Banyak orang pengen jadi orang luar biasa. Menjadi orang yang istimewa. Maka segala cara dilakukan, segala upaya diperjuangkan, Agar bisa jadi orang luar biasa. Agar dipuji banyak orang, dikagumi orang lain. Jadi, kamu mau jadi orang luar biasa atau orang biasa?
Saat ditanya, mau
jadi apa? Banyak orang menjawab. Mau jadi orang sukses, mau jadi orang kaya.
Ada yang mau jadi orang hebat. Jadi orang terkenal, minimal di media sosial. Berjuang
untuk jadi orang luar biasa, begitulah yang dilakoni banyak orang saat ini. Agar
dianggap keren dan mentereng. Maka hanya sedikit sekali, saat ditanya "mau
jadi apa?". Jawabnya, mau jadi "orang biasa".
Berbeda dengan orang
biasa. Tidak harus hebat, tidak perlu kaya. Bahkan orang biasa tidak perlu terkenal.
Namanya juga orang biasa. Hidupnya sederhana, dan kerjanya melakukan hal-hal
kecil yang tidak mau dilakukan orang lain. Orang biasa hanya mau belajar untuk
terus menebar kebaikan. Berbagi manfaat kepada orang lain atas paa yang bisa
dilakukannya. Orang biasa prinsipnya seperti air putih. Sederhana tapi
bermakna.
Orang biasa bisa
hidup di mana saja. Di kota boleh, apalagi di kampung. Karena orang biasa
gampang adaptasi, mudah bersosialisasi. Tapi orang luar biasa mungkin hanya
bisa hidup di kota. Kampung mah nggak level bagi orang luar biasa. Karena orang
luar biasa, gaya hidupnya tinggi. Omongannya besar bahkan citanya-citanya
menulang Kadang, orang luar biasa hidupnya dalam mimpi. Sebatas niat dan
omongan tanpa aksi nyata.
Seperti orang-orang
biasa di taman bacaan. Kerjaaannya dianggap sepele. Membimbing
anak-anak yang membaca buku, mengajar kaum buta aksara, mengajar calistung anak-anak
kelas prasekolah, mengelola koperasi simpan pinjan, mengaji dengan anak-anak
yatim dan kaum jompo, hingga menjadi driver motor baca keliling. Hal-hal kecil
di mata orang luar biasa justru dilakukan orang-orang biasa. Orang-orang biasa
di taman bacaan, pegiat literasi dan relawan, hanya berjuang membangun
tradisi baca dan budaya literasi di tengah gempuran era digital. Orang biasa
yang mengabdi di jalan sunyi, tanpa gemerlap panggung popularitas. Orang biasa
diajarkan untuk selalu survive dalam kondidi dan keadaan apapun.
Berbeda dengan
orang luar biasa. Pengagum kehormatan. Senang dipuji dan bergaya hidup mentereng.
Tapi sayangnya, orang-orang luar biasa yang hebat sering kali rapuh. Gaya
hidupnya keren tapi menfaatnya kecil. Pangkat dan jabatannya tinggi tapi untuk
diri sendiri, tidak berguna untuk orang lain. Hartanya bergelimang tapi tidak
peduli terhadap kesusahan orang lain. Orang-orang luar biasa pengen mentereng sebatas
di media sosial. Bahkan orang luar biasa, sering kali bicara seenak-enaknya.
Hanya pakai logika tanpa pakai hari. Merasa dirinya selalu benar, sementara orang
lain pasti salah. Orang luar biasa merasa sudah "jadi sesuatu" dari
sebelumnya yang "bukan apa-apa".
Sementara orang-orang
biasa. Tetap sederhana dan selalu merasa bukan apa-apa. Bukan Orang biasa pun
bukan siapa-siapa. Apapaun yag diperolah dan dialami, selalu disyukuri, tanpa
dikeluhkan. Orang biasa selalu memperbaiki niat dan memperbagus ikhtiar. Untuk menebar kebaikan kepada orang lain.
Orang-orang yang selalu nrimo, apa adanya. Orang biasa selalu percaya.
Bahwa apapun yang terjadi, semuanya atas skenario Allah SWT.
Orang biasa,
tidak pernah peduli dari mana dia berasal. Orang biasa tidak peduli siapa dia
sebelumnya. Orang biasa hanya fokus pada “siapa dia hari ini”. Apa yang telah
diperbuatnya untuk orang lain, seberapa besar manfaatnya. Maka dalam literasi
orang biasa. Sama sekali tidak perlu jadi orang luar biasa atau orang yang
sempurna. Tapi cukup jadi orang biasa yang terus-menerus menebar manfaat. Selalu
sederhana tapi memberi makna.
Orang biasa
yakin. Bahwa apapun di dunia ini, luar biasa itu hanya lahir dari perasaan yang
berlebihan. Terlalu over thinking dalam memandang sesuatu. Toh pada akhirnya,
semua akan biasa-biasa saja
pada waktunya. Salam literasi #PegiatLiterasi
#TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar