Hubungan antarmanusia itu, di mana pun memang rumit. Ada kalanya salah paham, ada kalanya berbaik hati bahkan benci. Akibat amarah dan sikap ego, sering kali hubungan kita dengan orang lain jadi renggang. Bermusuhan atau tidak lagi bertegur sapa. Memang tidak semuah membalik telapak tangan. Tapi meminta maaf atau memaafkan adalah solusinya. Terlepas dari siapa yang salah?
Sayangnya, acap kali banyak orang terselip rasa gengsi
untuk meminta maaf atau memaafkan. Maaf menjadi sulit karena gengsi, karena
sikap ego yang merasa tinggi. Apalagi mengingat perbuatan orang lain yang telah
melukai hati, sungguh memaafkan pun semakin sulit. Tapi semua terpulang kepada
diri sendiri. Apa sih gunanya menyimpan amarah, benci, dan dendam kepada orang
lain? Bila akhirnya membuat kita menjadi lebih menderita. Maka suka tidak suka,
memaafkan siapapun memang membutuhkan ketulusan dan keikhlasan. Allah ta'ala
berfirman, “Barangsiapa memaafkan dan berbuat baik maka pahalanya atas
tanggungan Allah" (QS. Asy-Syura: 40).
Hari ini, 10 April 2024, sudah hari Idul Fitri 1445 H. Inilah
momen penting jadi pemaaf. Pilihannya hanya dua, meminta maaf atau memaafkan
orang lain. Maaf lahir batin, atas segala khilaf dan salah yang pernah terjadi.
Atas ucapan, sikap, dan perilaku yang kurang berkenan. Disengaja atau tidak disengaja,
telah membuat tersinggung. Dan manusia memang tempatnya khilaf dan salah. Bahwa
yang benar hanya dapat dari Allah SWT. Jadilah pemaaf!
Sebulan penuh kita telah berpuasa. Menanam kesucian hati
dari subuh hingga maghrib. Melatih menahan diri dari perbuatan buruk dan
sia-sia. Memperoleh mahmat-Nya, memohon ampunan-Nya, dan berdoa dibebaskan dari
siksa api neraka. Dan kini dianggap meraih kemenangan hakiki, kemenangan ruhaniah.
Untuk selalu meningkatkan kualitas ibadah dan memperbaiki diri. Sambil meminta
maaf atau memaafkan orang lain. Lalu, untuk apa berpuasa bila tidak mau
memaafkan?
Sungguh, tidak ada di dunia ini, manusia yang tidak berbuat
salah. Tidak satupun manusia yang tidak punya masalah. Dan tidak ada pula
manusia yang sempurna. Kini di momen idul fitri, kita hanya membutuhkan kelapangan
hati. Untuk meminta maaf atau memaafkan. Untuk bersedia menjadi pemaaf.
Adalah anugerah-Nya, tiap orang pasti dikaruniai kelembutan
hati. Kepekaan psikologis untuk saling memaafkan. Agar tidak ada lagi tersimpan
rasa dendam, marah, benci, iri dan dengki, bahkan buruk sangka kepada sesama
anak manusia. Yang sudah berlalu biarlah dan maafkanlah. Agar tidak ada lagi
ganjalan dan beban yang bergelayut di hati dan pikiran. Karena benci dan marah yang
tidak termaaafkan, menjadi sumber doa-doa yang terhalang. Menjadi “kerikil”
yang menghalangi keluarnya keajaiban Allah SWT. Puasa sudah, ibdaha terbaik pun sudah, amalan
baik pun sudah. Berdia pun sampai menangis. Tapi apa geranagan “miracle” atau
keajaiban-Nya belum datang juga?
Jawabnya, mungkin hati dan pikiran kita yang tidak bersih.
Masih menyimpan segudang rasa dendam, marah, benci, iri dan dengki, bahkan
buruk sangka kepada orang lain. Masih ada “ganjalan” yang belum dilepaskan. Maka
hilangkan ganjalan dan beban itu, dengan cara jadilah pemaaf!
Yuk, jadilah pemaaf. Mari bersihkan “sampah-sampah” emosi
dan nafsu yang tidak berujung. Buang jauh-jauh pikiran negatif dan cara
berpikir yang menyalahkan orang lain. Bahwa apapun yang terjadi adalah sifat
manusiawi semata dan atas kehendak Allah SWT. Kembalikan semuanya ke fitrah
manusia. Untuk selalu memperbaiki hubungan dengan Allah SWT dan memperbaiki hubungan
dengan sesama manusia.
Jadilah pemaaf, itulah catatan lebaran dari taman bacaan. Agar kita tidak perlu bersusah payah untuk
membalas dendam. Cukup maafkan setiap kesalahan orang lain karena memaafkan
adalah pembalasan yang terbaik. Sungguh, emosi dan kemarahan hanya membuat kita
lebih kecil. Sementara memaafkan menjadikan kita berkembang melampaui diri kita
yang sebelumnya. Salam literasi #IdulFitri #HikmahLebaran #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar