Membiarkan anak main gadget sepanjang hari, tanpa ada nasihat tanpa ada larangan. Apa yang akan terjadi? Anak akan tumbuh dalam simulasi, dalam spekulasi. Bersama gadget, tinggal mengetik latar dengan jarinya. Semuanya ada dan bergerak tanpa si anak tahu dari mana asalnya, apa manfaatnya?
Sementara saat membaca buku, si anak
mampu membangun hutan di kepalanya. Iya belum pernah lihat harimau tapi bisa
merasakan bersembunyi di semak-semak. bersama buku, anak tumbuh imajinasi dan
mampu merasakan apa yang belum pernah dialaminya sekalipun.
Anak yang tumbuh bersama buku, dia
mampu membaca dunia sebelum takut menjalaninya. Iya belajar tidak semua
pertanyaan harus dijawab dengan cepat. Tidak semua ras a pula harus diungkapkan
di-scroll ke atas atau bawah. Biarkan tanya dan rasa bersemayam dalam pikiran
tumbuh menjadi imajinasi.
Sementara anak yang tumbuh bersama
gadget, makin tahu hiburan bisa diperoleh dalam sekejap. Ramai hanya sebatas di
dunia maya. Tapi ketika malam dan sunyi datang, ia tidak tahu harus bicara
dengan siapa. Karena dia asing pada dirinya sendiri. Terlalu banyak gadget,
hingga lupa potensi dan jati dirinya sendiri. Terlalu banyak bergaul dengan
dunia Maya, dunia yang semu dan penuh kamuflase.
Sulit dibantah, anak yang dekat dengan
buku. Pasti belajar untuk mengenal dirinya, memilih bacaan yang cocok untuk
dirinya. Baca dan tahu bahwa berbeda itu bukan kesalahan tapi cara untuk tumbuh
ke depan. Sementara anak yang jauh dari buku, akrabnya dengan gadget, pasti
gampang menilai orang lain tapi sulit memahami dirinya sendiri. Tidak pernah
menjelajah cerita dari buku, tahu sedikit bicaranya banyak.
Tidak sedikit yang menganggap perilaku
membaca itu kuno. Sementara gadget sudah bisa membuat semuanya ada dan gampang.
Kita lupa, membaca itu proses yang memungkinkan seseorang untuk tidak langsung
menerima informasi begitu saja. Melainkan mencari tahu: siapa yang menulis, apa
tujuannya, dan bagaimana jalan ceritanya? Membaca yang jadi perjalanan batin
untuk diri sendiri, bukan untuk menilai orang lain.
Dunia hari ini sudah gila. Dipenuhi
oleh opini, narasi sepihak, dan berita yang dibingkai untuk “framing” dan
membentuk persepsi tertentu. Apalagi netizen yang sudah tidak bisa membedakan
mana yang baik mana yang buruk. Sudah tidak tahu lagi mana esensi mana
seremoni? Kamuflase jadi perisai ketika omongnya baik tapi aksinya kosong.
Wajar, tanpa membaca siapapun menjadi mudah dimanfaatkan, termasuk oleh gadget.
Karena tidak tahu, apa yang tampak benar belum tentu benar, dan yang terlihat
salah belum tentu salah. Maka, bacalah!
Membaca itu bukan untuk pintar apalagi
sukses. Karena membaca itu bentuk pembebasan intelektual dari doktrin-doktrin
dunia maya dan narasi yang tidak sepenuhnya benar. Buku itu bukan untuk mengisi
waktu. Tapi untuk perilaku untuk membebaskan diri dari pengaruh buruk
lingkungan. Membaca dan buku bukan hanya mengajak untuk tahu dan paham, tapi
mampu menentukan sikap atas dasar kesadaran diri.
Membaca dan buku, boleh saja
ditinggalkan orang. Tapi kita harus tahu, tanpa membaca, masyarakat dan
anak-anak akan tumbuh tidak sehat, kehilangan jati diri, dan hanya jadi beban
bagi dirinya sendiri dan orang lain. Sulit menerima realitas, kerjanya membandingkan
diri dengan orang lain yang berujung keluh-kesah. Semuanya terjadi karena
kurang baca dan terlalu banyak bergaul dengan gadget.
Dan jangan lupa, membaca itu berarti
kita sedang mencari kebenaran yang terus-menerus, bukan hanya menerima begitu
saja. Tanpa tahu asal-usulnya, tanpa tahu siapa yang menulis dan sumbernya.
Selamat membaca!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar