Kamis, 31 Juli 2025

7 Peran Strategis Edukasi Dana Pensiun, Apa Saja?

Hasil SNLIK tahun 2025 khusus dana pensiun yang diterbitkan OJK dan BPS, menunjukkan industri dana pensiun punya "pekerjaan rumah" yang sangat besar untuk melakukan edukasi dan kampanye akan pentingnya dana pensiun ke masyarakat. Edukasi tidak boleh "setengah hati", harus berani ditingkatkan secara masif dan berkelanjutan. Agar publik terfasilitasi untuk tahu dan punya dana pensiun. Jelas dan gamblang, tingkat literasi dana pensiun berada di level 25,79%, sedangkan tingkat inklusi dana pensiun di 5,37%.  Bila dibandingkan dengan tingkat literasi dana pensiun tahun 2022 sebesar 30,46%, ada penurunan (2,67%). Sedangkan tingkat inklusi dana pensiun di tahun 2022 berada di 5,42%, ada penurunan (0,05%). Dapat dikatakan, dari 10 orang Indonesia, hanya 2,5 orang yang "tahu" dana pensiun dan hanya 0,5 (setengah) orang yang "punya" dana pensiun. Dari 10 orang Indonesia, tidak sampai 1 orang yang punya dana pensiun. Dapat diduga, menurunnya tingkat literasi dan inklusi dana pensiun tahun 2025 disebabkan karena peserta dana pensiun yang "sudah memasuki usia pensiun" yang berarti mengambil manfaat pensiun semakin banyak, sementara "kepesertaan baru" dana pensiun tidak banyak, kurang dari peserta yang mengambil manfaat pensiunnya. Di situlah pentingnya edukasi dana pensiun.

 

Edukasi berkaitan erat dengan pengetahuan, pemahaman, bahkan pendidikan. Saking pentingnya pendidikan, kita butuh 16 tahun belajar di sekolah dan kampus untuk bisa dianggap “siap kerja” dan berhak meniti karier hingga kesuksesan tertinggi. Tentu, edukasi dai dana pensiun tidak perlu selama itu. Edukasi dana pensiun, sejatinya cukup dilakukan secara massif dan berkelanjutan. Silakan diterjemahkan sendiri, berapa lamanya? Intinya, edukasi dana pensiun untuk meningkatkan literasi (pemahaman) public tentang dana pensiun, sebagai sebab meningkatkan inklusi (kepemilikan). Kira-kira begitu tentang pentingnya edukasi dana pensiun.

 

Edukasi punya peran stratesis bagi upaya pertumbuhan bisnis dana pensiun di Indonesia, baik dari sisi kepesertaan maupun aset kelolaannya. Lebih dariitu, edukasi dana pensiun yang berhasil pasti akan mempercepat terciptanya ekosistem dana pensiun yang sehat dan berkelanjutan, baik bagi individu, korporasi maupun negara. Maka untuk menengok kembali pentingnya edukasi dana pensiun dapat disajikan hal-hal berikut sebagai acuan:

1. Meningkatkan literasi dana pensiun yang bersifat jangka panjang. Edukasi dana pensiun membantu masyarakat memahami pentingnya perencanaan keuangan untuk masa pensiun, yang sering kali terabaikan dibandingkan kebutuhan jangka pendek. Edukasi ini menciptakan kesadaran bahwa pensiun yang sejahtera tidak terjadi secara otomatis, melainkan perlu direncanakan sejak dini.

2.  Mendorong partisipasi aktif masyarakat. Edukasi yang tepat dapat meningkatkan partisipasi masyarakat sebagai peserta dana pensiun, baik individu maupun karyawan melalui program pensiun dari perusahaan. Bukan hanya untuk yang "dekat pensiun", tapi juga bagi generasi muda (Gen Z dan milenial) serta pekerja informal.

3. Memperkuat ketahanan finansial nasional. Karena semakin banyak masyarakat memiliki dana pensiun secara mandiri, maka semakin kecil beban negara terhadap subsidi pensiun dan jaminan sosial di masa depan, sekaligus untuk mendorong pertumbuhan dana kelolaan jangka panjang dana pensiun.

4. Meningkatkan peran korporasi dalam kesejahteraan karyawan. Edukasi dana pensiun kepada perusahaan (HR dan manajemen) mendorong mereka untuk menyediakan fasilitas pensiun yang lebih baik sehingga berdampak pada retensi dan loyalitas karyawan, serta memperkuat reputasi perusahaan.

5.  Mengubah mindset konsumtif menjadi produktif. Edukasi dana pensiun dapat berkontribusi dalam mengubah perilaku konsumtif menjadi perilaku menabung dan berinvestasi, dengan fokus pada masa pensiun.

6.  Menangkal misinformasi dan ekspektasi keliru tentang pensiun. Banyak masyarakat menganggap pensiun "urusan nanti" atau "pasti ditanggung pemerintah". Edukasi berperan untuk meluruskan persepsi ini, di samping memberikan informasi objektif tentanghari tua, termasuk simulasi manfaat dan risiko jika tidak menyiapkan dana pensiun.

7.  Mendukung regulasi dan inklusi keuangan. Mendorong perluasan peserta dana pensiun adalahi bagian dari strategi inklusi keuangan nasional. Karenanya, edukasi perlu dilakukan secara massif, berkelanjutan, efektif, utamanya di segmen individu, pekerja informal, dan UMKM.

 


Gimana caranya? Tentu, ada banyak cara yang bisa dilakukan dalam edukasi dana pensiun. Selain melakukan pemetaan sementasi audiens seperti milenial, Gen Z, Gen X, pekerja informal, atau HR perusahaan. Edukasi bisa dilakukan dengan membuat kampanye berbasis cerita. Bisa juga melalui digitalisasi edukasi seperti webinar, video pendek, simulasi dana pensiun online, dan kolaborasi dengan institusi pendidikan, media, influencer finansial, dan regulator.

 

Intinya, edukasi dana pensiun harus jalan terus. Karena saat ini 1 dari 2 pensiunan di Indonesia benar-benar mengandalkan biaya hidup dari transferan anak-anaknya (ADB, 2024). Sudah saatnya industri dana pensiun membantu masyarakat Indonesia secara edukatif, bukan hanya mengandalkan pemasaran semata. Edukasi yang baik pasti akan mendatangkan peserta baru dan memperbesar aset kelolaan. Jangan hanya sibuk menyebut regulasi berat, pasar sulit, dan sebagainya. Apapun butuh ikhtiar, butuh proses yang sepadan. Karena hukum tabur-tuai pun berlaku di industri dana pensiun.

 

Dan edukasi berkelanjutan, jelas tidak cukup sekali, perlu proses bertahap dan konsisten. Setelah itu, sediakan akses digital untuk membeli dana pensiuan. Salam #SadarPensiun #YukSiapkanPensiun #DPLKSAM #EdukasiDanaPensiun



Berkiprah di Taman Bacaan, Spiritnya Menabur Bukan Menuai

Banyak orang sibuk dan membuang waktu dengan urusan ijazah palsu, ditambah lagi abolisi dan amnesti bisa jadi omongan makin semarwut. Belum lagi soal “rekening rakyat yang diblokir” bila 3 bulan nggak ada transaksi. Begitulah negeri konoha, bukannya bikin sejahtera rakyat malah ngurusin rekening rakyat (walau tidak besar saldonya) tapi  benar-benar dari kerja keras dan keringatnya sendiri. Jadi negara itu peduli pada apa?

 

Sementara di kaki Gunung Salak Bogor, ada puluhan anak-anak KElas PRAsekolah (usia PAUD), minimal seminggu 2 kali, belajar calistung (baca tulis hitung) sambil bermain di TBM Lentera Pustaka. Tiap Selasa dan Kamis siang, anak-anak kampung yang diantar orang tuanya untuk bersama-sama berada di taman bacaan. Gratis dan suasananya selalu ceria. Wali baca dan relawan pun secara Ikhlas membimbing dan mengajari mereka. Begitulah yang terjadi di TBM Lentera Pustaka, yang setelah 8 tahun berdiri menjalankan 15 program literasi dan menjadi tempat membaca yang asyik dan menyenangkan bagi 223 anak usia sekolah yang berasal dari 4 desa di Kec. Tamansari Kab. Bogor.

 

Apa yang diharapkan dari kiprah sosial di taman bacaan? Tidak ada yang lain, kecuali memahami adanya hukum “tabur tuai”. Untuk selalu berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun. Karena sejatinya, siapapun akan menuai apapun yang ditabur, cepat atau lambat. Sebuah hukum alam, bahwa apa yang kamu tabur, itulah yang kamu tuai. Siapa saja yang menanam benih kebaikan maka akan menuai kebaikan itu pula. Hukum tabur tuai tidak akan pernah tertukar, tidak akan pernah salah alamat.

 

Semau orang pasti ingin sehat, ingin banyak rezeki. Bahkan tidak sedikit yang ingin lancar segalanya dan hidup yang enak-enak saja tanpa masalah. Semua orang pasti mau begitu. Tapi, seperti apa yang sudah kita kerjakan selama ini? Jangan lupa, apapun yang kita alami hari ini punya relasi yang kuat dengan apa yang kita kerjakan di masa lalu. Siapapun yang rezekinya lancar haru ini, besar kemungkinan karena di masa lalu gemar menabung rezeki kepada orang lain yang membutuhkan. Bila ingin dimudahkan dalam hidup, tentu ada relasinya dengan perbuatan baik dan tebaran manfaat yang kita berikan ke orang lain. Begitulah spirit yang dijunjung tinggi di TBM Lentera Pustaka.

 

Di TBM Lentera Pustaka, anak-anak kelas prasekolah belajar calistung. Anaka-anak usia sekolah terbiasa membaca buku 3 kali seminggu. Semuanya bukan untuk pintar atau cerdas. Tapi untuk menjalankan misi hidup “tabur-tuai”. Bahwa kita hanya berhak memperoleh atas apa yang kita kerjakan. Belajar bukan untuk keren-kerenan, mengajar bukan untuk dibilang hebat. Belajar bukan untuk “mengisi kepala orang”. Tapi untuk membantu membuka mata hati dan pikiran anak-anak akan potensi yang pada dirinya. Duduk bersama dan melihat fakta bersama bukan untuk “memberi tahu” tapi “menggali bersama”. Belajar yang astik dan menyenangkan.

 


Sayangnya hari ini, tidak sedikit orang gemar berbicara baik tanpa dibarengi berbuat baik. Ceramah di mana-mana bilang membaca buku bermanfaat tapi sama sekali tidak mau sediakan waktu untuk membaca. Niatnya baik tapi aksinya nyatanya belum baik. Mau didengarkan tanpa mau mendengarkan. Mau dihargai tanpa mau menghargai. Sebuah siklus yang terus menjadi misteri. Dan akhirnya, hukum tabur tuai yang akan membuktikannya.

 

Sederhana sekali rumusnya, untuk mendapatkan harus dimulai dengan memberi. Bila mau menuai maka harus menabur. Jangan sampai kita menilai setiap hari, berapa panen yang akan kita tuai tapi lupa berapa benih yang kita tanam? Seperti berkiprah di taman bacaan, spiritnya adalah menabur bukan menuai, menanam bukan memanen. Kita membantu bukan karena mampu tapi karena yang mampu belum tentu bisa membantu. Jadi berhati-hatilah, sebab kita harus bertanggung jawab atas tindakan kita sendiri. Hukum tabur tuai, salam literasi #TBMLenteraPustaka #KelasPrasekolah #TamanBacaan

 



Rabu, 30 Juli 2025

Catatan Literasi: Membaca Bukan untuk Pintar dan Sok Tahu!

Saat berada di TBM Lentera Pustaka, seorang anak muda yang sedang berkunjung bertanya. Apa sebenarnya tujuan anak-anak ini diajak membaca secara bersama-sama begini Pak? Sebuah pertanyaan sederhana yang sulit untuk menjawabnya. Apa ya tujuannya membaca?

 

Saya hanya memberi sedikit ilustrasi. Bahwa setiap hari anak-anak kita harus menngambil puluhan keputusan sendiri. Tanpa disadari, anak-anak kita harus memilih dan menentukan aktivitasnya sendiri. Mulai dari keputusan yang ringan seperti mau jajajn apa, mau main ke mana atau mau nonton apa? Hingga mengambil Keputusan besar seperti cita-citanya apa dan mau jadi apa nanti? Semuanya si anak yang akan ambil keputusan sendiri, sementara orang dewasa hanya bisa menyarankan. Bahkan tidak sedikit orang dewasa yang memberi pandangan secara subjektif dan belum tentu benar.

 

Nah bayangkan, jika anak-anak kita mengambil keputusan hanya lewat pikiran asal-asalan, tanpa buku-buku bacaan. Mau seperti apa keputusannya? Gimana pula mereka bisa memilihnya? Membaca bersama adalah cara sederhana untuk melatih anak-anak untuk mengambil keputusan. Kapan harus membaca dengan suara nyaring, kapan harus fokus pada teks bacaan, dan kapan harus diam saat dijelaskan isi bacaan oleh relawan. Di TBM Lentera Pustaka, membaca bukan untuk pintar atau sok tahu. Tapi membaca untuk menyiapkan anak-anak untuk “tidak berpikir asal-asalan”. Apalagi menyangkut masa depan, menyangkut hidup panjang yang akan dilalui mereka. Membaca bersama, hanya cara untuk menyiapkann anak-anak mampu menempuh jalan panjang dan bisa mengurangi kabut ketidakpastian di hadapannya. Ada bacaan, ada nasihat, ada ikhtiar dan ada doa, hanya itu saja.

 

Kita sering lupa. Di zaman begini, informasi bukan lagi pengetahuan. Tidak seperti dulu, hanya orang cerdas yang banyak baca yang punya banyak onformasi. Sekarang tidak lagi, karena semua orang bisa googling atau tanya ke ChatGPT.  Hari gini, yang diperlukan adalah kemampuan “menyaring” informasi, mana yang valid mana yang biasa. Mana yag hoaks mana yang benar. Karenanya, membaca melatih kita untuk mengindetifikas argumen itu ada dasarnya atau hanya bising semata.

 


Belum lagi tiap hari kita dikelilingi oleh opini yang dibungkus narasi indah seolah-olah jadi fakta. Harus begini harus begitu, seolah-olah narasinya benar semua. Jadi gampang dimanipulasi tanpa mau berpikir lagi. Ikut arus dan terlkau percaya pada narasi indah. Akhirnya tidak punya daya selektif atas informasi, akhirnya jadi “budak narasi” orang-orang dewasa yang seolah-olah hebat dan keren. Banyak orang skearang sudah tidak mau membaca dan tidak mau berpikir, akhirnya gampang stress dan frustrasi. Kita suka lupa, sekolah itu hanya mengajarkan kita mengingat, bukan berpikir. Sekolah itu hanya mengajarkan kita untuk patuh tanpa diberi kreativitas dan kebebasan. Maka bila mau melatih berpikir dan kreatif, kita harus melakukannya sendiri. Maka di situ, taman bacaan menjadi diperlukan.

 

Dunia sekarang sudah semakin geblek. Ada beberapa orang mencurigai ijazah palsu, jutaan orang ikut curiga. Ada satu orang yang panik, jutaan orang ikut panik. Tidak ada lagi seleksi logika, tidak ada lagi saringan bermanfaat atau tidak. Terllau gemar gaduh dan ikut-ikutan. Maka membaca jadi penting. Bukan hanya untuk menyelamatkan diri sendiri. Tapi juga membuat kita tidak ikut menyesatkan yang lain, tidak bikin orang panik. Bila kita yang sedih janganlah bikin orang lain ikut sedih. Membaca, sama sekali tidak butuh validasi orang lain, Hanya menjalani prosesnya, menikmati momennya.

 

Jadi, membaca bukan untuk pintar apalagi sok tahu. Tapi cukup untuk melatih mengambil keputusan dengan pertimbangan, bukan lewat pikiran asal-asalan. Selebihnya, membaca itu untuk memperbaiki diri. Salam literasi #TBmLenteraPustaka #KenapaMembaca #BacaBukanMaen






Selasa, 29 Juli 2025

Catatan Literasi: Pakai Tangga Untuk Ke Atas, Begitu Di Atas Tangga Dianggap Tidak Penting

Membaca tidak penting tapi silakan baca dulu sebelum bilang begitu. Kalimat itu memang kontradiktif. Sama persis dengan mengatakan “Sekolah tidak penting, tapi harus sekolah dulu untuk bisa mengatakan itu.” Itulah bahan perenungan bersama. Untuk mengingatkan bahwa sebelum ber-argumen yang negatif, kita harus berpikir dan melewati terlebih dulu prosesnya. Jangan terburu-buru “menilai sesuatu” tanpa tahu prosesnya, tanpa tahu dampaknya untuk orang banyak atau bahkan hanya satu orang.

 

Siapapun boleh mengkritik taman bacaan. Siapapun boleh menolak membaca buku. Tapi sebelum mengkritik atayi menolak membaca sebaiknya bacalah terlebih dulu. Jalani proses membaca, rasakan membaca di taman bacaan. Baru berikan komentar atau tanggapan. Jangan di balik, belum lakukan apa-apa sudah mengkritik atau menolaknya. Apapun, sebelum mengkritik atau menolak tentu harus merasakannya terlebih dulu. Jangan ikut kata orang, apalagi menarik keseimpulan sendiri tanpa tahu prosesnya.

 

Seperti aktivitas membaca di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Anak-anak pembaca aktif dari 4 desa seminggu 3 kali bergerak ke taman bacaan. Tentu banyak motifnya. Ada yang ingin menambah pengetahuan, ada yang ingin bermain, ada yang hanya mengisi waktu, bahkan kini ada yang hanya menjaga rutinitas waktu semata. Apapun motifnya, semua sah-sah saja dan boleh. Di taman bacaan, membaca bukan untuk jadi pintar atau juara kelas. Membaca bukan agar terlihat intelektual. Sama sekali salah bila membaca untuk pintar. Sederhana saja, membaca itu memperbaiki diri karena membaca sendiri adalah perbuatan baik. Terus secara moral, apa mampu kita mengkritiknya atau menolaknya bila itu baik?

 

Justru dengan membaca di taman bacaan, siapapun jadi tahu betapa terbatasnya taman bacaan. Betapa susahnya meluangkan waktu untuk membaca. Betapa sulitnya mengajak anak-anak membaca. Maka taman bacaan dan membaca pasti punya keterbatasan, bahkan bergelimang masalah. Dan atas itu semua tidak harus diselesaikan, cukup dijalani saja. Karenanya, boleh kan membaca hanya sebatas kesadaran diri, sebatas pengalaman hidup atau bahkan sekadar “mencicipi luka” berkiprah di literasi. Kan kata orang bijak, luka tidak harus diobati tapi cukup dinikmati rasanya.

 

Maaf nih, sekarang ini banyak orang sok tahu. Bilang membaca tidak penting tapi tidak mau membaca dulu. Bilang taman bacaan tidak penting tapi tidak pernah injak kaki ke taman bacaan. Itu kan sama dengan bilang combro tidak enak tapi tidak pernah tahu rasanya combro. Kitas erring lupa, taman bacaan dan membaca tidak bisa dibahas dengan narasi. Karena hanya bisa jalani dan dinikmati prosesnya. Bila mau bilang kaya itu enak yaharus kaya dulu. Bila mau bilang miskin itu sakit yang pernah miskin dulu. Jangan karena “pintar belajar” lalu gampang bilang apa-apa tidak penting, Jangan karena “otak merasa cerdas” lalu buru-buru bilang tidak penting. Makanya untuk bilang membaca tidak penting ya harus membaca dulu. 

 


Ivan Illich, seorang pemikir radikal dalam bidang pendidikan yang bilang meskipun sekolah sering dianggap tidak penting tapi kita harus melewati sistem sekolah itu sendiri. Pemikiran itu sejatinya hanya untuk menggugah kesadaran kita tentang sekolah bukanlah satu-satunya tempat belajar. Masih banyak alternatif tempat untuk belajar, termasuk pendidikan nonformal seperti taman bacaan, di mana setiap orang memiliki akses ke akses bacaan dan bahan belajar dan dapat berbagi pengetahuan dengan orang lain. Deschooling society, bahwa agen pembelajaran ya diri kita sendiri bukan institusinya. Siapapun bebas mau belajar di mana, mau membaca di mana pun? Karena sekolah atau taman bacaan, bukan satu-satunya tempat belajar tempat membaca.

 

Maka jangan bilang membaca tidak penting sebelum baca dulu. Jangan bilang taman bacaan tidak penting sebelum injak kaki ke taman bacaan. Jangan bilang sekolah tidak penting tanpa mau sekolah dulu. Itu sebuah kesadaran, sebuah perenungan diri.

 

Agar jangan sampai kita menggunakan tangga untuk naik. Tapi begitu sudah berada di atas lalu kita bilang tangga itu tidak penting lalu membuangnya. Karena biar bagaimanapun ilmu butuh akhlak, butuh adab! Salam literasi #TBMLenteraPustaka #CatatanLiterasi #TamanBacaan






Saat Beban Manfaat Pensiun Tumbuh Lebih Cepat daripada Iuran Aktif Peserta, Apa yang Terjadi?

Industri dana pensiun perlu hati-hati. Ketika beban manfaat pensiun tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan iuran peserta. Saat membayar manfaat pensiun ke pensiunan nilainya lebihh besar dari iuran yang diterima. Maka akan terjadi ketimpangan arus kas. Jika iuran peserta tidak bertambah secara proporsional, arus kas keluar (benefit) melebihi arus kas masuk (kontribusi). Kondisi ini akan dapat mengganggu likuiditas dana pensiun, terutama yang masih bergantung pada iuran rutin untuk menutup pembayaran manfaat pensiun. Selain nilai aset kelolaan menurun, beban manfaat pensiun yang tumbuh lebih cepat dari iuran peserta berpotensi besar menggerus Return on Investment (ROI) dan akhirnya terjadi penyesuaian strategi investasi. Karena dalam jangka panjang, bisa menyebabkan underperformance. Maka dana pensiun sangat membutuhkan kepesertaan baru dan iuran aktif peserta tetap lebih besar daripada beban manfaat pensiun yang dibayarkan.

 

Kondisi nyata hari ini, data OJK per Mei 2025 mencatat ROI (Return on Investment) industri dana pensiun nasional sebesar 2,8%, turun dari 3% pada periode yang sama di tahun 2024 lalu. Kondisi terjadi akibat alokasi investasi dana pensiun yang cenderung konservatif.  Per Mei 2025, portofolio dana pensiun sebagian besar terdiri dari instrumen pendapatan tetap seperti Surat Berharga Negara (SBN), obligasi korporasi, dan deposito, yang menyumbang sekitar 82,79 % dari total aset kelolaannya. Pilihan ini mencerminkan pendekatan konservatif dan fokus pada stabilitas likuiditas, tetapi membatasi potensi return yang diterima. Di sisi lain, penurunan yield pasar obligasi dan suku bunga acuan BI di akhir Mei 2025 turut menurunkan yield obligasi pemerintah, sehingga berdampak terhadap return portofolio pendapatan tetap dana pensiun. Dampak yield yang turun belum mampu diimbangi oleh pindah ke instrumen lain karena kebijakan yang masih hati‑hati dan konservatif dalam alokasi aset.

 

Hal yang patut dicermati, justru ada potensi beban manfaat pensiun dibayar meningkat, sementara iuran peserta baru yang melambat. Sebut saja per Mei 2025, beban manfaat pensiun naik 4,6% YoY sementara iuran peserta sukarela hanya tumbuh sekitar 1,9% YoY. Ketidakseimbangan antara liabilitas dan aliran iuran membatasi kemampuan dana pensiun untuk mencapai ROI yang lebih tinggi. Maka mau tidak mau, dana pensiun perlu menggenjot kesepesertaan baru, utamanya DPLK.

 

Harus diakui, tata kelola dan minimnya diversifikasi atas investasi menjadi tantangan tersendiri di dana pensiun. Banyak dana pensiun belum sepenuhnya melakukan optimalisasi tata kelola investasi dan masih bergantung pada pihak ketiga atau portofolio yang terlalu terbatas. Hal ini juga menurunkan potensi return jangka panjang yang seharusnya bisa dikembangkan melalui diversifikasi lebih agresif atau produk investasi alternatif.  Maka dapat dikatakan, turunya ROI dana pensiun hingga Mei 2025 lebih disebabkan industri dana pensiun cenderung menjaga stabilitas dan likuiditas ketimbang mengejar return tinggi. Dengan dominasi instrumen pendapatan tetap dan kondisi pasar keuangan yang belum mendukung, hasil investasi menjadi terbatas.

 


Secara realistis, industri dana pensiun di Indonesia hari ini menghadapi sejumlah tantangan strategis dan struktural dalam menjaga kinerja investasi di tengah dinamika pasar tahun 2025. Penurunan yield instrumen pendapatan tetap masih berpotensi terjadi, sebab mayoritas portofolio dana pensiun masih dialokasikan ke instrumen obligasi dan deposito, terutama SBN. Belum lagi ditambah ketidakseimbangan antara iuran dan kewajiban. Artinya beban manfaat pensiun tumbuh lebih cepat dibandingkan pertumbuhan iuran peserta. Kondisi ini bisa mempersempit ruang manuver investasi karena arus kas cenderung ketat.

 

Belum lagi tingkat literasi peserta dan angka partisipasi yang rendah. Kepesertaan di DPLK masih rendah, terutama dari kalangan pekerja muda dan sektor informal. Akibatnya, aset kelolaan tumbuh lambat dan kontribusi fresh fund terbatas, sehingga diversifikasi investasi menjadi terbatas. Ditambah risiko eksternal dan volatilitas pasar. Dana pensiun yang bersifat jangka panjang, terpaksa tetap konservatif meskipun pasar sedang “tidak sedang baik-baik saja” agar tidak menanggung risiko likuiditas. Karenanya, kapasitas SDM dan tata kelola investasi harus terus dioptimalkan.  Maka ke depan, tantangan utama industri dana pensiun adalah soal ketergantungan pada portofolio konservatif di tengah turunnya yield, minimnya partisipasi peserta baru, serta keterbatasan diversifikasi dan kapasitas investasi.

 

Memang diperkirakan target pertumbuhan aset industri dana pensiun pada 2025 diproyeksikan mencapai 9–11% dari total aset per Mei 2025 sebesar Rp391,33 triliun. Target itu mungkin lebih menyasar ke DPLK, dibandingkan DPPK. Secara estimasi, ROI industri dana pensiun diperkirakann berada di kisaran 4,5% hingga 6%, hingga akhir tahun 2025, bergantung pada pemulihan pasar obligasi dan alokasi aset yang lebih agresif namun terukur. Karenanya, ROI industri dana pensiun diperkirakan masih meningkat namun tetap dalam rentang moderat karena pendekatannya yang konservatif. Hanya yang patut dipikirkan, bagaimana cara membangun kinerja inestasi dana pensiun yang lebih sustainable?

 

Dan lebih penting dari soal investasi, dana pensiun sangat membutuhkan kepesertaan baru dan iuran aktif peserta tetap lebih besar daripada beban manfaat pensiun yang dibayarkan. Salam #EdukasiDanaPensiun #DanaPensiun #YukSiapkanPensiun

 

Senin, 28 Juli 2025

Keren, Hima Elektro Univ. Gunadarma Pasang Listrik Tenaga Surya dan Demo Robot Mini di TBM Lentera Pustaka

Bertajuk “Electical Fun Charity – ELEFUNCH”, Hima Teknik Elektro Universitas Gunadarma (UG) melakukan aksi kepedulian sosial dengan melakukan pemasangan (PLTS) Pembangkit Listrik Tenaga Surya di TBM Lentera Pustaka (26-27 Juli 2025). Dihadiri 67 anak pembaca aktif, 14 wali baca + relawan TBM, orang tua anak, dan 7 mahasiswa KKN dari IPB, berbagai kegiatan digelar Hima Teknik Elektro Universitas Gunadarma yang berkekuatan 30 mahasiswa dengan 1) edukasi dan demo PLTS, 2) pameran Robot Mobil mini dengan sensor cahaya, 3) podcast literasi, dan diakhiri dengan serah terima PLTS + penyerahan plakat kepada TBM Lentera Pustaka.

 

Melalui kegiatan ini, efektif 27 Juli 2025, sistem listrik dan penerangan di Kebun Baca TBM Lentera Pustaka sudah menggunakan tenaga surya. Rekayasa energi matahari untuk menghasilkan daya listrik untuk menyalakan lampu-lampu dan aliran listrik.  Selain menjadi implementasi energi berkelanjutan, PLTS ini juga mengurangi beban biaya listrik minimal Rp. 100.00 per bulan yang selama ini menggunakan listrik PLN.  Hima Elektro UG juga melakukan pengecatan pagar sebagai bentuk peduli terhadap gerakan literasi di Indonsia.

 

“Hima Elektro Universitas Gunadarma senang dapat membantu dan merealisasikan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) di TBM Lentera Pustaka. Selama 2 hari penuh kami berkontribusi untuk taman bacaan. Semoga saja dapat digunakan dengan optimal untuk anak-anak Indonesia yang rajin membaca” ujar koordinator Hima Teknik Elektro UG.

 


“Atas nama TBM Lentera Pustaka, saya mengucapkan terima kasih dan apresiasi yang luar biasa untuk Hima Elektro Universitas Gunadarma. Kami panel tenaga surya tidak murah, maka PLTS ini sangat bermanfaat untuk kelistrikan di TBM Lentera Pustaka, dapat mengurangi biaya listrik per bulan. Inilah bukti kontrbusi mahasiswa UG ke taman bacaan, wujudkan sumber energi terbarukan yang bersih dan berkelanjutan” ujar Syarifudin Yunus, Pendiri TBM Lentera Pustaka dalam rilisnya (28/7/2025).

 

Kerjasama Hima Teknik Elektro UG dengan TBM Lentera Pustaka ini menjadi wujud kolaborasi mahasiswa mendukung aktivitas taman bacaan dan literasi di Indonesia. Selain ramah lingkungan, sistem penerangan tenaga surya ini menjadi contoh “praktik baik” pemanfaatan matahari sebagai energi terbarukan di taman bacaan. Karena energi matahari dapat mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan meminimalkan dampak lingkungan. Hima Teknik Elektro UG telah mengubah listrik PLN menjadi tenaga matahrai dengan daya 1.000 watt di area TBM Lentera Pustaka Bogor.

 

Dengan menggunakan komponen panel surya, baterai, dan kontroler, energi surya akan menjadi sumber utama penerangan malam hari di kebun baca dan rooftop baca. Dengan begitu, TBM Lentera Pustaka ikut menjaga kelestarian lingkungan. Kolaborasi Hima Elektro UG dengan TBM Lentera Pustaka ini bisa menjadi contoh taman bacaan dalam mendukung kemandirian energi secara konkret, di samping menjadi semangat baru meningkatkan aktivitas kegemaran membaca dan literasi di kaki Gunung Salak Bogor. 

 

Selain jadi cermin kiprah positif mahasiswa, energi surya untuk kelistrikan di taman bacaan ini menjadi cermin kepedulian sosial mahasiswa terhadap gerakan literasi akar rumput seperti yang dijalankan TBM Lentera Pustaka. Salam literasi #HimaElektroUG #TBMLenteraPustaka #TenagaSuryaDiTamanBacaan

 




Minggu, 27 Juli 2025

Edukasi Dana Pensiun Jalan Terus?

Apa ada orang yang menjabat top manajemen di suatu perusahaan tanpa latar belakang pendidikan? Jadi pejabat tanpa pelatihan atau keterampilan yang mumpuni? Pertanyaan itu hanya ibarat akan pentingnya peran edukasi di dana pensiun? Coba dilihat deh, industri yang maju dan digemari masyarakat rata-rata telah mengalami “perjalanan panjang” untuk edukasi masyarakat yang menjadi konsumennya. Sebut saja merek the botol, aqua, lampu philips, hingga tolak angin yang menyebut “orang pintar minum tolak angin”.

 

Lalu, bagaimana dengan dana pensiun termasuk Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK)? Apa sudah masih edukasi publik, apa sudah berkelanjutan edukasinya? Kita sudah baca atau belum nih, OJK dan BPS sudah merilis Indeks Literasi dan Inklusi Keuangan Masyarakat sebagai hasil Survei Nasional Literasi Dan Inklusi Keuangan (SNLIK) Tahun 2025. Nah khusus dana pensiun pada SNLIK tahun 2025 ini tingkat literasi dana pensiun berada di level 27,79%, sedangkan tingkat inklusi dana pensiun di 5,37%. Intinya, tingkat literasi dan inklusi dana pensiun menurun. Tingkat literasi turun (2,67%), sedangkan tangkat inklusi dana pensiun turun (0,05%). Dengan begitu, dapat dikatakan dari 10 orang Indonesia, hanya 2,57 orang yang “tahu” dana pensiun dan hanya 0,5 (setengah) orang yang “punya” dana pensiun. Tiap 10 orang Indonesia tidak sampai 1 orang yang punya dana pensiun, begitulah faktanya. Maka edukasi dana pensiun jadi penting!

  

Saat ditanya apa pentingnya edukasi dana pensiun? Saya tegas menjawab, edukasi punya peran penting dalam meningkatkan literasi dana pensiun di kalangan pekerja. Sebaba edukasi terbentuk fondasi kesadaran, pemahaman, dan partisipasi aktif terhadap kepesertaan dana pensiun, yang pada akhirnya dapat menciptakan kemandirian finansial di hari tua dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

 

Patut diingat, tingkat literasi dan inklusi apapun pasti dimulai dari edukasi. Tanpa edukasi, banyak pekerja (pekerja muda dan informal) tidak akan memahami konsep dasar dana pensiun, seperti: kenapa perlu menabung untuk masa tua?, bagaimana mekanisme DPLK atau program pensiun bekerja?, dan apa manfaatnya? Tanpa pemahaman yang baik, mereka tidak akan memiliki kesadaran “membeli” DPLK. Tanpa kesadaran, mereka tidak akan ikut jadi peserta DPLK. Karenanya, edukasi dana pensiun pasti berbanding lurus dengan keputusan membeli atau tidak DPLK.

 


Jangan lupa pula, bila ada orang yang mau menjadi peserta DPLK hari ini, pasti akibat dari edukasi yang berulang-ulang. Karenanya edukasi mendorong kepesertaan dana pensiun. Edukasi jasi sebab literasi meningkat, sehingga pekerja akan lebih siap merencanakan pensiun sejak dini. Mau menyisihkan dana secara disiplin untuk hari tua dan berusaha memahami produk pensiun seperti DPLK. Bila kepesertaan dana pensiun meningkkat maka aset kelolaan pun meningkat, bahkan bisa mengalir ke sektor keuangan dan riil sebagai bukti perekonomian nasioanl bergairah.

 

Hanya karena edukasi yang bisa membuat dana pensiun lebih merata informasinya ke berbagai kalangan pekerja. Dana pensiun jadi lebih inklusif. Sebab edukasi menjembatani segmen pekerja formal dan informal untuk memiliki DPLK. Memperluas partisipasi dana pensiun berarti mendorong inklusi dan pemerataan kesejahteraan. Tanpa edukasi, maka kelompok pekerja  informal pun kian terpinggirkan dan berpotensi menjadi beban negara di masa tua.

 

Mau tidak mau, dana pensiun pasti mengandalkan partisipasi masyarakat. Dana pensiun bisa menadi bagian dari strategi jangka panjang, baik untuk stabilisasi fiskal, pembiayaan pembangunan, dan penguatan daya tahan ekonomi nasional, Semua itu bisa terjadi karena adanya edukasi. Lagi-lagi tanpa edukasi, dana pensiun hanya akan dimanfaatkan oleh kelompok terinformasi bahkan “kaum the have” sehingga malah memperdalam kesenjangan finansial si masyarakat.

 

Maka industri dana pensiun tidak boleh diam. Edukasi dana pensiun harus jalan terus. Berapa rupaih bagusnya pekerja menabung untuk hari tua? Bagaimana memilih arahan investasi? Kapan manfaat pensiun itu dibayarkan? Mengapa harus dana pensiun untuk hati tua? Bisakah menambah iuran? Dan sebagainya. Menjawab semua pertanyaan itu sama artinya dengan edukasi. Maka edukasi adalah kunci utama yang menghubungkan pekerja dengan  dana pensiun. Edukasi yang baik pasti meningkatkan literasi dan akhirnya  menumbuhkan kepesertaan dan aset kelolaan dana pensiun.

 

Jadi setuju nggak, edukasi dana pensiun harus jalan terus? Salam #EdukasiDanaPensiun #EdukasiDPLK #DPLKSAM #YukSiapkanPensiun

Jumat, 25 Juli 2025

Terdaftar di OJK, LSP Dana Pensiun Siap Jalankan Sertifikasi Kompetensi Kerja Sesuai KKNI

Sesuai dengan Surat Tanda Terdaftar Lembaga Sertifikasi Profesi Sektor Jasa Keuangan No: STTD.LSP-03/MS.1/2025 tertanggal 23 Juli 2025, OJK memberikan status terdaftar kepada Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Dana Pensiun sebagai lisensi LSP Dana Pensiun sesuai dengan Keputuasn Ketua BNSP No: KEP.0015/BNSP/I/2023. Dengan demikian, LSP Dana Pensiun resmi terdaftar di OJK.

 

Terdaftarnya LSP Dana Pensiun di OJK menjadi realiasi dari regulasi yang tertuang dalam POJK No. 3 Tahun 2025 tentang Penatalaksanaan Lembaga Sertifikasi Profesi di Sektor Jasa Keuangan, sebuah peraturan yang mengatur tentang bagaimana lembaga sertifikasi profesi di sektor jasa keuangan dikelola dan dijalankan. 

 

Terdaftarnya LSP Dana Pensiun di OJK sangat penting untuk memastikan kredibilitas dan profesionalisme di sektor jasa keuangan, khususnya dana pensiun serta melindungi kepentingan konsumen. LSP yang terdaftar di OJK diwajibkan untuk memenuhi standar tertentu dan diawasi oleh OJK, sehingga menjamin kualitas sertifikasi yang dikeluarkan. Publik harus tahu, beberapa alasan mengapa LSP terdaftar di OJK sangat penting karena 1) meningkatkan kredibilitas dan kepercayaan Sertifikasi dari LSP yang terdaftar di OJK, 2) terpenuhinya standar LSP yang ditetapkan oleh OJK, sehingga sertifikat yang diterbitkan dianggap memiliki nilai dan otoritas yang lebih tinggi, 3) melindungi konsumen dan investor terkait sikap profesional di dana pensiun dengan memiliki kompetensi yang teruji dan memenuhi standar yang ditetapkan, 4) meningkatkan profesionalisme insan dana pensiun melalui sertifikasi sesuai KKNI dan SKKNI Dana Pensiun yang sudah ditetapkan, dan 5) untuk pengawasan dan penegakan hukum terhadap LSP yang terdaftar. 

 


Dengan terdaftar di OJK, LSP Dana Pensiun menyatakan kesiapan untuk menjalankan sertufikasiprofesi dana pensiun sebagaimana diatur dalam SEOJK 12/2025 mengatur tentang sertifikasi kompetensi kerja dan sertifikasi kompetensi selain sertifikasi kompetensi kerja bagi perusahaan perasuransian, lembaga penjamin, dan dana pensiun. Selain itu, untuk mewujudkan amanat POJK No. 34 Tahun 2024 tentang Pengembangan Kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) pada Perusahaan Perasuransian, Lembaga Penjamin, Dana Pensiun, serta Lembaga Khusus Bidang Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun. Agar dapat meningkatkan kualitas SDM di dana pensiun dalam mendukung keberlanjutan bisnis di industri jasa keuangan, terutama di era digital.

 

Sesuai dengan aturan yang berlaku, ditegaskan Perusahaan Perasuransian, Lembaga Penjamin, Dana Pensiun, serta Lembaga Khusus Bidang Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun wajib memiliki SDM yang memenuhi kompetensi yang dibuktikan dengan: a) Sertifikasi Kompetensi Kerja; atau b) sertifikasi kompetensi selain Sertifikasi Kompetensi Kerja yang disetujui oleh Otoritas Jasa Keuangan di bidang perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun.

 

Untuk diketahui, POJK No. 34/2024 tentang Pengembangan SDM di PPDP menegaskan sertifikasi kompetensi kerja (SKK) bidang PPDP hanya diselenggarakan oleh LSP yang terdaftar di OJK. Seperti di dana pensiun maka di LSP Dana Pensiun, bukan lembaga lainnya. Sejak SE OJK 12/2025 tanggal 23 Juni 2025m kompetensi kerja sektor dana pensiun akan mengacu pada KKNI dan SKKNI Dana Pensiun yang berlaku dan dijalaka LSP Dana Pensiun. Selamat LSP Dana Pensiun!

 


Kamis, 24 Juli 2025

Berani Keluar dari Zona Nyaman dan Berkiprah di Taman Bacaan

Di zaman begini, tidak banyak orang yang berani. Berani mengambil risiko, berani keluar dari zona nyaman, bahkan berani mengambil keputusan yang tidak diduga. Berani bukan berarti tanpa khawatir. Berani, bukan tentang menghilangkan rasa takut. Melainkan soal memilih untuk tetap melangkah meski rasa khawatir menyelimuti, tetap berjalan meski rasa takut itu ada.

 

Banyak yang mengira, orang berani adalah mereka yang tidak punya rasa khawatir. Disangkanya berani tidak tanpa rasa takut. Anggapan yang salah, karena khawatir pasti ada pada setiap orang. Rasa takut pun jadi bagian yang tidak terpisahkan dari keberanian itu sendiri. Berani atau takut itu pilihan.

 

Antara berani, khawatir dan takut. Begitulah kita saya merintis TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor pada tahun 2018. Membuat taman bacaan sebagai tempat anak-anak membaca buku, gratis dan butuh komitmen untuk mengelolanya sekalipun di tengah kesibukan bekerja. Takut tidak ada anak yang mau membaca, khawatir biaya operasional dari mana?, takut tidak ada yang membantu, bahkan khawatir apa saya bisa? Maklum karena saya bermukim di Jakarta sementara taman bacaan di kaki Gunung Salak. Pasti ada rasa takut, ada kekhawatiran.

 

Tapi kini setelah 8 tahun berjalan, TBM Lentera Pustaka sudah jadi tempat membaca 223 anak usia sekolah yang berasal dari 4 desa. Tidak kurang 360 orang pengguna dilayani setiap minggunya, dibantu 18 relawan yang luar biasa. Dulunya hanya punya 14 anak dan 1 program, kini berubah menjadi ratusan anak dan 15 program literasi yang dijalankan. Semuanya terjadi karena berani mengambil keputusan, tentu dengan dukungan komitmen dan konsistensi. Menjadikan taman bacaan sebagai warisan untuk umat, sekalipun sebuah jalan sunyi pengabdian.

 


Belajar dan belajar terus. Ketakutan, ternyata hadir setiap kali kita menghadapi ketidakpastian. Saat kita keluar dari zona nyaman, saat masa depan belum jelas, saat kegagalan menjadi kemungkinan. Saat takut, saat khawatir dan saat berpikir plin-plan. Tapi justru di sanalah keberanian lahir: bukan sebagai perasaan, melainkan sebagai keputusan. Berani dan berani, menempuh jalan yang tidak diduga dan mungkin diremehkan banyak orang.

 

Berkiprah di sosial, bahkan mengambil keputusan dalam hidup butuh keberanian. Berani untuk berkata,  “Aku tahu ini menakutkan, tapi aku tetap akan melangkah.” Bukan karena tidak takut, tapi karena keyakinan lebih besar dari keraguan. Bukan tanpa khawatir, tapi bertindak lebih baik daripada berdiam diri.

 

Dalam banyak hal, mereka yang berani adalah mereka yang tidak dikendalikan rasa takut. Mereka tidak menunggu waktu yang sempurna, atau menunggu perasaan tenang yang sepenuhnya datang. Bukan pula menanti waktu yang tepat. Tapi mereka yang memulai dan bergerak, sekalipun jantung berdebar dan pikiran penuh kemungkinan buruk. Apapun khawatirnya, dia tetap melangkah dan memilih untuk tidak berhenti.

 

Belajar dari berkiprah di TBM Lentera Pustaka selama 8 tahun ini, ternyata keberanian bukan tentang tidak merasa takut, bukan pula tidak punya kekhawatiran. Tapi tentang untuk apa kita harus berbuat, untuk siapa kita harus menebar manfaat? Salam literasi #TBMLenteraPustaka #CatatanLiterasi #TamanBacaan




57% Pekerja Muda di Jabodetabek Tidak Tahu Bedanya DPLK vs JHT BPJS

 Saat ditanya ke pekerja muda di Jabodetabek, apakah Anda tahu perbedaan JHT (Jaminan Hari Tua) dari BPJS Ketenagakerjaan dengan DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan)? Ternyata jawabnya, 57% kurang tahu, 31% tahu, dan hanya 12% yang sangat tahu. Artinya adalah pekerja muda pada kelompok “kurang tahu” tidak mungkin membeli dan memiliki DPLK, karena JHT BPJS dianggap dana pensiun. Sedangkan kelompok “tahu” kondisinya belum tentu paham manfaat DPLK dan belum tentu punya sehingga edukasi menjadi kata kunci. Sementara kelompok “sangat tahu”, kondisinya tahu tapi belum tentu punya, tergantung edukasi dan akses. Maka dapat dikatakan 6 dari 10 pekerja muda di Indonesia tidak tahu beda antar DPLK dan JHT BPJS.

 

Begitu salah satu hasil Survei bertajuk “Preferensi Pekerja Muda di Jabodetabek terhadap DPLK” yang dilakukan Syarifudin Yunus, peneliti dana pensiun dari LSP Dana Pensiun (Juli 2025) yang melibatkan 105 pekerja muda di Jabodetabek, dengan komposisi kisaran gaji Rp. 3-5 juta ada 60%, Rp. 5-10 juta ada 25%, dan di atas Rp. 10 juta ada 15%.

 

Lalu, siapa yang dimaksud pekerja muda dalam survei ini? Pekerja muda adalah mereka yang sudah bekerja dan memperoleh gaji saat usianya dianggap muda, dari rentang 20 tahun hingga 40 tahun. Dapat pula dikatakan pekerja uda adalah Gen Z dan Milenial yang sudah bekerja. Sesuai data BPS, saat ini Generasi Z di Indonesia mencapai 74,93 juta jiwa atau 27,94% populasi, sedangkan Milenial jumlahnya sekitar 69,38 juta jiwa atau 25,87% dari populasi. Maka gabungan Gen Z dan Milenial sangat dominan di Indonesia, mencapai 144, 3 juta orang atau 53%dari populasi Indonesia yang jumlahnya 270 juta jiwa.

 

"Saya coba survei di 105 pekerja muda Jabodetabek, hasilnya 6 dari 10 dari mereka tidak bisa membedakan DPLK dengan JHT BPJS. Ini tantangan berat DPLK, edukasi ke pekerja muda yang populasinya sangat besar. Harusnya tahu dulu, baru paham lalu punya DPLK, begitu tahapannya" ujar Syarifudin Yunus, peneliti dana pensiun DPLK SAM saat merilis hasil surveinya hari ini (24/7/2025)

 


Implikasi dari survei preferensi pekerja muda terhadap DPLK ini adalah menekankan pentingya edukasi tentang DPLK ke kalangan pekerja muda, di samping ketersediaan akses digital untuk memudahkan pekerja muda memiliki DPLK. Bila pekerja muda tidak terfasilitasi DPLK, maka berpotensi para pekerja muda akan mengalami masalah keuangan di masa pensiunnya.

 

Berbagai risiko bisa menghantui pekerja muda (Gen Z dan Milenial) di Indonesia bila tidak paham akan pentingnya dan punya dana pensiun. Mulai dari risiko keuangan pribadi, sosial, maupun ekonomi nasional. Beberapa risiko di masa pensiun nbagi pekerja muda yang tidak punya dana pensiun antara lain: 1) kekurangan penghasilan atau dana di usia tua, 2) menurunnya kualitas hidup di masa pensiun, 3) kesulitan membiayai standar hidupnya sendiri, 4) potensi ketergantungan pada anak/keluarga di hari tua, 5) dapat meningkatkan kelompok pensiunan yang rentan, dan 6) berpotensi menjadi beban ekonomi di hari tuanya. Kondisi ini pun semakin berat bila para pekerja muda mengalami masalah kesehatan di masa tua yang jelas membutuhkan biaya sangat besar.

 

Karena itu, menjadi “pekerjaan rumah” bagi pengelola DPLK untuk memberi edukasi kepada pekerja muda yang jumlahnya dominan di Indonesia saat ini untuk lebih paham dan mau memiliki DPLK sebagai program pensiun sukarela yang menjamin kesinambungan penghasilan di hari tua. Karena bila pekerja muda tidak mulai menabung untuk pensiun sejak dini, pasti risiko yang dihadapinya adalah krisis keuangan di hari tua. Pekerja muda yang berjaya saat bekerja namun stress dan kehilangan martabat ketika pensiun.

 

Edukasi sederhana untuk pekerja muda. “Bila kamu tidak menabung Rp300 ribu/bulan sekarang untuk hari tua, maka kamuakan kekurangan Rp1 miliar di saat pensiun.” Untuk apa memiliki gaji di saat mdua dan bekerja tapi tidak menyisihkan sebagian untuk masa pensiun. Jangan sampai memperpanjang anekdot “Generasi Tanpa Pensiun” seperti Generasi X dan Baby Boomer yang sudah sulit di-edukasi akan pentingnya dana pensiun.

 

Bila mau kerja yes, pensiun oke. Maka segeralah miliki DPLK untuk kemandirian finansial di masa pensiun. Salam #SadarPensiun #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DPLKSAM