Jumat, 06 September 2024

Catatan Literasi Seorang Ayah untuk Anak-anaknya

Anak-anakku, kini kalian tidak kecil lagi. Kalian sudah pada besar, sudah dewasa dan kian mandiri. Sejak kecil di rumah, kalian dididik dan dibesarkan semampu yang Abi dan Ibu bisa. Selalu diurus dan diasuh dari hari ke hari. Seakan tanpa terasa, akhirnya kini kalian sudah pada dewasa. Maka untuk semua perjalanan kita, Abi dan ibu ucapkan terima kasih. Alhamdulillah ya Allah, kalian mampu menjaga nama baik keluarga.

 

Sekadar mengigat kembali kenangan kita. Saat kalian kecil dulu, bila Abi dan Ibu mendidik dan membesarkan kalian dengan cara-cara yang mungkin dianggap kurang berkenan. Semata-mata itu karena rasa kasih sayang orang tua kepada anak-anaknya. Semuanya berangkat dari tanggung jawab dan ketulusan hati orang tua. Tidak ada yang lainnya.

 

Di luar sana, zaman terus berubah. Peradaban kian menantang. Apapun alasannya, kita harus siap menghadapinya. Harus siap antisiapsinya, bukan malah terbuai dan terbawa arus negatifnya.

 

Bisa jadi dulu, Abi dan Ibu mendidik kalian dirasa keras atau longgar. Mungkin dulu, sehari-hari dikontrol ketat untuk belajar dan sholat. Harus patuh kepada orang tua, dan diajarkan bagaiman bergaul dengan orang lain bahkan anak-anak yatim. Semuanya Abi dan Ibu lakukan karena memang menjalani hidup ini tidak mudah. Hidup sangat butuh perjuangan sekaligus pengorbanan. Selalu ada tangis dan tawa, selalu ada air mata dan keringat saat berproses dalam hidup.  

 

Hidup bukan hanya diberikan Allah SWT. Tapi harus digunakan dengan sebaik-baiknya. Karena semua dan apapun, pasti akan dipertangungg-jawabkan kepada-Nya. Karenanya, semua yang terjadi di rumah adalah bagian dari pendidikan. Agar kalian tahun cara berjuang dalam hidup ini. Agar kalian tahu, ap aitu kecewa, sedih, tawa dan bahkan bahagia. Hingga akhirnya, semua itu menjadi pelajaran berharga. Dan membentuk mental kalian sekuat sekarang, melandasi sikap kalian seperti yang ada saat ini.

 

Dan kini, perjuangan dan pengorbanan berat sudah dilewati. Pendidikan sudah kalian raih, akhlak sudah kalian miliki. Bahkan hidup sudah menjadi jalan untuk kalian semua ke depannya. Maka ingatlah selalu, arti perjuangan dan pengorbanan yang pernah kita jalani di masa lalu. Tersulah perbaiki niat, baguskan ikhtiar dan berdoalah kepada-Nya. Tetap sabar dan bersyukur dalam kondisi apapun. Selebihnya, biarkan Allah SWT yang bekerja untuk kita.

 

Sudah pasti, tiap manusia tidak ada yang sempurna. Jangankan berbuat salah, dosa pun pasti melekat pada setiap diri. Begitu orang tua, pasti punya kekurangan dan kesalahan. Tapi hampir semua orang tua, pasti ingin memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya. Maka syukuri dan syukuri semuanya, syukuri yang ada. Itu modal penting untuk menuju kehidupan yang lebih baik di depan.

 

Tentu Nak, menjadi orang tua bukan hanya soal menafkahi dan mendidik sesuai kemampuannya. Tapi juga menanamkan nilai-nilai dan sikap dalam kehidupan. Karena ijazah itu hanya buktibahwa kita pernah sekolah, penah mengenyam pendidikan. Tapi yang penting adalah sikap dalam hidup. Untuk saling menghormati dan menghargai, bahkan  berpuihak pada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Itulah bekal hidup yang paling berharga.

 

Ingat Nak, orang tua tidak selamanya bisa mendampingi kalian. Tidak selamanya pula tangan orang tua bisa memeluk dan membantu kalian. Karena semua ada waktunya, siapa pun ada masa hidupnya. Namun yang terpenting dari semua itu, tetaplah memiliki hati dan akal pikiran yang sehat. Bersikap objektif dan jernih. Selalu dekat dengan-Nya dan berbuat baiklah di mana pun berada.

 

Jangan pernah merasa tinggi hati karena kaki kalian masih menjejak bumi. Jangan pernah membenci, apalagi kpada orang yang berjasa kepada kita. Jangan pula mengambil hak orang lain tanpa seizinnya. Itu penting, agar hidup kita berkah. Di luar sana, banyak orang rezekinya melimpah tapi tidak berkah. Maka esok, jadilah orang lemah dalam balas dendam. Jadilah orang kuat yang memaafkan. Dan jadilah orang cerdas yang mengabaikan. Berpikir dan bertindaklah yang objketif dan proporsional saja. Selebihnya lebih baik diam daripada bertindak salah kaprah.

 

Ingatlah nasihat Ali bin Abi Thalib: "Tidak perlu menjelaskan tentang diri kita kepada siapa pun. Karena yang menyukai kita tidak butuh itu. Dan yang membenci kita pun tidak akan percaya itu."

 


Orang boleh punya seribu mimpi, boleh pula punya seribu harapan. Tapi jangan lupa untuk “sedekah” walau seribu yang kita punya. Teruslah berbuat baik dan tebarkan manfaat kepada orang lain., apapun keadaannya. Karena hanya amal soleh yang membawa kita untuk kembali kepada-Nya, bukan yang lainnya. Nabi Muhammad SAW yang ajarkan kepada umatnya. Khoirunnas anfauhum linnas, sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya. Karenanya, kebaikan seseorang itu tidak dilihat dari paras, jabatan, kekayaan, pangkat, atau asal usulnya. Tapi dari amal solehnya, dari kebaikan yang ditinggalkan selama hidup di dunia.

 

Besok-besok Nak, ada yang diuji Allah dengan kesulitan. Ada pula yang diuji Allah dengan kemudahan. Jangan lupa, keduanya sama-sama ujian. Semua manusia diuji oleh Allah. Maka tetaplah sabar dan tawakal. Syukuri yang dimiliki dan teruslah berbuat baik. Maka jangan pernah membandingkan hidup kalian dengan hidup orang lain. Karena kita semua sedang “bertanding” di kotak masing-masing, di kotak yang berbeda-beda, tidak mungkin sama.

 

Untuk anak-anakku, Ini hnaya pesan kebaikan Nak. Jangan pernah menunggu waktu untuk berubah. Tapi berubahlah selagi masih ada waktu. Untuk memperbaiki diri dan menjadi pribadi yang lebih baik. Buatlah cerita yang baik-baik, karena cerita buruk sama sekali tidak berguna bagi siapapun. Perbanyaklah bersyukur dan kurangilah mengukur (nikmat orang lain). Sebab yang indah itu menerima apa yang Allah takdirkan untuk kita. Selamat berjuang dan berkorban di dunia untuk kehidupan akhirat yang lebih baik Nak! Salam hangat …



Tidak ada komentar:

Posting Komentar