Rabu, 22 Februari 2023

Literasi Kemarahan, Apa Untungnya Marah-marah?

Jangan gampang marah. Itulah tantangan terberat hidup di era media sosial, di tengah pergaulan yang serba boleh. Karena marah, anak pejabat yang menganiaya anak di bawah umur jadi masuk penjara. Akibat marah-marah ke polisi, debt collector jadi viral hingga mendapat reaksi keras dari Kapolda Metri Jaya. Bahkan yang paing viral, karena marah pula FS membunuh Brigadir J hingga divonis hukuman mati.

 

Zaman now memang membuat vanyak orang gampang marah. Akibat iri, benci, dendam atau tidak suka kepada orang lain. Di dunia nyata, di media sosial, bahkan di grup WA. Banyak orang gampang marah. Hingga lupa untuk bersabar, lupa untuk diam. Akhlaknya jadi gampang marah tanpa mau sabar. Jangankan orang lain, negara dan pemimpin saja sekarang ini sering dimarah-marahin rakyatnya. Layaklah disebuta “negeri kaum pemarah”. Hingga membennarkan segala Tindakan buruk dan jahat yang menimbulkan kemarahan publik. Terlalu gampang marah dna lupa mengakhirinya.

 

Marah itu artinya, "sangat tidak senang", berang atau gusar. Lalu berubah menjadi "marah-marah", gampang marah atau doyan marah. Kerjanya senang memarahi, senang marah-marah. Tidak ada alasan pun marah-marah, apalagi ada alasannya. Orang yang gampang marah. Pasti tidak boleh disanggah. Karena katanya, marah itu manusiawi. Antre di busway marah, tidak dipinjamin uang marah, melihat orang berhasil marah, bahkan gerimis sepanjang hari pun marah-marah. Aneh memang kaum pemarah itu.

 

Aneh, orang yang gampang marah. Kenapa harus berteriak-teriak, kenapa harusbersuara keras? Meledak-ledak seperti gunung yang mau Meletus. Hingga marah jadi identic dengan caci-maki, menghujat dan sebagainya. Lebih aneh lagi, orang yang gampang marah susah reda. Cepat marah tapi tidak cepat reda. Terus bila marah, apa masalah bisa selesai? Serem banget, bila saat marah-marah tahu-tahu meninggal dunia. Mengerikan!

 


Jangan gampang marah. Bila membaca sejarah, Nabi Muhammad SAW itu tidak pernah sakit seumur hidupnya. Kenapa? Karena beliau tidak pernah marah. Tidak pernah marah-marah. Selalu sabar dan berjiwa besar. Selalu bijak menyikapi ketidak-benaran. Orang salah dinasihati, bukan dimarahi. Maka benar, orang kuat dan sehat itu bukan yang jago berantem atau bergelut. Tapi orang yang jago mengelola amarah, mampu mengendalikan kemarahan.

 

Marah memang manusiawi. Tapi jangan terlalu gampang marah, apalagi untuk hal-hal sepele. Untuk apa beda pilihan marah-marah? Marah pun nggak perlu terus-terusan, nggak usah diperpanjang. Marah boleh asal tidak jadi dosa. Orang tua kita dulu bilang, "cuka itu merusak madu". Maka, marah pun bisa merusak amal.

 

Janagan gampang marah, Karena orang yang marah-marah pun tidak lebih baik dari orang yang dimarahi. Rileks saja, jangan marah-marah melulu. Apalagi hanya dari soal-soal kecil dan sederhana. Lebih baik sabar dan memaafkan daripada marah-marah. Karena marah, terlalu banyak ruginya daripada untungnya.

 

Dan yang terpenting, ternyata marah tidak pernah mampu menyelesaikan banyak hal. Salam literasi.

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar