Lagi hangat-hangatnya terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pekerja akhir-akhir ini. Mulai dari Sritex, Sanken Indonesia, Yamaha Music Indonesia, Sepatu Puma, Yihong Novatex Indonesia, dan masih banyak lagi. Faktanya, PHK bisa terjadi kapan saja. Entah sebab kondisi ekonomi yang kian berat, kompetisi yang ketat atau kepentingan efisiseni perusahaan. PHK memang sulit dihindari atas alasan apapun.
Tapi penting dipahami, PHK tidak bisa dilakukan sembarangan. Selagi bisnis
masih bisa dijalakan, PHK adalah pilihan terakhir yang ditempuh Perusahaan. Tapi
bila harus terjadi, PHK sama sekali tidak boleh merugikan pekerja. Hak-hak
pekerja harus dibayarkan. Mulai dari uang pesangon, uang penghargaan masa kerja,
dan uang penggantian hak termasuk THR (Tunjangan Hari Raya) bila PHK terjadi jelang
lebaran. Karena itu, pekerja harus paham hak-hak yang harus diterimanya akibat
PHK. Terlepas dari persoalan bisnis yang dihadapi perusahaan, bila PHK terjadi,
maka pekerja harus tahu aturan mainnya apalagi perusahaan.
Soal PHK, dengan tegas diatur dalam UU No. 6/2023 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta
Kerja menjadi Undang-Undang (31 Maret 2023) dan PP No. 35/2021 tentang
Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat,
dan Pemutusan Hubungan Kerja pada pasal 40 ayat 1) ditegaskan bahwa, “Dalam
hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja, Pengusaha wajib membayar uang pesangon
dan/atau uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak yang seharusnya
diterima“. Artinya, perusahaan atau
pemberi kerja punya kewajiban untuk
membayar uang pesangon (UP), uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan
uang penggantian hak (UPH) kepada pekerja sesuai aturan yang berlaku. Acuan
uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja, sesuai regulasi yang berlaku,
mengacu pada 1) masa kerja dan 2) alasan terjadinya PHK. Misalnya, pekerja
dengan masa kerja 20 tahun dan alasan di-PHK karena Perusahaan tutup akibat
kerugian, maka hitungannya dapat dilihat di PP 35/2021. Itulah yang disebvut
ketentuan pembayaran uang pesangon.
Untuk itu, pekerja harus memahami tentang sebab
terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK). PHK adalah pengakhiran hubungan
kerja antara Perusahaan dan pekerja, atas sebab apapun. Sebab PHK inilah yang
menjadi “penentu” besaran uang pesangon pekerja. Pada PP 35/2021 ditegaskan,
setidaknya ada 21 (dua puluh satu) sebab
terjadinya PHK, yaitu:
1.
Perusahaan
melakukan penggabungan, peleburan atau pemisahan Perusahaan.
2.
Pengambilalihan
perusahaan.
3.
Perusahaan
melakukan efisiensi untuk mencegah terjadinya kerugian.
4.
Perusahaan
tutup akibat kerugian.
5.
Perusahaan
tutup bukan akibat mengalami kerugian.
6.
Perusahaan
tutup akibat keadaan memaksa (force majeure).
7.
Keadaan
memaksa (force majeure) yang tidak mengakibatkan perusahaan tutup.
8.
Perusahaan
dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang akibat perusahaan mengalami
kerugian.
9.
Perusahaan
dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang bukan karena perusahaan mengalami
kerugian.
10.
Perusahaan
pailit.
11.
Adanya
permohonan Pemutusan Hubungan Kerja yang diajukan oleh Pekerja/Buruh dengan
alasan Pengusaha melakukan perbuatan seperti menganiaya, menghina secara kasar,
atau mengancam Pekerja/ Buruh, membujuk, menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dsb.
12.
Adanya
putusan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang menyatakan
Pengusaha tidak melakukan perbuatan seperti menganiaya, menghina secara kasar,
atau mengancam Pekerja/ Buruh, membujuk, menyuruh Pekerja/Buruh untuk melakukan
perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, dsb.
13.
Pekerja/Buruh
mangkir selama 5 (lima) hari kerja atau lebih berturut-turut tanpa keterangan
secara tertulis yang dilengkapi dengan bukti yang sah dan telah dipanggil oleh
Pengusaha 2 (dua) kali secara patut dan tertulis.
14.
Pekerja/Buruh
melakukan pelanggaran ketentuan yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan,
atau Perjanjian Kerja Bersama dan sebelumnya telah diberikan surat peringatan
pertama, kedua, dan ketiga secara berturut-turut.
15.
Pekerja/Buruh
melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan
Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
16.
Pekerja/Buruh
tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang
berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.
17.
Pekerja/Buruh
tidak dapat melakukan pekerjaan selama 6 (enam) bulan akibat ditahan pihak yang
berwajib karena diduga melakukan tindak pidana.
18.
Pekerja/Buruh
mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak
dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.
19.
Pekerja/Buruh
mengalami sakit berkepanjangan atau cacat akibat kecelakaan kerja dan tidak
dapat melakukan pekerjaannya setelah melampaui batas 12 (dua belas) bulan.
20.
Pekerja/Buruh
memasuki usia pensiun.
21.
Pekerja/Buruh
meninggal dunia.
Karenanya, pekerja harus
paham 21 sebab terjadinya PHK di atas. Bila salah satu sebab itu terjadi, maka setiap
pekerja berhak mendapatkan pembayaran hak-hak atas: a) uang pesangon, b) uang
penghargaan masa kerja (UPMK), dan c) uang penggantian hak (UPH) seperti cuti
tahunan dan biaya ongkos.
Lalu, bagaimana
bila perusahaan sudah mendanakan uang pesangon melalui dana pensiun? Pada Pasal
58 PP 35/2021 ditegaskan pada ayat 1) bahwa “pengusaha yang mengikutsertakan
pekerja dalam program pensiun sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di
bidang dana pensiun, iuran yang dibayar oleh pengusaha dapat diperhitungkan
sebagai bagian dari pemenuhan kewajiban pengusaha atas uang pesangon dan uang
penghargaan masa kerja serta uang pisah akibat PHK. Selanjutnya, ayat 2)
menyebut "jika perhitungan manfaat dari program pensiun lebih kecil
daripada uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja serta uang pisah, maka
selisihnya dibayar oleh pengusaha". Dan ayat 3) menyebutkan lagi,
"pelaksanaan ketentuan dalam Pasal 58 ayat 1 tersebut diatur di dalam
Peraturan Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama".
Tentu, besaran Uang
Pesangon (UP) setiap pekerja berbeda-beda. Selain masa kerja dan besaran upah,
uang pesangon juga ditentukan oleh sebab PHK atau berhenti bekerjanya.
Misalnya, berhenti bekerja atas sebab pensiun, pekerja akan mendapatkan hak 1,75
kali ketentua UP. Bila meninggal dunia mendapat 2 kali ketentu UP. Atau bila
sebab akuisisi mendapat 1 kali ketentuan UP. Mengenai besaran UP ini, silakan
dicek aturan yang berlaku di PP 35/2021.
Perusahaan juga
harus paham. Pesangon adalah tanggung jawab perusahaan kepada pekerja. Oleh
karena itu, perusahaan atau pemberi kerja yang melakukan PGK harus membayar
uang uang pesangon, uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian yang
menjadi hak pekerja. Besaran uang pesangon ada aturannya, tidak boleh
seenak-enaknya. Bahkan jangka waktu pembayaran uang pesangon pun harus ditentukan,
tidak boleh di-PHK dulu lalu uang pesangon akan dibayar 3 bulan lagi, apalagi
dicicil.
Agar PHK tidak
menjadi “menambah beban” perusahaan di saat bisnis mengalami masalah, maka
penting bagi Perusahaan untuk memiliki program pensiun khususnya yang didedikasikan untuk pembayaran uang pesangon-pensiun
atau disebut kompensasi pascakerja. Tujuannya untuk menyiapkan pembayaran uang pesangon
atau pensiun pekerja pada sewaktu-waktu terjadi. Salah satu cara yang bisa
ditempuh adalah mulai mendanakan uang
pensiun atau pesangon pekerja melalui DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Karena DPLK merupakan “kendaraan” yang paling pas untuk
mempersiapkan uang pensiun atau pesangon pekerja. Karena uang pesangon atau
uang pensiun adalah hak pekerja dan harus dibayarkan oleh perusahaan saat waktnya
dibutuhkan, saat berajhirnya hubungan kerja.
Maka sekali lagi, pekerja harus paham hak-haknya bila terjadi PHK, karena
uang pesangon dan uang pensiun ada aturannya. Bila PHK tidak bisa lagi
dihindari, maka pembayaran uang pesangon harus sesuai aturan yang berlaku. Hak
pekerja harus mendapat prioritas untuk dibayarkan. Salam #YukSiapkanPensiun
#EdukasiDanaPensiun #DanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar