Sebagai mandat dari UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) pasal 189 ditegaskan bahwa pemerintah mengharmonisasikan seluruh Program Pensiun sebagai upaya peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum. Harmonisasi ini, diantaranya mengatur tentan program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Karena itu, saat ini pemerintah sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang harmonisasi program pensiun, khususnya tingkat penghasilan yang dikenakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Targetnya, agar setiap pekerja saat pensiun dapat meningkatkan manfaat pensiun yang diterimanya nanti.
Kenapa harmonisasi program pensiun diperlukan? Kita
sama-sama tahu, sudah 30 tahun program pensiun diatur sejak tahun 1992. Namun
kondisi aktual saat ini adalah 1) kepesertaan rendah (pekerja
formal kurang dari 40%, pekerja informal kurang dari 1%), 2) manfaat yang
diterima rendah, rata-rata setara 10% dari penghasilan terakhir, 3) terlalu mudah
menarik dana di usia muda, 4) ketahanan dana terbatas, 5) dana jangka panjang sedikit,
dan 6) kebijakan investasi belum optimal. Maka melalui harmonisasi program
pensiun, diharapkan nantinya 1) kepesertaan
program pensiun menjadi tinggi, 2) manfaat pensiun yang diterima layak (40%
dari penghasilan terakhir, sesuai rekomendasi ILO), 3) sebagian besar dana
hanya dapat diambil saat berhenti bekerja, 4) ketahanan dana yang kokoh, 5) tersedianya
dana jangka panjang dalam jumlah yang besar, dan 6) kebijakan investasi yang
optimal. Jadi, harmonisasi program pensiun sangat ideal.
Sesuai dengan regulasi yang berlaku saat ini, tanpa
interpretasi lain. Karena bersifat tambahan, rencananya program pensiun
tambahan yang bersifat wajib nantinya akan diselenggarakan oleh Dana Pensiun,
baik Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) atau Dana Pensiun Pemberi Kerja
(DPPK). Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan
tetap fokus pada program pensiun yang bersifat wajib seperti JHT dan JP sebagai
bagian sistem jaminan sosial nasional. Mungkin soal penyelenggara ini “tidak
lagi” perlu diperdebatkan bila tidak mau disebut “harga mati”. Namanya juga
program pensiun tambahan, maka penyelenggaranya bukan lembaga wajib.
Namun begitu, di balik harmonisasi program pensiun,
setidaknya industri dana pensiun dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Dana
pensiun, baik DPLK maupun DPPK harus mulai mempersiapkan diri untuk menyongsong
hadirnya kebijakan harmonisasi program pensiun. Setidaknya ada 9 (sembilan) tantangan
di depan mata yang harus diantisipasi terkait harmonisasi program pensiun,
khususnya program pensiun tambahan bersifat wajib adalah sebagai berikut:
1.
Mengubah cara pandang tentang program
pensiun kompensasi pascakerja (DKPK) yang nantinya akan diwajibkan ke program
wajib Jaminan Pensiun (JP) dan atau Jaminan hari Tua (JHT) pada level
penghasilan tertentu.
2.
Kecanggihan sistem teknologi
untuk mengakomodasi kepesertaan program pensiun tambahan bersifat wajib khusus “di
atas penghasilan tertentu” yang ditetapkan. Karena iuran program pensiun, ada
yang disetor ke BPJS TK ada yang ke dana pensiun pada level penghasilan
tertentu yang ditetapkan. Digitalisasi program pensiun menjadi sangat
diperlukan untuk hal ini.
3.
Kesiapan sumber daya manusia
untuk memberikan pelayanan dan pemahaman yyang baik dan benar tentang program pensiun
tambahan bersifat wajjib. Bagaimana menjelaskan program ini kepada publik, kepada
pemberi kerja?
4.
Kemampuan mengoptimalkan
investasi, baik penempatan ke instrumen investasi yang ada, pengelolaan selama
diinvestasikan, dan imbal hasil investasi yang diperoleh peserta.
5.
Optimalisasi layanan kepada peserta
dan pemberi kerja, untuk mengetahui akumulasi dana yang tercatat dan kemudahan
untuk mencairkan manfaat pensiunnya.
6.
Mau diapakan pekerja mandiri atau pekerja informal yang belum
ter-cover melalui program pensiun tambahan yang bersifat wajib? Apakah
mereka dilihat sebagai potensi atau bukan potensi?
7.
Produk dana pensiunnya, apa
perlu disesuaikan atau dikemas khusus untuk program pensiun tambahan bersifat
wajib.
8.
Pemahaman perpajakan, baik saat
iuran disetorkan maupun manfaat dibayarkan. Karena sesuai pasal 171 UU No.
4/2023 ditegaskan penyelenggaraan program pensiun dan manfaat lain oleh
Dana Pensiun dapat diberikan perlakuan/insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.
9.
Edukasi dan literasi program
pensiun tambahan bersifat wajib, gimana cara melakukannya? Apa perangkat yang
digunakan agar masyarakat bisa lebih mengerti dan mau mendanakannya?
Tantangan-tantangan di atas menjadi penting. Agar industri
dana pensiun tetap kompetitif dan “good govenance” secara operasional. Untuk
memastikan program pensiun tambahan yang bersifat wajib harus berjalan dan tetap
berorientasi pada 1) kepentingan peserta, 2) tata kelola yang baik, dan 3)
manajemen risiko yang efektif.
Hari ini harmonisasi program pensiun, khususnya
program pensiun tambahan bersifat wajib sudah menjadi sebuah keniscayaan. Sebagai
cara untuk memperbaiki sistem pensiun di Indonesia guna 1) meningkatkan
pelindungan dan kesejahteraan masyarakat di hari tua, 2) meningkatkan produktivitas
dunia usaha, 3) meningkatkan kepercayaan masyarakat atas penyelenggaraan program
pensiun, dan 4) mempercepat akumulasi dana jangka Panjang. Karena itu,
lagi-lagi edukasi dan literasi menjadi variabel penting di dana pensiun.
Dan akhirnya, harmonisasi program pensiun bukan
hanya memberi peluang dana pensiun untuk bertumbuh lebih signifikan. Tapi menjadi
momen untuk menjawab tantangan-tantangan yang ada secara lebih baik dan berkualitas.
Agar pekerja di Indonesia lebih baik taraf hidupnya di masa pensiun, di saat
tidak bekerja lagi. Sebuah misi yang sangat mulia ada di dana pensiun. Kerja
yes pensiun oke. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar