Rabu, 02 Juli 2025

Bahagia Itu Ada di Taman Bacaan

Setiap orang pasti ingin bahagia, pasti sepakat dong. Hanya saja, tidak sedikit orang yang mencari kebahagiaan di tempat jauh, bahkan bertumpu pada yang mewah-mewah. Terpaksa membandingkan diri dengan orang lain, hanya untuk mengukur kebahagiaan. Bahagia, hanya sebatas pandangan mata. Asal lagi makan enak dan ada di tempat rekreasi dianggap bahagia. Apa iya begitu?

 

Entah kenapa, di zaman begini, bahagia itu jadi sesuatu yang berat. Terlalu kompleks, dan dianggap tidak mungkin hadir dari diri sendiri. Bahagia terlalu bergantung kepada otang lain. Rasa bahagia yang sifatnya personal kini berubah jadi begitu kompetitif. Sering terjebak dalam perlombaan intelektual yang melelahkan. Terpenjara oleh narasi yang dibangun sendiri. Berlomba menjadi yang terpintar, paling berpengetahuan, dan paling kritis. Hingga bahasan soal ijazah palsu yang tidak produktif pun tidak kelar-kelar. Terlalu banyak waktu dan pikiran dilimpahkan untuk hal-hal yang tidak ada manfaatnya. Akhirnya, kita lupa esensi hidup yang sesungguhnya untuk “bahagia” dan “tenang” di hati dan pikiran diri sendiri. Hingga lupa, pintar dan kritis yang tidak membawa kebahagiaan itu hanyalah beban.

 

Shakespeare mengajarkan bahwa kecerdasan tanpa kebahagiaan adalah sia-sia. Terlalu banyak berpikir tentang kompleksitas hidup tanpa mampu menikmati momen-momen sederhana justru akan membawa penderitaan. Bahagia itu tidak harus mewah, tidak harus di tempat jauh bahkan tidak perlu merendahkan orang lain. Bahagia yang sederhana. Untuk menikmati hidup dengan hati yang ringan. Tidak masalah bila tidak mengetahui segala hal asal tetap hati tenang. Tidak masalah dibilang ini itu oleh orang lain asal kiprah dan kebaikan kita tetap berjalan. Tidak masalah tidak disukai oleh beberapa orang asal kita tidak mengganggu mereka. Karena bahagia yang sederhana ada di dalam diri kita, ada pada saat kita mau berbuat baik dan menebar manfaat kepada orang lain.

 


Bahagia yang sederhana. Seperti kiprah driver MOtor BAca KEliling (OBAKE) TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Setiap Minggu keliling kampung untuk menyediakan akses bacaan ke anak-anak yang selama ini tidak punya tempat membaca. Hanya mendekatkan anak-anak dengan buku bacaan. Membaca 200-an buku bacaan dann tikar sebagai alas duduk, MOBAKE tetap konsisten menjalankan misi sosial untuk anak-anak Indonesia. Bahagianya driver motor baca keliling, cukup dengan mengantarkan buku-buku bacaan ke kampung-kampung. Berbagi ceria dan kebahagiaan untuk anak-anak usia sekolah.  Bahagia adqa di dekat kita, ada di taman bacaan, bahkan ada di hati kita. Terkadang, kesederhanaan yang tulus lebih berharga daripada kepintaran yang sombong. Karenanya, berbagi bahagia itulah yang menjadi kecerdasan tertinggi.

 

Untuk bahagia, ternyata sederhana. Konsisten berbuat baik dan menebar manfaat, sekalipun hanya senyuman atau menjalankan motor baca keliling. Menjaga ketenangan dan melatih kesabaran sebagai terapi untuk merawat diri sendiri. Melakukan hal-hal kecil yang disenangi, seperti membaca, mendengarkan musik, atau bersosial. Senantiasa menjaga hubungan baik dengan keluarga dan orang lain. Bahkan mencoba hal-hal baru yang lebih bermanfaat untuk orang lain. Bahagia yang diperoleh dari hal-hal kecil dan sederhana, insya Allah manfaatnya luar biasa dalam kehidupan sehari-hari.

 

Bahagia, tentu bukan di orang lain melainkan di diri sendiri. Menemukan hal-hal sederhana yang ada manfaatnya, mensyukuri hal-hal sederhana dalam hidup, termasuk menikmati secangkir kopi hangat di warung kecil. Jadilah literat dan bahagia di versi terbaik kita sendiri. Bukan apa kata orang lain, Salam literasi! #MotorBacaKeliling #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan



Berhentilah Jadi Orang Baik ke Orang yang Tidak Tahu Diri

Kita kalau sudah tersinggung dengan kata-kata orang, jangankan untuk menyapa memandang wajahnya pun rasanya malas. Apalagi pada orang yang suka merendahkan orang lain, arogan dan cara pikirnya subjektif. Pasti kita benci, benci dan benci.

 

Kenapa harus benci? Sama sekali tidak perlu membenci. Tidak perlu pula merasa tersinggung. Karena kita tidak pernah mampu mengontrol apa yang orang lain katakan. Tidak mampu pula membatasi sikap mereka. Biarkanlah, lebih baik kita terus ikhtiar memperbaiki diri sambil bersikap sabar terhadap orang-orang yang “kelewat batas”.

 

Tidak perlu membenci. Jangan pula rendah diri terhadap orang yang biasa merendahkan kita. ika kita dinilai baik ya syukur. Bila dinilai tidak baik pun tidak apa, terserah mereka. Toh, setiap orang punya peran masing-masing. Bahkan punya jalan masing-masing. Hingga yang menentukan, akhirnya seperti apa?

 

Kita sering lupa. Memaksa diri agar disukai semua orang itu sangat capek. Tapi membenci orang pun sangat melelahkan. Jadi, tidak perlu pusing soal itu. Jadilah diri sendiri walaupun tidak banyak yang menyukai. Sekalipun masih ada orang yang kerjanya merendahkan kita. Tidak masalah, asal tidak usah membenci.

 


Hidup itu sederhana. Hindari orang-orang yang sikapnya buruk. Kerjanya meremehkan orang lain. Jauhi orang yang membuat kita tidak nyaman. Berhentilah untuk menyenangkan  semua orang. Stop bergaul dengan orang yang tidak pernah menghargai kita. Semakin kita menjauhi mereka yang meracuni jiwa, justru kita akan hidup jauh lebih sehat. Sehat dan nyaman itu penting di zaman begini.

 

Jangan membenci, dan biarkan bila ada yang membenci. Kita cukup fokus pada perbuatan baik dan menebar manfaat di mana pun. Tidak usah benci. Karena kebencian itu seperti meminum racun sambil berharap orang lain yang mati. Membenci itu, tidak menyakiti orang yang dibenci. Justru menggerogoti hati, pikiran, dan energi si pembenci.

 

Faktanya, orang yang dibenci selama ini justru tidur nyenyak, tertawa bebas, dan bahkan tidak tahu ada orang yang membencinya. Sedangkan si pembenci, terus-menerus resah, kepikiran, bahkan tersiksa oleh kebenciannya sendiri. Sampai kapan pun, membenci itu bukan kekuatan. Tapi bukti bahwa hatinya bermasalah, pikirannya susah dan mungkin sakitnya belum sembuh.

 

Jadi, kenapa harus membenci? Hindari saja orang-orang yang tidak kita suka. Jauhi orang yang arogan dan subjektif. Katakan padanya, benci sih tidak tapi kalau untuk akrab mohon maaf tidak mau. Terus terang katakan itu. Tapi bila tidak mampu, cukup diam. Karena diam itu sering jadi cara orang sabar saat ia merasa tidak dihargai atau kesal pada orang.

 

Begitulah hasil ngobrolin buku kumpulan cerpen “Gelisah” karya mahasiswa PBSI Unindra dalam mata kuliah Menulis Kreatif bersama dosen pengampu Dr. Syarifudin Yunus, M.Pd. (1 Juli 2025) di Kampus Unindra. Tidak usah membenci, ketika dunia berlari lebih baik aku berhenti.

 

Maka tidak usah membenci. Dan jangan menyesal jadi orang baik. Tapi berhentilah jadi orang baik ke orang yang tidak tahu diri, tidak tahu batas, dan tidak tahu etika. Salam literasi!