Saat tim MOtor BAca KEliling (MOBAKE) TBM Lentera Pustaka usai menjalankan aktivitas sediakan akses bacaan di Kp. Gadog Tengah Desa Sukajadi di kaki Gunung Salak, mampir sejenak di daerah tamansari untuk membaca buku di tengah jalan. Berfose ria sambil diskusi sejenak. Hingga sampailah pada simpulan, akan pentingnya memperhatikan 3 (tiga) hal dalam hidup. Yaitu satu, jangan berlarut-larut dengan masa lalu yang sudah terlewati. Kedua, tidak usah mengkhawatirkan masa depan yang belum terjadi. Dan ketiga, nikmatilah masa kini yang kita miliki dengan apa adanya.
Bahwa tidak semua hal
dalam hidup harus dipikir dengan otak, tidak perlu ditimbang dengan akal sehat.
Ternyata, hidup hanya butuh keseimbangan. Seimbang lahir dan batin, seimbang
dunia dan akhirat. Bahkan seimbang jasmani dan rohani, antara mencari dan memberi
sama seimbangnya. Setiap langkah kehidupan patut dijalani dengan bijak,
mengolah rasa, meraih kebebasan, memfasilitasi emosi, dan tentunya menjaga
harmoni dengan alam. Bila begitu, insya Allah semuanya akan berjalan tenang dan
baik-baik saja. Seimbang saja tanpa dominasi akal yang berlebihan.
Adalah Jean-Jacques
Rousseau, seorang pelopor filsafat romantisme. Menegaskan pentingnya emosi,
alam, dan kebebasan manusia dalam menghadapi kehidupan modern dan struktur
masyarakat yang mapan. Dia menyuruh siaoapun untuk ke kembali ke alam, return
to nature. Kembali ke alam, sebagai kesadaran hidup yang paling hakiki. Toh,
manusia berasal dari tanah dan akan kembali ke tanah. karena alam dipercaya
sebagai tempat di mana manusia bisa menemukan kemurnian, kebebasan, dan
kebahagiaan sejati. Untuk selalu menyelaraskan hidup dengan alam di mana
pun.
Dalam semangat
romantisme, kata Rousseau, emosi dan intuisi manusia sangat penting.
Memperbanyak pengalaman emosional jauh lebih otentik daripada mengejar
penalaran yang rasional. Hidup yang mengalir dengan penuh empati dan sikap
peduli, ketimbang menuntut rasional yang bersifat dingin dan terlalu
mekanis. Karena di zaman begini, tidak sedikit orang yang mengorbankan
kebebasan individu demi kenyamanan dan kemajuan material. Dalam bukunya Discourse
on the Origin and Basis of Inequality Among Men, Rousseau menegaskan bahwa
ketimpangan sosial muncul karena kepemilikan pribadi dan institusi yang dibuat
manusia sendiri.
Sejatinya, kebebasan
individu yang hakiki adalah saat mampu menjalani hidup sesuai dengan kehendak
alami, mampu berkontemplasi dengan alam. Tanpa tekanan dari norma atau aturan
sosial yang sering tidak adil. Tanpa campur tangan logika yang hanya bertumpu
benar dan salah. Kebebasan individu pada akhirnya akan menemukan jalannya
sendiri. Sebagai cara untuk mengelola perasaan secara alamiah. Seperti proses
pendidikan, seharusnya disesuaikan dengan perkembangan alami anak. Bukan
pendidikan yang terlalu terstruktur dan mengekang. Terlalu terbatas pada
ruang-ruang kelas dan instruksi guru - kurikulum. Namun, membiarkan anak
belajar melalui pengalaman langsung dan melakukan kontak dengan alam.
Biarkan semuanya
berjalan secara alamiah, itulah spirit yang dijunjung tinggi relawan TBM
Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak. Sebagai bagian implementasi gerakan
romantisme dalam pendidikan. Untuk sedikit melawan dominasi pendidikan
rasional. Sebuah taman bacaan yang menekankan pentingnya aspek pengalaman
emsosioanl, spiritualitas, kebebasan individu, dan menyatu dengan alam.
Tujuannyam hanya untuk membangun harmoni antara jasamani dan rohani, membentuk
peradaban manusia yang lebih beradab. Karena, satu di antara momen paling
bahagia dalam hidup adalah saat kita menemukan keberanian untuk melepaskan apa
yang tidak bisa kita ubah. Salam literasi #TBMLenteraPustaka
#TamanBacaan #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar