Survei Persepsi dan Kepemilikan Dana Pensiun di kalangan generasi milenial cukup mengejutkan. Hasilnya, 86 persen generasi milenial tidak punya dana pensiun (DPLK) sehingga hari tuanya terancam bermasalah keuangan. Berpotensi besar, generasi milenial tidak mampu mencukupi biaya hidupnya sendiri di masa pensiun. Survei yang dilakukan edukator dana pensiun ini, Syarifudin Yunus, meilbatkan 80 pekerja milenial di Jakarta pada Desember 2024 lalu.
Generasi milenial, yang
lahir pada kisaran tahun 1980 hingga 2000-an ternyata belum memahami manfaat
dana pensiun (DPLK). Sekalipun sudah bekerja, masih banyak generasi milenial
yang tidak tahu dana pensiun. Milenial yang dikenal bersikap idealis, ambisius,
dan punya obsesi bisnis yang tinggi, akan tetap sebagian besar belum mempersiapkan
dana pensiunnya sendiri. Dalam survei persepsi dana pensiun di kalangan
milenial, terbukti 61%
responden generasi milenial tidak tahu tentang dana pensiun, sedangkan yang
tahu dana pensiun mencapai 39%. Tingkat pengetahuan dan pemahaman generasi milenial
tentang dana pensiun masih sangat rendah.
“Padahal banyak pekerja milenial di era sekarang, ternyata 6
dari 10 milenial tidak tahu ap aitu dana pensiun? Karenanya sangat penting
dilakukan edukasi dan sosialisasi tentang dana pensiun ke pekerja generasi
milenial. Tahu saja belum, apalagi memiliki dana pensiun. Cukup memprihatinkan perencanaan
hari tua di kalangan milenial” ujar Syarifudin Yunus, asesor kompetensi BNSP di
LSP Dana Pensiun dalam rilisnya (24/02/2025).
Akibat ketidak-tahuan itulah, 86%
generasi milenial yang bekerja belum memiliki dana pensiun seperti DPLK. Hanya
14% pekerja generasi milenial yang sudah memiliki dana pensiun. Hal ini
berarti, hanya 1 dari 10 generasi milenial yang memiliki dana pensiun atau DPLK.
Di satu sisi, masih ada potensi pasar danapensiun yang besar di di kalangan
generasi milenial. Tapi di sisi lain, kondisi ini menunjukkan kurangnya edukasi
dana pensiun di kalangan milenial. Menariknya dari penelitian ini, generasi
milenial ternyata memiliki ketertarikan untuk memiliki DPLK sebagai perencanaan
hari tua. Ada 78,5% generasi milenial mau atau bersedia membeli program DPLK
secara mandiri, sekalipun tidak diikutkan dari kantor tempatnya bekerja. Hanya
21,5% generasi milenial yang bekerja menggantungkan dana pensiun kepada kantornya.
Berarti, generasi milenial sangat peduli terhadap kemudahan akses secara
digital untuk bisa membeli DPLK. Inilah tantangan industri DPLK di Indonesia.
Saat ditanya, apakah
generasi milenial mengandalkan dana pensiun dari kantor tempatnya bekerja? Jawabnya,
80% generasi milenial menjawab “tidak”, sementara 25% milenial menjawab “iya”. Hal
ini berarti, keputusan untuk memiliki DPLK pada generasi milenial merupakan
keputusan personal, yang tidak bergantung kepada kantor tempatnya bekerja. Maka
untuk meningkatkan kepemilikan generasi milenial terhadap DPLK sangat
dibutuhkan edukasi dan kemudahan akses DPLK.
Persepsi dan kepemilikan generasi
milenial terhadap DPLK sangat dipengaruhi oleh 1) ketidak-tahuan tentang DPLK,
2) kurangnya edukasi DPLK kepada generasi milenial, dan 3) tidak tersedianya
akses membeli DPLK yang mudah. Hal ini menjadi penyebab utama kurangnya
kepemilikan DPLK di kalangan generasi milenial. Asumsi yang menyatakan dana
pensiun sebaiknya disediakan oleh kantor tempat bekerja pun terbantahkan di generasi
milenial, karena generasi milenial mau membeli DPLK secara individual atau
mandiri.
Hasil penelitian tentang persepsi dan
kepemilikan generasi milenial terhadap DPLK yang tergolong rendah menegaskan
pentingnya edukasi dan sosialisaisi DPLK kepada generasi milenial. Tingkat
persepsi generasi milenial terhadap DPLK dipengaruhi oleh berbagai aspek,
seperti: 1) pemahaman akan pentingnya dana pensiun, 2) budaya dan gaya hidup generasi
milenial, 3) edukasi dan sosialisasi DPLK yang tergolong rendah di generasi
milenial, 4) tingkat literasi dana pensiun, dan 5) kemudahan akses membeli
DPLK. Sebagian besar generasi milenial beranggapan
DPLK seperti tabungan biasa, bukan tabungan untuk hari tua. Untuk itu, edukasi yang
tepat sangat diperlukan dalam pengembangan kepesertaan DPLK di kalangan
generasi milenial. Terbukti di kalangan generasi milenial, pensiun bukanlah
soal waktu atau usia melainkan soal kemandirian finansial. Maka DPLK seharusnya
diposisikan sebagai kesinambungan penghasilan untuk hari tua, untuk memenuhi kebutuhan
finansial di saat tidak bekerja lagi, seperti biaya makan, biaya pendidikan, tagihan
bulanan, dan kesehatan.
Berdasarkan penelitian ini, dapat
dinyatakan 1) generasi milenial punya “minat” terhadap DPLK sebagai solusi
perencanaan masa pensiun dan 2) generasi milenial memiliki konsen soal edukasi
dan akses membeli DPLK secara online. Edukasi DPLK sangat penting untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman generasi milenial tentang dana pensiun. Generasi
milenial pun mau membeli DPLK secara individual melalui akses digital. Dengan
demikian, tingkat literasi akan berbanding lurus dengan tingkat inklusi DPLK di
kalangan generasi milenial. Berbagai masukan terhadap pengelola DPLK
disampaikan generasi milenial dalam penelitian ini, diantaranya: 1) pengelolaan
DPLK harus bertanggung jawab karena menyangkut uang pensiun, 2) membuat promosi
DPLK yang sesuai kelompok usia, 3) hasil investasinya harus optimal karena
bersifat jangka panjang, 4) pelayanan harus berkualitas, dan 5) mempermudah proses
pembayaran manfaat kepada pesertanya. Sosialisasi DPLK yang lebih intensif juga
perlu dilakukan kepada generasi milenial. Saat ini tidak ada edukasi atau
sosialisasi yang terencana berkaitan dengan DPLK untuk generasi milenial.
Sesuai dengan Peta Jalan Dana Pensiun 2024-2028
yang ditetapkan OJK, maka upaya memengaruhi persepsi dan kepemilikan DPLK di
kalangan generasi milenial harus dilakukan secara signifikan. Tidak akan pernah
ada generasi milenial membeli DPLK bila tidak tahu manfaatnya, tidak tahu
caranya. Maka hanya edukasi yang mampu mengubah persepsi generasi
milenial akan pentingnya DPLK. Bila sudah paham, maka harus didukung oleh
kemudahan akses digital untuk membeli dana pensiun DPLK.
Persepsi generasi milenial terkait dana pensiun masih tergolong
rendah, karena 61% milenial tidak tahu tentang dana pensiun. Akibatnya, 86%
generasi milenial yang bekerja belum memiliki dana pensiun. Tingkat kepemilikan
atau kepesertaan dana pensiun di kalangan generasi milenial tergolong sangat
rendah. Dapat dikatakann hanya 1 dari 10 generasi milenial yang memiliki dana
pensiun. Sebagai perencanaan hari tua, 78,5% generasi milenial mau membeli
program dana pensiun secara individual, bukan diikutkan kantornya. Persepsi dan
kepemilikan generasi milenial terhadap dana pensiun sangat dipengaruhi oleh 1)
ketidak-tahuan manfaat dana pensiun, 2) kurangnya edukasi dana pensiun kepada
generasi milenial, dan 3) tidak tersedianya akses membeli dana pensiun yang
mudah. Agar generasi milenial tetap sejahtera di hari tuanya. Salam
#YukSiapkanPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar