Bisa jadi, pentingnya sikap sudah banyak diabaikan orang. Karena lebih suka fakta. Padahal, lebih penting sikap daripada fakta. Faktanya versi Quick Count, Prabowo-Gibran menang. Tinggal bagaimana kita menyikapinya? Sikap itulah yang menentukan cara seseorang bertindak terhadap fakta. Sikap pula yang akhirnya menentukan perilaku yang ditunjukkan sehari-hari. Cara berbicara, cara bertindak, hingga cara memperlakukan orang lain sangat dipengaruhi oleh sikap. Sikap atau attitude yang memengaruhi baik tidaknya seseorang ke depannya.
Tentu saja, kita boleh tidak setuju. Tapi menampakkan lesu di
hadapan orang lain yang sedang semangat-semangatnya. Itu yang tidak boleh! Kita
juga boleh saja bercanda dengan cara kita. Tapi bercanda di hadapan orang lain
yang sedang dalam keadaan sedih dan marahnya. Itu yang tidak boleh! Bahkan kita
pun boleh tidak tertarik. Tapi bersikap dingin kepada orang lain yang sedang
dalam gembiranya. Itu pun tidak boleh! Semuanya tergantung sikap kita, apapun
alasannya.
Mungkin suatu kali, bisa jadi beban kita terasa berat, alasan
kita boleh kuat, masalah kita pun boleh banyak. Tapi tidak seharusnya kita
tampakkan seluruhnya di hadapan orang banyak yang sedang bersuka-cita. Begitupun
sebaliknya, kita boleh bahagia, kita boleh senang. Tapi tidak selalu pula harus
ditunjukkan di hadapan orang lain yang sedang di rundung duka. Sikap itu
penting, agar tidak berlebihan. Agar proporsional, tidak berat sebelah.
Kita sering lupa. Bahwa pertemanan itu pasang-surut. Kadang
akrab, kadang jauh. Tinggal cara kita menyikapinya. Seperti manusia pun kadang
salah kadang benar. Tinggal kita saja menyikapinya. Jangan memusuhi atau
membenci orang seolah-olah hidupnya salah terus. Apa hidup kita sudah pasti
benar? Rileks dan objektif saja. Bersikaplah dan kuatkan sikap bukan fakat.
Untuk tidak membandingkan hidup dengan orang lain, untuk tidak gampang iri dan
benci pada orang lain. Bahkan untuk selalu berpikir positif daripada negatif.
Seperti berkiprah secara sosial di taman bacaan pun butuh
sikap. Anak-anak yang membaca sedikit, koleksi buku terbatas. Dukungan CSR pun
tidak ada. Keadaa seperyi itu justru harus disikapi dengan positif. Untuk terus
berkiprah lebih getol di taman bacaan, sambil memperkuat komitmen dan
konsistensi. Jangan malah malas berkegiatan atau seakan “hidup segan mati tak
mau”. Ketahuilah. Apapun yang bisa menghentikan langkah kita itu bukan karena
hilangnya arah tujuan. Tapi karena terlalu cepat mundur, terlalpu gampang
menyerah. Sehingga jadi mudah menyerah hanya karena minimnya dukungan. Gas
terus saja, toh nanti akan tiba waktunya untuk memetik hasil dari proses yang
dijalani. Maka hidup atau berkiprah sosial sangat membutuhkan sikap, lebih jauh
dari sekafar fakta.
Di mana-mana, apa sih yang paling mudah membuat seseorang
berubah? Justru bukan kerena luka. Tapi karena kecewa, Bila hanya luka bisa diobati
dan akan sembuh bersama waktu, meski tidak dengan bekasnya. Tapi saat kecewa,
justru tidak lagi dibutuhkan sembuh. Tapi justru akan dilupakan. Itu semua
tergantung sikap. Sayangnya, tidak semua hati bisa melakukannya. Maka “respon
terbaik adalah sikap. Dan respon terburuk pun ada di sikap". Memang sikap
lebih penting daripada fakta. Baik dan bermanfaat dalam hidup itu sikap, bukan
fakta.
Maka untuk menjadi baik bukan semata-mata karena kita sedang ingin
berbuat baik. Atau sedang menginginkan kebaikan. Tapi kebaikan yang hakiki itu ketika
kita bisa membangun peran dan menjadi bagian dari kekuatan baik untuk orang lain.
Taman bacaan bukan hanya tempat membaca anak-anak. Tapi lebih dari itu, taman
bacaan mampu menjadi “energi baru” anak-anak untuk lebih bergairah dalam
hidupnya, lebih semangat mengejar cita-citanya.
Terkadang, raut wajah itu bisa lebih jujur menjawab dari
sekadar berkata-kata. Semuanya tergantung sikap. Maka perbaiki sikap kita, benahi
sikap kita. Agar menjadi lebih baik, lebih bermanfaat untuk banyak orang. Salam
literasi #TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar