Ada hal baru di UU No. 4/2023
tentang Pengembangan dan penguatasn Sektor keuanga di bidang dana pensiun.
Yaitu pada Pasal 169 ayat (3) ditegaskan
“Dana Pensiun Lembaga Keuangan
(DPLK) dilarang mengalihkan pengelolaan aset kepada pihak ketiga”. Pihak
ketiga bisa dapat diartikan manajer investasi atau perusahaan aset manajemen
yang selama ini “dititipkan” untuk penempatan investasi dari dana pensiun. Itu
berarti, ke depan, DPLK harus mengelola aset dana pensiun milik peserta secara sendiri,
tidak lagi diserahkan ke pihak ketiga.
Terkait larangan itu, ketentuan
peralihan Pasal 320 ayat (5) UU PPSK disebutkan
larangan DPLK
mengalihkan pengelolaan aset ke pihak ketiga efektif diterapkan paling lambat 5 (lima) tahun sejak
UU PPSK diundangkan. Artinya, bila
saat ini DPLK, pengelolaan asetnya berada di pihak ketiga atau di manajer
investasi maka diberikan waktu untuk menyesuaikan/menarik pengalihan aset dari pihak ketiga/manajer investasi
selama 5 (lima) tahun,
yaitu paling lambat 12 Januari 2027. Syukur-syukur bisa dilakukan
sebelum tenggat waktu 5 tahun sudah bisa dilakukan.
Sebenranya, ketentuan ini bersifat penegasan kembali dari ketentuan yang sudah diatur dalam UU 11/1992 maka pengalihan pengelolaan kepada manajer investasi yang
baru selama periode 5 (lima) tahun sejak UU PPSK diundangkan tidak diperkenankan. Bahkan
bila dalam masa peralihan, DPLK yang perjanjian kerja samanya berakhir, maka perpanjangan atas
perjanjian kerjasama dengan manajer investasi
tidak diperkenankan karena hal ini dinilai
sebagai pengalihan baru dari DPLK kepada manajer
investasi.
Ketentuan ini sepatutnya direspon secara positif.
Karena spiritnya adalah 1) untuk mengembalikan “khitah” DPLK sebagai pengelola aset
(termasuk investasi) bagi pesertanya untuk masa pensiun (bukan sekadar menjadi
administrator) sehingga dibutuhkan kompetensi pengelolaan aset dan investasi
yang memadai, 2) menjadi mandat dalam menerapkan prinsip tata kelola Dana Pensiun
yang baik, dan 3) menjadi bagian penerapan manajemen risiko yang efektif dalam
setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Hingga
ujungnya, benar-benar tercapai Pasal 143 ayat (2) UU PPSK yang menyebut “Dana Pensiun
wajib dikelola dengan mengutamakan kepentingan Peserta serta Pihak yang Berhak atas
Manfaat Pensiun sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun”.
Pada praktiknya, iuran yang disetor peserta (pekerja
dan pemberi kerja) DPLK diamanatkan ke arahan investasi sesuai pilihan peserta
sendiri. Oleh karena itu, DPLK wajib menempatkan dan mengelola iuran ke dalam instrumen
investasi yang sehat. Agar dapat memberikan imbal hasil yang kompetitif. Karena itu, DPLK harus menyiapkan “investment
specialist” yang kompeten untuk urusan investasi dan pengelolaan aset DPLK-nya.
Selain mampu menempatkan dan memilih investasi yang benar, DPLK pun harus mampu
menjaga nilai
aset dana pensiun peserta untuk jangka panjang. Agar dapat dinikmati peserta DPLK di masa pensiun sesuai dengan yang
seharusnya diterima.
Larangan DPLK mengalihkan
pengelolaan aset ke pihak ketiga atau manajer investasi tentu menjadi tantangan
tersendiri. Namun harus dipahami sebagai cara untuk meningkatkan kompetensi penyelenggara
DPLK di bidang pengelolaan aset dan investasi, di samping untuk menjaga
keamanan manfaat pensiun peserta pada saat diperlukan nantinya. Apalagi Pasal 167 UU PPSK mengatur bahwa aset Dana Pensiun dihimpun
dari: a) iuran pemberi kerja, b) iuran peserta, c) hasil pengelolaan aset, d) pengalihan aset dari Dana Pensiun lain, dan/atau e) pengalihan dana awal pemberi kerja. Karena
itu, kompetensi pengelolaan aset di DPLK menjadi sebuah keniscayaan.
Terkait dengan larangan DPLK
mengalihkan pengelolaan aset ke pihak ketiga, ada baiknya dibaca dengan seksama
Frequently
Asked Question (FAQ) ketentuan terkait Dana Pensiun pasca berlakunga UU No. 4/2023 tentang
Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK). Salam #YukSiapkanPensiun
#EdukasiDPLK #EdukasiDanaPensiun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar