Tidak sedikit, orang yang kerjanya sibuk ngurusin hidup orang lain. Sibuk mengintip laju orang lain, setelah itu mengomentarinya. Sibuk di grup WA, sibuk di medsos. Tapi hanya soal gosip dan kepo. Bisa jadi, orang model begitu sangat mungkin ibadahnya rusak. Hidupnya terlalu membuang waktu untuk urusan yang sia-sia.
Banyak
komentar untuk urusan yang tidak penting. Apalagi di musim pilpres begini.
Saking nggak suka sama pasangan capres-cawapres yang bukan idolanya,
dicari-carilah kekurangannya dan kesalahannya. Biar capres pilihannya
seolah-olah bagus dan paling jempolan. Akhirnya, terjebak pada retorika semu.
Ujung-ujungnya, gila kekuasaan. Maka segala cara pun ditempuh untuk
mempertahankan kekuasaannya.
Faktanya,
memang sulit mewujudkan masyarakat yang literat. Masyarakat yang mampu menerima
realitas, lalu fokus pada diri sendiri. Untuk memperbaiki diri lalu
meningkatkan kualitas diri sendiri. Masyarakat yang sadar diri, bahwa tidak ada
manusia yang sempurna di dunia ini. Akibat terlalu banyak omong di media
sosial, banayk celoteh di grup WA. Jadinya, hanya pandai berkomentar tanpa
pandai ber-aksi.
Entah
kenapa, masih banyak orang-orang yang kerjanya hanya menilai orang lain? Sibuk
sama urusan orang lain. Lalu gemar menghakimi, memvonis orang lain buruk.
Beginilah begitulah, seolah sudah jadi manusia paling benar sedunai. Ngasih
makan nggak, nyekolahin nggak. Giliran ngomong seperti orang yang ngelahirin
aja. Siapa sih mereka? Mereka itulah kaum penggibah. Orang-orang tukang gibah,
gosip, bahkan fitnah. Orang-orang yang doyan bergaul dalam keburukan. Hanya
mampu membicarakan orang lain tanpa mau membicarakan diri sendiri. Kaum yang
gagal dalam ibadah, abai dalam kebaikan.
Jangan
lupa, kerjaan orang yang tidak punya kerjaan adalah mengomentari apapun yang
dilakukan orang lain. Maka saat berbuat baik secara konkret, siapapun tidak
butuh pujian atau cacian dari siapapun. Cukup kerjakan yang baik dan bermanfaat
untuk orang lain. Agar terhindar dari perbuatan sia-sia. Perbuatan yang hanya
bisa ngomong tanpa bisa aksi. Komentator itu kerjanya ngomong dan menyalahkan.
Karena hanya itu yang bisa dilakukannya. Sekalipun hanya omong kosong.
Spirit
itulah yang saya terapkan di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di
kaki Gunung Salak Bogor. Tempat membaca ratusan anak dari 4 desa, tempat
memberantas buta aksara, dan tempat yang mampu jadi ladang amal semua orang.
Atas nama kemanusiaan dan kepedulian mengabdi kepada sesama. Taman bacaan yang
sama sekali tidak butuh komentar orang lain, tidak butuh pujian apalagi cacian.
Hanya tempat untuk mengubah niat baik jadi aksi nyata. Di taman bacaan, saya
kian jauh dari orang-orang yang doyan gibah. Tidak lagi ngalor-ngidul nggak
jelas. Membangun dedikasi dan loyalitas demi tegaknya kegemaran membaca dan
budaya literasi masyarakat.
Maka
pesannya adalah jangan terlalu banyak mengomentari urusan orang lain. Jangan
mudah mencari-cari kesalahan orang lain. Apalagi menebar aib orang lain tanpa
tahu kebenarannya. Bahaya dan mengerikan, dampaknya bisa sakit lahir batin
serta rusak mental pikirannya. Karena lebih sering mengurusi hidup orang lain.
Tanpa mampu menilai kekurangan dan keburukan diri sendiri. Jadilah manusia
literat, pergilah ke taman bacaan. Apa yang bisa dilakukan di sana?
Dari
semua yang dilakukan manusia selama di dunia, sejatinya hanya satu. Lakukan
saja kebaikan di manapun selagi masih ada waktu. Jangan beri ruang untuk
orang-orang yang bejat moralnya, jahat akhlaknya. Karena perintahnya jelas,
jauhi kebobrokan dan dekatkan kebaikan. Amar ma'ruf nahi mungkar. Hanya setan
yang bisa bilang " kalau bisa jahat, kenapa harus baik?"
Akhirnya,
tidakkah kita tahu Allah SWT sudah berjanji? “Adakah balasan kebaikan selain
kebaikan?” (QS. Ar Rahman: 60). Sudah pasti, balasannya kebaikan. Sebaliknya,
kejahatan pasti dibalas keburukan. Tinggal tunggu waktunya saja. Salam literasi
#TamanBacaan #BacaBukanMaen #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar