Dr. Wayne Dyer dalam buku “The Power Of Intention” (2005) menyebut dengan tegas, “Kamu menciptakan pikiranmu, pikiranmu menciptakan niatmu, dan niatmu menciptakan realitasmu." Maka disadari atau tidak, bahwa apapun yang terjadi hari ini adalah manifestasi dari pikiran kita sendiri. Sebuah penjelmaan dari impian yang pernah dirintis di masa lalu.
Hidup
hari ini adalah manifestasi mimpi kemarin. Kebaikan yang saat ini kita jalani
pun bisa jadi merupakan manifestasi dari kebaikan kita di masa lalu. Maka tidak
menutup kemungkinan pula kebaikan-kebaikan di masa sekarang kelak akan berbuah
kebaikan di masa depan. Manifestasi dari niat yang menggerakkan eneergi untuk
berbuat, melakukan sesuatu yang positif. Maka sederhananya, tidak menu
Manifestasi adalah perwujudan. Dari tidak ada menjadi ada, dari
abstrak menjadi konkret. Bahkan dari niat baik jadi aksi nyata. Dengan kata
lain, manifestasi adalah proses implementasi dari niat jadi tindakan,
dari narasi jadi eksekusi. Sebuah manifestasi ada di praktik baik, bukan lagi omongan
baik. Bahkan manifestasi tidak selalu berhubungan dengan uang atau hal yang
sifatnya materialistis. Tapi bentuk nyata dari impian, cita-cita, tujuan hidup,
atau peningkatan spiritual. Maka tidak jarang, manifestasi terkait erat
dengan kinerja, prestasi, atau aksi.
Seperti kiprah di gerakan literai atau taman bacaan pun
menjadi manifestasi dari kepedulian sosial.
Bentuk konkret dari berbuat baik dan menebar manfaat melalui penyediaan
buku bacaan. Utamanya kepada anak-anak usia sekolah yang selama ini tidak punya
akses membaca buku. Mengajar baca tulis kaum buta huruf, mengajar calistung
anak-anak kelas prasekolah, menjadi tempat bermain anak difabel, menjadi tempat
belajar komputer anak sekolah yang tidak punya, hingga menjalankan motor baca
keliling ke kampung-kampung untuk sediakan akses bacaan. Taman bacaan sebagai ladang
amal dan warisan untuk umat pun sebuah manifestasi, seperti yang dijalani Taman
Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.
Seperti buku saya berjudul “Membangun Budaya Literasi dan
Taman Bacaan berbasis Edukasi dan Hiburan – TBM Edutainment” terbitan EndNote Press
(Syarifudin Yunus, 2022) adalah manifestasi dari pengalaman konkret setelah
berkiprah selama 5 tahun di gerakan literasi dan taman bacaan. Saya menyebutnya
sebagai “jalan sunyi pengabdian”, yang di buku itu saya bertutur kisah nyata
tentang praktik baik TBM, kajian dan riset taman bacaan, model TBM Edutainment,
dan tantangan nyata di taman bacaan.
Takdir siapapun bukanlah masalah kesempatan tapi soal
pilihan. Maka manifestasinya, siapapun diperintah untuk terus
berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun. Tetap berprasangka baik pada
Allah. Untuk meyakini dengan sepenuh hati. Bahwa segala hal yang terjadi dalam
hidup ini tidak lepas dari pantauan-Nya. Sekecil apapun kebaikan, kerjakanlah.
Ubah setiap niat baik jadi aksi nyata, sekalipun hanya sekadar membaca buku di
taman bacaan.
Apapun yang baik hanya butuh komitmen dan konsistensi. Tidak
harus sempurna apalagi hanya untuk dipuji orang lain. Tapi niatkan yang baik,
ikhtiar yang bagus. Untuk selalu berbuat, berbuat, dan bertindak. Apapun yang
kurang hari ini tidak apa-apa. Masih ada waktu besok untuk memperbaikinya. Istikomah
itu tidak harus sempurna atau tanpa cacat. Tapi tetap bertahan meski lelah
melanda. Karena untuk tujuan yang besar memang butuh perjuangan yang besar
pula. Maka dalam manifestasi, motovasi terbaik justru ada di diri sendiri,
bukan di orang lain. Diri yang hebat, yang pantang menyerah dalam kondisi
apapun, dalam ocehan orang bagaimanapun.
Berkiprah di gerakan literasi dan taman bacaan adalah
manifestasi. Untuk mewujdukan apa yang diyakini, bukan yang diinginkan. Karena
besok, kita pasti akan menerima persis apa yang kita perbuat untuk diterima. Salam
literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar