Selasa, 23 Januari 2024

Konkretisasi Gerakan Literasi dan Taman Bacaan di Indonesia

Dr. Wayne Dyer dalam buku “The Power Of Intention” (2005) menyebut dengan tegas, “Kamu menciptakan pikiranmu, pikiranmu menciptakan niatmu, dan niatmu menciptakan realitasmu." Maka disadari atau tidak, bahwa apapun yang terjadi hari ini adalah manifestasi dari pikiran kita sendiri. Sebuah penjelmaan dari impian yang pernah dirintis di masa lalu.

 

Hidup hari ini adalah manifestasi mimpi kemarin. Kebaikan yang saat ini kita jalani pun bisa jadi merupakan manifestasi dari kebaikan kita di masa lalu. Maka tidak menutup kemungkinan pula kebaikan-kebaikan di masa sekarang kelak akan berbuah kebaikan di masa depan. Manifestasi dari niat yang menggerakkan eneergi untuk berbuat, melakukan sesuatu yang positif. Maka sederhananya, tidak menu

 

Manifestasi adalah perwujudan. Dari tidak ada menjadi ada, dari abstrak menjadi konkret. Bahkan dari niat baik jadi aksi nyata. Dengan kata lain, manifestasi adalah proses implementasi dari niat jadi tindakan, dari narasi jadi eksekusi. Sebuah manifestasi ada di praktik baik, bukan lagi omongan baik. Bahkan manifestasi tidak selalu berhubungan dengan uang atau hal yang sifatnya materialistis. Tapi bentuk nyata dari impian, cita-cita, tujuan hidup, atau peningkatan spiritual. Maka tidak jarang, manifestasi terkait erat dengan kinerja, prestasi, atau aksi.

 

Seperti kiprah di gerakan literai atau taman bacaan pun menjadi manifestasi dari kepedulian sosial.  Bentuk konkret dari berbuat baik dan menebar manfaat melalui penyediaan buku bacaan. Utamanya kepada anak-anak usia sekolah yang selama ini tidak punya akses membaca buku. Mengajar baca tulis kaum buta huruf, mengajar calistung anak-anak kelas prasekolah, menjadi tempat bermain anak difabel, menjadi tempat belajar komputer anak sekolah yang tidak punya, hingga menjalankan motor baca keliling ke kampung-kampung untuk sediakan akses bacaan. Taman bacaan sebagai ladang amal dan warisan untuk umat pun sebuah manifestasi, seperti yang dijalani Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.

 

Seperti buku saya berjudul “Membangun Budaya Literasi dan Taman Bacaan berbasis Edukasi dan Hiburan – TBM Edutainment” terbitan EndNote Press (Syarifudin Yunus, 2022) adalah manifestasi dari pengalaman konkret setelah berkiprah selama 5 tahun di gerakan literasi dan taman bacaan. Saya menyebutnya sebagai “jalan sunyi pengabdian”, yang di buku itu saya bertutur kisah nyata tentang praktik baik TBM, kajian dan riset taman bacaan, model TBM Edutainment, dan tantangan nyata di taman bacaan.

 


Takdir siapapun bukanlah masalah kesempatan tapi soal pilihan. Maka manifestasinya, siapapun diperintah untuk terus berbuat baik dan menebar manfaat di mana pun. Tetap berprasangka baik pada Allah. Untuk meyakini dengan sepenuh hati. Bahwa segala hal yang terjadi dalam hidup ini tidak lepas dari pantauan-Nya. Sekecil apapun kebaikan, kerjakanlah. Ubah setiap niat baik jadi aksi nyata, sekalipun hanya sekadar membaca buku di taman bacaan.

 

Apapun yang baik hanya butuh komitmen dan konsistensi. Tidak harus sempurna apalagi hanya untuk dipuji orang lain. Tapi niatkan yang baik, ikhtiar yang bagus. Untuk selalu berbuat, berbuat, dan bertindak. Apapun yang kurang hari ini tidak apa-apa. Masih ada waktu besok untuk memperbaikinya. Istikomah itu tidak harus sempurna atau tanpa cacat. Tapi tetap bertahan meski lelah melanda. Karena untuk tujuan yang besar memang butuh perjuangan yang besar pula. Maka dalam manifestasi, motovasi terbaik justru ada di diri sendiri, bukan di orang lain. Diri yang hebat, yang pantang menyerah dalam kondisi apapun, dalam ocehan orang bagaimanapun.

 

Berkiprah di gerakan literasi dan taman bacaan adalah manifestasi. Untuk mewujdukan apa yang diyakini, bukan yang diinginkan. Karena besok, kita pasti akan menerima persis apa yang kita perbuat untuk diterima. Salam literasi #BacaBukanMaen #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka



 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar