Minggu, 03 Maret 2024

Tantangan Dana Pensiun Di Balik Program Pensiun Tambahan Bersifat Wajib

Sebagai mandat dari UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) pasal 189 ditegaskan bahwa pemerintah mengharmonisasikan seluruh Program Pensiun sebagai upaya peningkatan perlindungan hari tua dan memajukan kesejahteraan umum. Harmonisasi ini, diantaranya mengatur tentan program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Karena itu, saat ini pemerintah sedang menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang harmonisasi program pensiun, khususnya tingkat penghasilan yang dikenakan program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Targetnya, agar setiap pekerja saat pensiun dapat meningkatkan manfaat pensiun yang diterimanya nanti.

 

Kenapa harmonisasi program pensiun diperlukan? Kita sama-sama tahu, sudah 30 tahun program pensiun diatur sejak tahun 1992. Namun kondisi aktual saat ini adalah 1) kepesertaan rendah (pekerja formal kurang dari 40%, pekerja informal kurang dari 1%), 2) manfaat yang diterima rendah, rata-rata setara 10% dari penghasilan terakhir, 3) terlalu mudah menarik dana di usia muda, 4) ketahanan dana terbatas, 5) dana jangka panjang sedikit, dan 6) kebijakan investasi belum optimal. Maka melalui harmonisasi program pensiun, diharapkan nantinya 1) kepesertaan program pensiun menjadi tinggi, 2) manfaat pensiun yang diterima layak (40% dari penghasilan terakhir, sesuai rekomendasi ILO), 3) sebagian besar dana hanya dapat diambil saat berhenti bekerja, 4) ketahanan dana yang kokoh, 5) tersedianya dana jangka panjang dalam jumlah yang besar, dan 6) kebijakan investasi yang optimal. Jadi, harmonisasi program pensiun sangat ideal.

 

Sesuai dengan regulasi yang berlaku saat ini, tanpa interpretasi lain. Karena bersifat tambahan, rencananya program pensiun tambahan yang bersifat wajib nantinya akan diselenggarakan oleh Dana Pensiun, baik Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) atau Dana Pensiun Pemberi Kerja (DPPK).  Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan tetap fokus pada program pensiun yang bersifat wajib seperti JHT dan JP sebagai bagian sistem jaminan sosial nasional. Mungkin soal penyelenggara ini “tidak lagi” perlu diperdebatkan bila tidak mau disebut “harga mati”. Namanya juga program pensiun tambahan, maka penyelenggaranya bukan lembaga wajib.

 

Namun begitu, di balik harmonisasi program pensiun, setidaknya industri dana pensiun dihadapkan pada tantangan yang tidak mudah. Dana pensiun, baik DPLK maupun DPPK harus mulai mempersiapkan diri untuk menyongsong hadirnya kebijakan harmonisasi program pensiun. Setidaknya ada 9 (sembilan) tantangan di depan mata yang harus diantisipasi terkait harmonisasi program pensiun, khususnya program pensiun tambahan bersifat wajib adalah sebagai berikut:

1.     Mengubah cara pandang tentang program pensiun kompensasi pascakerja (DKPK) yang nantinya akan diwajibkan ke program wajib Jaminan Pensiun (JP) dan atau Jaminan hari Tua (JHT) pada level penghasilan tertentu.

2.     Kecanggihan sistem teknologi untuk mengakomodasi kepesertaan program pensiun tambahan bersifat wajib khusus “di atas penghasilan tertentu” yang ditetapkan. Karena iuran program pensiun, ada yang disetor ke BPJS TK ada yang ke dana pensiun pada level penghasilan tertentu yang ditetapkan. Digitalisasi program pensiun menjadi sangat diperlukan untuk hal ini.

3.     Kesiapan sumber daya manusia untuk memberikan pelayanan dan pemahaman yyang baik dan benar tentang program pensiun tambahan bersifat wajjib. Bagaimana menjelaskan program ini kepada publik, kepada pemberi kerja?

4.     Kemampuan mengoptimalkan investasi, baik penempatan ke instrumen investasi yang ada, pengelolaan selama diinvestasikan, dan imbal hasil investasi yang diperoleh peserta.

5.     Optimalisasi layanan kepada peserta dan pemberi kerja, untuk mengetahui akumulasi dana yang tercatat dan kemudahan untuk mencairkan manfaat pensiunnya.

6.     Mau diapakan pekerja mandiri atau pekerja informal yang belum ter-cover melalui program pensiun tambahan yang bersifat wajib?  Apakah mereka dilihat sebagai potensi atau bukan potensi?

7.     Produk dana pensiunnya, apa perlu disesuaikan atau dikemas khusus untuk program pensiun tambahan bersifat wajib.

8.     Pemahaman perpajakan, baik saat iuran disetorkan maupun manfaat dibayarkan. Karena sesuai pasal 171 UU No. 4/2023 ditegaskan penyelenggaraan program pensiun dan manfaat lain oleh Dana Pensiun dapat diberikan perlakuan/insentif perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

9.     Edukasi dan literasi program pensiun tambahan bersifat wajib, gimana cara melakukannya? Apa perangkat yang digunakan agar masyarakat bisa lebih mengerti dan mau mendanakannya?

 


Tantangan-tantangan di atas menjadi penting. Agar industri dana pensiun tetap kompetitif dan “good govenance” secara operasional. Untuk memastikan program pensiun tambahan yang bersifat wajib harus berjalan dan tetap berorientasi pada 1) kepentingan peserta, 2) tata kelola yang baik, dan 3) manajemen risiko yang efektif. 

 

Hari ini harmonisasi program pensiun, khususnya program pensiun tambahan bersifat wajib sudah menjadi sebuah keniscayaan. Sebagai cara untuk memperbaiki sistem pensiun di Indonesia guna 1) meningkatkan pelindungan dan kesejahteraan masyarakat di hari tua, 2) meningkatkan produktivitas dunia usaha, 3) meningkatkan kepercayaan masyarakat atas penyelenggaraan program pensiun, dan 4) mempercepat akumulasi dana jangka Panjang. Karena itu, lagi-lagi edukasi dan literasi menjadi variabel penting di dana pensiun.

 

Dan akhirnya, harmonisasi program pensiun bukan hanya memberi peluang dana pensiun untuk bertumbuh lebih signifikan. Tapi menjadi momen untuk menjawab tantangan-tantangan yang ada secara lebih baik dan berkualitas. Agar pekerja di Indonesia lebih baik taraf hidupnya di masa pensiun, di saat tidak bekerja lagi. Sebuah misi yang sangat mulia ada di dana pensiun. Kerja yes pensiun oke. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #DanaPensiun

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar