, bukan berpikir. Sekolah itu
hanya mengajarkan kita untuk patuh tanpa diberi kreativitas dan kebebasan. Maka
bila mau melatih berpikir dan kreatif, kita harus melakukannya sendiri. Maka di
situ, taman bacaan menjadi diperlukan.
Dunia sekarang sudah semakin geblek. Ada
beberapa orang mencurigai ijazah palsu, jutaan orang ikut curiga. Ada satu
orang yang panik, jutaan orang ikut panik. Tidak ada lagi seleksi logika, tidak
ada lagi saringan bermanfaat atau tidak. Terllau gemar gaduh dan ikut-ikutan. Maka
membaca jadi penting. Bukan hanya untuk menyelamatkan diri sendiri. Tapi juga
membuat kita tidak ikut menyesatkan yang lain, tidak bikin orang panik. Bila
kita yang sedih janganlah bikin orang lain ikut sedih. Membaca, sama sekali
tidak butuh validasi orang lain, Hanya menjalani prosesnya, menikmati momennya.
Jadi, membaca bukan untuk pintar
apalagi sok tahu. Tapi cukup untuk melatih mengambil keputusan dengan pertimbangan,
bukan lewat pikiran asal-asalan. Selebihnya, membaca itu untuk memperbaiki
diri. Salam literasi #TBmLenteraPustaka #KenapaMembaca #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar