"Life isn’t about waiting for the storm to pass. It’s able learning to dance in the rain."
Ada benarnya, hidup bukanlah melulu harus menunggu badai
mereda. Siapapun harus mampu belajar menari di bawah hujan. Ungkapan itu menegaskan,
bahwa rasa nyaman dan bahagia sejatinya ada di mana-mana asalkan kita mau
membuka diri. Sangat kurang pas, bila hahagia itu hanya ada setelah badai mereda.
Tanpa pernah mencoba diri untuk menari di bawah hujan.
Menunggu badai mereda adalah tidak pasti. Menanti hujan
berhenti pun sebuah ketidakpastian. Akhirnya hanya menunggu dan menunggu tanpa
sesuatu yang tidak paasti. Sementara di saat yang sama orang lain sudah
menikmati sesuatu yang pasti. Menerima realitas hidup dan mengerjakan apapun
dengan sepenuh hati, pada akhirnya akan membuahkan hasil yang indah. Itulah
prinsip literasi yang harus dijunjungg tinggi, Bukan menunggu badai mereda,
tapi menari di bawah hujan.
Masa depan yang indah bukan untuk ditunggu tapi harus
diperjuangkan. Ada orang yang berpikir seandainya musuhnya (orang yang
dibencinya) pindah rumah, tentu hidupnya akan damai dan tenang. Padahal, ada orang
lain juga memiliki musuh yang selalu memancing masalah namun ia mampu hidup bahagia
Karena ia mampu menemukan caranya. Yaitu selalu memberikan makanan yang
dimilikiya setiap hari untuk dibagi kepada orang yang menjadi musuhnya.
Sebungkus makanan itu ternyata cukup untuk membuat ia bisa menari di bawah
hujan.
Mungkin di sekitar kita. Ada orang yang kerjanya hanya membenci
atau memusuhi orang lain. Bergosip atau ngobrol hanya untuk mengumbar aib orang
lain. Hanya bisa menebar pikiran negatif tentang orang lain, tentang apapun.
Segala hal dianggap masalah. Sementara orang yang dimusuhinya, tidak pernah
menganggap ocehan orang lain sebagai masalah. Karena orang lain tidak
berpengaruh apapun. Ia tetap mengerjakan apapun yang dianggapbya baik dan bermanfaat.
Tanpa peduli apa yang diocehkan orang lain, apalagi musuhnya. The show must
go on!
Seperti urusan pilpres 2024, setiap orang boleh punya argument
apapun. Menjadi pendukung capres yang diidolakannya, silakan. Asal jangan
berisik apalagi bikin hoaks dan ujaran kebencian. Urusan pilpres sangat
sederhana, nati pada saatnya tinggal coblos siapa yang mau dipilih. Jadi, tidak
usah terlalu banyak analisis apalagi memengaruhi orang lain atas pilihannya.
Prinsip tidak harus menunggu badai mereda melainkan menari di
bawah hujan, itulah yang dijalankan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera
Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sekalipun ada yang orang-orang yang tidak
suka terhadap aktivitas taman bacaan, namun tetap komit dan konsisten menjalankan
aktivitas literasi 6 hari dalam seminggu. Membimbing anak-anak yang membaca,
mengajar kaum buta huruf, mengajar calistung anak keplas prasekolah, hingga menjalankan
aktivitas motor baca keliling ke kampung-kampung. Hanya untuk menegakkan
kegemaran membaca dan budaya literasi Masyarakat di Tengah gempuran era digital.
Pegiat literasi TBM Lentera Pustaka sadar betul, kita tidak dapat mengendalikan
apa yang dipikir dan dilakukan orang lain. Mau senang atau benci, sama sekali
tidak ada pengaruhya. Karena tamann bacaan, hanya tahu mengerjakan apa yang
harus dikerjakan.
Seperti pagi ini, saya tengah bermalam di The Kaldera Danau
Toba. Lokasi yang penuh keterbatasan, makanan terbatas dan masak sendiri. Jauh dari
ketaaian dan berada di tengah hutan. Jauh dari hingar-bingar manusia. Tapi
tetap enjoy, tidur nyenyak dan sehat wal afiat lahir dan batin. Pikiran
fresh dan menyenangkan. Karena selalu menikmati setiap momen dengan pikiran
yang positif. Bahkan tetap rileks sambil membuat beberapa tulisan.
Maka patur di renungkan. Life isn’t about waiting for the
storm to pass. It’s able learning to dance in the rain. Bahwa hidup bukanlah
melulu soal menunggu badai mereda. Tapi harus mampu belajar menari di tengah
hujan. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka @catatan
kecil The Kaldera Toba, 8 Januati 2024.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar