Kajian dan informasi tentang tingkat penghasilan pensiun (TPP) atau replacement rate pensiunan di Indonesia tergolong langka. Hampir tidak ada acuan yang baku tentang seberapa besar penghasilan di masa pensiun yang pas untuk orang Indonesia? Tidak ada pula “angka nyata” rata-rata secara agregat yang diterima oleh pensiunan di Indonesia saat ini. Belum lagi bila dikaitkan dengan alasan subjektif yang menyatakan kebutuhan biaya dan rumah tangga setiap orang berbeda-beda, standar hidup berbeda, dan tingkat konsumsi bulanan pun berbeda. Oleh karena itu, patokan tingkat penghasilan pensiun hanya dapat diprediksi berdasarkan data-data yang ada.
Bila kita sebagai pekerja formal, dengan
asumsi hanya memiliki program pensiun wajib (seperti: Jaminan Hari Tua dan
Jaminan Pensiun dari BPJS Ketenagakerjaan) dan memiliki gaji terakhir sebelum
pensiun Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) per bulan, maka diprediksi
tingkat penghasilan pensiun (TPP) yang diperoleh hanya 10% dari gaji terakhir
atau sebesar Rp. 1.000.000,- (satu juta rupiah) per bulan tanpa diketahui akan
berlangsung berapa lama terjadi setelah pensiun. Angka TPP ini hanya membandingkan
gaji terakhir sebelum pensiun dengan tingkat penghasilan yang diperoleh dari
program pensiun wajib sebagai manfaat pensiun setelah si pekerja pensiun. Hal
ini berarti, seorang pekerja dengan gaji terakhir Rp. 10.000.000,- (sebelum
pensiun) hanya akan ter-cover biaya hidupnya di masa pensiun sebesar Rp.
1.000.000,- (setelah pensiun) atau terjadi penurunan penghasilan sebesar 90%
dari gaji terakhir.
Sementara
itu, setelah memawancarai 20 pensiunan di Jakarta, untuk mengetahui berapa
besaran kebutuhan biaya hidup di masa pensiun (dengan perkiraan gaji terakhir
Rp. 10.000.000,- per bulan), maka diperoleh infomrasi pengeluaran bulana
pensiunnan yang terdiri dari: makan, belanja bulanan, biaya air + listrik,
internet, gaya hidup, asuransi kesehatanm dqan lain-lain diperoleh jumlah
kebutuhan bulanan pensiunann sebesar Rp. 5.600.000,- (lima juta enam ratus ribu
rupiah) per bulan). Maka bila dikalkulasi secara aktual, tingkat penghasilan
pensiun (TPP) pensiunan di Indonesia terjadi kesenjangan atau kekurangan
sebesar Rp. 4.600.000,- (empat juta enam ratus ribu rupiah) atau kurang 46%
dari gaji terakhir (lihat). Dengan demikian, dapat dikatakan tingkat penghasilan
pensiun (TPP) pekerja formal di Indonesia saat ini mengalami kekurangan 46%
dari gaji terakhir. Kondisi ini tentu menjadi sebab pensiunan gagal
mempertahankan standar hidup di hari tua, di samping mengalami masalah keuangan
di masa pensiun.
Informasi tentang tingkat
penghasilan pensiun (TPP) harus dipahami sebagai data untuk memproyeksikan
keadaan pensiunan di Indonesia dari segi ketersediaan finansialnya. Melalui TPP,
harapannya dapat membangun kesadaran akan pentingnya mempersiapkan masa pensiun
atau hari tua, di samping perlunya pengelola dana pensiun seperti DPLK menyusun
langkah strategis untuk meningkatkan TPP pekerja atau orang Indonesia. Dalihnya
sederhana, bila ingin kepesertaan dana pensiun meningkat dan aset kelolaan
bertumbuh signifikan maka harus dilakukan perubahan pola edukasi, pemasaran,
dan ketersediaan akses digital dana pensiun kepada masyarakat. Karena hampir tidak
mungkin, peserta dan aset kelolaan dana pensiun di Indonesia tumbuh signifikan
tanpa adanya perubahan pola edukasi, pemasaran, dan ketersediaan akses digital dana
pensiun.
Nah mari kita bertanya, berapa
kebutuhan biaya hidup kita di saat pensiun nanti? Salam literasi #YukSiapkanPensiun
#EdukasiDanaPensiun #DPLKSAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar