Di sebuah kampung kecil yang sederhana, hiduplah tiga sahabat di taman bacaan: Anisa, Putri dan Adiba. Mereka bersekolah di sekolah dasar negeri. Meski berasal dari latar belakang yang berbeda, mereka punya satu kesamaan yang membuat mereka tak terpisahkan: semuanya gemar membaca di taman bacaan.
Anisa adalah siswa kelas 6 SD. Ia
sering membantu ibunya di rumah, tapi setiap malam ia suka membaca buku cerita
bergambar dari taman bacaan. Ia bermimpi suatu hari bisa menyenangkan kedua orang
tuanya.
Putri, anak seorang pekerja sederhana,
sangat menyukai kisah-kisah inspiratif dan biografi tokoh-tokoh besar. Ia
selalu rajin membacanya dan mencatat kutipan atau ide yang menginspirasi.
Bahkan dia punya rak buku khusus untuk membaca di rumah, selain sering ke taman
bacaan.
Adiba adalah anak seorang ibu yang sederhana.
Ia tumbuh melihat bagaimana orang tuanya bekerja keras sehari-hari. Ia gemar
membaca buku apa saja, doseng, kisah relijius, hingga sains. Semua buku bisa
memberi wawasan baginya.
Setiap sore di jam bac ataman bacaan,
ketiganya berkumpul di bawah pohon nangka di kebun baca.. Di sana, mereka membaca
dan bertukar buku, terkadang berdiskusi kecil isi bacaan. Mereka bahkan membuat
klub kecil bernama “Penjelajah Kata”, di mana setiap minggu salah satu dari
mereka bercerita dan bertutur isi buku yang dibacanya.
Namun, suatu hari, bencana datang. Taman
bacaan yang mereka cintai terbakar karena korsleting listrik. Hanya sedikit
buku yang bisa diselamatkan. Wali bacanya di taman bacaan mengabarkan bahwa
akan butuh waktu lama untuk menyiapkan kembali koleksi buku.
Ketiganya sangat terpukul. “Apa kita
harus berhenti membaca?” tanya Anisa lirih.
“Tidak,” jawab Putri mantap. “Pasti
ada caranya.”
“Aku sedih, buku-buku itu belum sempat
dibaca semu” tambah Adiba.
Dan benar saja. Beberapa hari
kemudian, saat membantu wali baca membersihkan Gudang buku, ketiganya menemukan
boks-boks buku di gudang. Dan ada ribuan buku tua yang tertata rapi. Di
dalamnya ada catatan dari pendiri taman bacaan, yang ternyata dulu membangun taman
bacaan untuk masyarakat dan anak-anak akibat tingginya angka putus sekolah. Tapi
tak banyak orang yang mengetahuinya hingga kini.
Anisa segera memanggil Putri dan Adiba.
Ketiganya sangat antusias. Buku-buku di sana sangat beragam: ada novel, ada
dongeng, ada pula ensiklopedia berbahasa asing. Mereka sepakat untuk
membersihkan dan merawat tempat itu bersama-sama. Mereka lebih seringberada di gudang
buku. Membaca sambil merawat buku-buku yang tersisa.
Hari-hari mereka berubah. Mereka
membaca lebih banyak, berdiskusi lebih dalam, dan mulai mengundang teman-teman
mereka ke taman bacaan. Beberapa anak awalnya menolak, tapi lama-kelamaan ikut
tertarik setelah mendengar antusiasme mereka.
Tahun-tahun berlalu.
Anisa, berbekal ilmu dari buku-buku yang
dibacanya, berhasil membuat pupuk organik sendiri dan mengembangkan sistem
tanam tumpangsari yang meningkatkan hasil panen. Ia kemudian mendapat beasiswa
kuliah dan pulang untuk membangun koperasi tani modern.
Putri menulis buku pertamanya di usia
17 tahun. Buku itu tentang perjalanan menemukan bbuku-buku rahasai dan
pentingnya membaca sejak dini. Buku itu menjadi inspirasi di banyak sekolah dan
membuatnya diundang bicara ke berbagai kota. Ia kini menjadi penulis dan
pembicara nasional.
Adiba, si calon pengusaha, mulai
menjual sayuran hasil panen lewat platform digital kecil yang ia buat sendiri.
Bisnisnya berkembang. Ia kini punya jaringan UMKM yang menjual produk desa ke
kota-kota besar. Ia tetap membawa buku catatan yang dulu ia pakai waktu kecil.
Mereka tidak pernah melupakan Gudang buku
yang jadi tempatnya mencintai buku bacaan. Kini, tempat itu telah direnovasi
menjadi taman bacaan yang besar, dengan koleksi yang semakin lengkap. Anisa, Putri,
dan Adiba mengelolanya bersama secara sukarela, dengan wali baca dan relawan. Setiap
minggu mereka mengadakan acara membaca untuk anak-anak di kampungnya. Hingga
kini dan entaha sampai kapan …?
Dari kisah tiga sahabat, ternyata kebiasaan
membaca bukan hanya memperluas wawasan, tetapi juga membentuk karakter dan masa
depan. Anak-anak yang tekun membaca sejak dini akan tumbuh menjadi pribadi yang
kreatif, kritis, dan penuh semangat untuk membawa perubahan. Untuk dirinya
sendiri, keluarga, dan lingkunganya. Jadi, kenapa kita masih belum mau membaca?
#TBMLentetraPustaka #TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar