Layak direnungkan nih. Di sekitar kita, selalu ada orang-orang yang tidak suka melihat keberhasilan yang dicapai orang lain. Selalu tidak suka atas apa yang dicapai orang lain, apalagi bila musuhnya yang berhasil. Otaknya kotor, hatinya busuk. Di matanya, siapapun boleh berhasil asal jangan musuhnya. Bawaannya dengki alias hasad. Kata Imam Ali, ibarat meminum racun sendiri, tapi berharap orang lain yang mati.
Nyata
terjadi di sekitar kita. Ada orang yang senang, kita yang berduka. Ada orang
yang Bahagia, kita yang menderita. Ada orang yang maju, kita yang menggerutu. Ada
orang yang berjaya, kita yang tidak rela. Dan saat ada orang yang berhasil, kita
yang uring-uringan. Karena di jiwanya, ada racun hati yang menyelimutinya. Iya
racun hati, racun yang membuat dirinya tidak suka melihat orang lain berhasil.
Contoh
konkretnya, pernah dialami Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di
kaki Gunung Salak Bogor. Taman bacaan yang isinya perbuatan baik pun tidak
luput dari kebencian orang-orang yang membencinya. Taman bacaan yang jadi
ladang amal banyak orang pun didendami tanpa alasan yang jelas. Saat taman
bacaan berkegiatan, dia datangkan orang-orang yang tidak jelas untuk mengintimidasi.
Saat taman bacaan lancar jaya, dia pantau untuk cari cara mengganggungnya. Dan
saat taman bacaan beramal, tiba-tiba dia datang untuk mengacaukan dan membuat
kerugian material atas aset taman bacaan. Taman bacaan pun pernah berhadapan
dengan orang yang penuh benci dan hasad yang luar biasa. Dan biarkan saja,
hingga waktu yang akan membuktikannnya. Itulah tantangan terbesar literasi, menjauhi sikap hasad dan dengki.
Istilahnya,
meminum racun sendiri berharap orang lain yang mati.
Betapa
tersiksa jika hasad masih tersimpan dalam hati. Betapa terpenjara jika benci
merasuk hingga ke jiwa. Energi negatifnya begitu menguras pikiran, perasaan,
bahkan bisa-bisa menghanguskan amal kebaikannya. Hari-harinya peduli pada urusan
penyakit hati, untuk menyalahkan orang lain. Hingga lupa untuk introspeksi
diri.
Sibuk
menebar fitnah dan gosip yang tidak sepenuhnya benar. Sibuk memusuhi orang yang
tidak pantas dimusuhi. Sibuk mengomentari apa yang tidak harus dikomentari. Sibuk
berburuk sangka terhadap apa yang tidak semestinya. Sibuk menyalahkan dan
mencari-cari keburukan orang lain. Sibuk dan sibuk untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat. Sampai tidak lagi punya tenaga untuk berbenah dan berkarya. Hingga
tidak punya waktu untuk muhasabah diri.
Patut
direnungkan, betapa lelahnya jika memandang hidup sebatas kompetisi urusan
dunia. Betapa capeknya jika menjalani hidup sebatas urusan material. Betapa
salahnya jika melihat orang lain dari sisi buruknya. Lalu, semena-mena menghakimi
dan memvonis bla-bla-bla. Lupa untuk bertanya, memangnya saya siapa? Tuhan
bukan, siapa-siapa juga bukan.
Meminum
racun sendiri, berharap orang lain mati. Bukti pentingnya menjauhi sikap benci,
iri hati, dengki, ghibah, hingga dendam sekalipun. Semuanya penyakit hati yang
patut dihindari. Karena dapat merusak amal ibadah, di samping menghambat
datangnya rezeki. Kenapa harus tidak rela melihat orang lain berhasil? Bukankah
Allah SWT yang berkehendak untuk menaburkan nikmat dan karunia kepada siapa yang
dikehendaki-Nya.
Jadi,
jangan lagi ada. Meminum racun sendiri tapi berharap orang lain yang mati.
Akibat benci, iri hati, dengki, ghibah, dan dendam yang bermukim di hati. Jangan
ada racun hati pada setiap tarikan nafas kita. Seperti kata Jalaludin Rumi, “jangan
kau tanam apapun kecuali cinta di hati”. Salam literasi #TamanBacaan
#BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar