Suatu kali, kawan saya bercerita. Dia mendapat teror dari “orang misterius” yang sering gonta-ganti nomor. Lalu kalimatnya, mencaci maki, menghujat, menghina, bahkan mem-bully secara fisik. Persis seperti manusia yang penuh kebencian sedang berjuang untuk ambisi dan kefrustrasiannya sendiri. Jangan ilmu, akhlak dan adab pun sudah lama diabaikan. Lalu kawan saya bertanya, apa yang harus dilakukan?
Saya pun sedikit merenung,
lalu bertutur kepada kawan. Bahwa hidup di dunia yang sementara ini adalah
perjalanan yang digariskan Allah SWT. Selalu
ada dua rasa: manis dan getir, lapang dan sesak, suka dan duka, nikmat dan
musibah; serta sabar dan syukur. Tidak seorangpun bisa lepas dari dua rasa itu,
pun untuk mereka yang dicintai-Nya. Karena sejatinya, makin tinggi anugerah dan
karunia yang diberikan-Nya, maka semakin besar pula cobaannya.
Jadi atas apapun teror dan
perlakuan buruk orang lain. Cukup bersabar dan bersyukur saja. Adalah hak orang
lain untuk membenci dan tidak suka pada kita. Karena kita tidak pernah bisa
mengontrol pikiran dan perbuatan orang lain. Kita hanya bisa mengendalikan
sikap, pikiran dan perilaku kita sendiri. Bila apa yang dikatakan benar saja
itu jadi gibah. Apalagi bila tidak benar maka menjadi fitnah. Untuk itu,
sandarkan semua kepada-Nya. Biarkan Allah SWT yang bekerja untuk kita, utuk
orang-orang zolim kepada orang lain.
Apapun yang terjadi dalam
hidup, berjuanglah untuk tetap baik. Perbaiki niat, baguskan ikhtiar, dan
perbanyak doa kepada-Nya. Sambil tetap sabar dan syukur sebagai “perahu” yang
akan membawa seorang hamba berselancar dalam kehidupan “dua rasa” dengan bekal
iman di dada. Atas sebab hadirnya sabar dan syukur itulah, Nabi Muhammad SAW menyatakan
betapa menakjubkan hidup dan ihwal orang beriman. Karena semua urusannya adalah
kebaikan.
Sabar dalam cobaan, musibah,
dan gangguan orang lain itu baik. Selain mendapat pahala tanpa batas, selalu dicintai-Nya, dan
dibersamai Allah SWT dalam keadaan apapun. Sementara syukur, selalu membuat anugerah
dan nikmat tetap melekat, kian berganda berlipat, serta menenggelamkan
pemilikknya dalam Rahmat Allah SWT.
Apapun yang terjadi, hadapi
dengan sabar dan syukur. Karena keduanya bukan hanya akhlak mulia. Tapi menjadi
ungkapan iman yang mendatangkan ridho Allah SWT. Selain lebih sehat dan
tercerahkan, sabar dan syukur mmbuktikan pemiliknya selalu mendapatkan kebaikan
dan keberkahan, apapun bentuknya.
Dalam banyak hal, sabar juga
sebentuk syukur; dalam menyambut karunia-Nya yang berbentuk cobaan, duka,
nestapa, dan musibah. Begitu pula, syukur pun sebentuk sabar dalam menyambut cobaan-Nya
yang berupa kesenangan, kelapangan, kelimpahan, dan canda tawa.
Maka esok, sungguh tiada ada
kata henti untuk bersabar dan bersyukur. Sebab keduanya menjadi tali yang menghubungkan
kita dengan-Nya. Seperti kata Umar bin Khattab, “Jika sabar dan syukur itu dua
kendaraan, aku tak peduli naik yang mana. Keduanya berlintasan ridho-Nya;
berjurusan surga”. Maka di Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka
di kaki Gunung Salak Bogor pun selalu berpegang pada sabar dan syukur. Asal
yang dikerjakan baik maka teruskanlah. Tanpa peduli ada orang-orang yang tidak
suka atau membenci taman bacaan. Karena semuanya sudah dalam kehendak-Nya.
Untuk
kawan yang bercerita atau kawan-kawan lain yang mengalami serupa. Jika hati
pernah terluka dan dizolimi orang lain, maka bersabar dan bersyukurlah. Karena
itu pertanda, Allah SWT akan menunjukkan hal-hal yang indah di kemudian hari.
Sebadai
apapun, angin mengobrak-abrik rangkaian cerita, pada akhirnya akan menciptakan suasana
baru yang lebih membahagiakan. Karena setiap benih yang ditanam, pasti akan
pecah dan berubah menjadi tanaman yang menakjubkan. Berkaht sabar dan syukur
kepada-Nya.
Jangan
pernah sesali yang telah berlalu. Cukup jadikan kenanagn untuk terus
memperbaiki diri, membaguskan ikhtiar, dan memperbanyak doa. Siapa yang menabur
(baik atau buruk), pasti akan diayang akan menuainya esok? Sandarkan semua kepada Allah SWT. Karena semua orang akan
kembali kepada Allah SWT setelah matinya. Salam literasi!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar