Setiap orang sejatinya terlahir untuk jadi pemimpin. Minimal memimpin dirinya sendiri atau keluarganya. Namun, untuk menumbuhkan sifat kepemimpinan yang kuat sama sekali tidak mudah. Maka jangan anggap enteng jadi pemimpin, di mana pun.
Bila ada pemimpin
yang arogan dan subjektif, bisa jadi dia bukan pemimpin. Salah pilih atau
organisasi hanya dijadikan alat untuk dirinya sendiri. Alat untuk bergaul, alat
untuk menabur sikap arogansi kekuasaan. Bertindak semena-mena, merendahkan
orang lain hingga akhirnya lupa diri. Memangnya siapa dia sebelum jadi
pemimpin?
Di alam demokrasi
sekarang ini, pemimpin harus aspiratif bukan subjektif. Negara harus mau
mendengarkan suara hati rakyatnya. Harus menerima realitas kampanye
#KaburAjaDulu, #IndonesiaGelap, dan sebagainya. Sebagai wujud kontrol dan
aspirasi terhadap pemimpin. Untuk tidak keluar dari visi-misi dan harapan
rakyat. Begitu pula halnya di organisasi, aspirasi anggota harus jadi acuan
pemimpinnya. Bukan si pemimpin yang berpikir sendiri, bertindak sendiri lalu
mengabaikan etika dan akal sehat dalam berorganisasi.
Pemimpin harus
aspiratif, dan mau menerima perbedaan sebagai realitas. Bukan malah bertindak
subjektif, bahkan membungkam sambil mempertontonkan kekuasaannya. Seperti
contoh dalam gambar, pemimpin yang semena-mena membuat SK. Satu sisi, disuruh
publikasi tapi di sisi lain, membungkam tidak boleh apa-apa. Sederhana saja,
memangnya pemimpin itu siapa? Sudah mampu apa dan sekolahnya di mana?
Maka, bila tidak
bisa menerima kritik dan perbedaan ya jangan jadi pemimpin. Bila tidak bisa
bersikap bijak ya jangan jadi pemimpin. Bila tidak mau mengalah, jangan
memimpin. Bila kerjanya hanya mencari kesalahan orang ya jangan memimpin. Itu
semua salah besar jadi pemimpin.
Jadi pemimpin
memang gampang. Saat mau "nyalon" tinggal bikin pencitraan, lalu
melobi orang-orang yang dianggap berpengaruh. Namun setelah itu, si pemimpin
terlihat aslinya yang arogan dan subjektif. Maka di situ, baru melihat kualitas
si pemimpin.
Jika tidak tahu
artinya kolaborasi ya jangan memimpin. Bila tidak paham berorganisasi ya
belajar, jangan jadi pemimpin. Jika tidak mampu memahami aspirasi orang banyak
ya jangan jadi pemimpin. Bila tidak terbiasa berbeda pendapat pun ya kerja
saja, jangan jadi pemimpin. Terus bila sudah jadi pemimpin, memang prestasinya
apa?
#KaburAjaDulu,
bila tahu dan berhadapan dengan pemimpin yang tidak becus. Pemimpin yang
bersikap arogan dan subjektif. #KaburAjaDulu, daribowmimpin yang tidak tahu
arti kolaborasi, tidak paham independensi. Pemimpin yang tidak tahu diri,
jarang bergaul dan terlalu "receh" dalam menjalankan visi organisasi,
lebih baik #KaburAjaDulu. Bersikap terhadap pemimpin yang arogan dan subjektif
jauh lebih penting dari sekadar fakta.
Jadi pemimpin,
berorganisasi sangat membutuhkan kedewasaan dan kematangan berpikir dan
bersikap elegan. Karena memimpin adalah bagian dari proses membentuk karakter,
melatih kesesuaian etika dan logika. Ketika sikap arogan dan subjektif
berlebihan, maka jangan jadi pemimpin atau #KaburAjaDulu.
Ternyata memang,
memimpin tidak mudah. Butuh sikap bijak, di samping pengalaman yang memadai dan
mentalitas yang mumpuni. Harus bisa menerima perbedaan dan aspiratif. Seperti
kata pepatah, 'pelaut yang hebat tidak terlahir dari laut yang tenang, tapi lahir
dari laut yang penuh dengan ombak dan badai'.
Memimpin, bukan
hanya butuh ambisi untuk menunjukkan arogansi dan subjektivitas. Tapi harus
tahu diri dan bertindak objektif soal apapun dan kepada siapapun. Itulah
pemimpin dengan harga yang tinggi. Salam literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar