Tingkat inklusi keuangan sektor dana pensiun di Indonesia hanya 6,18%, sedangkan tingkat literasi dana pensiun berada di angka 14,13%. Itu berarti, ketersediaan akses masyarakat untuk memiliki dana pensiun masih tergolong rendah. Begitu pula soal pengetahuan dan keyakinan dana pensiun yang dapat mempengaruhi sikap dan perilaku untuk mengambil keputusan memiliki dana pensiun. Adaa tantangan besar untuk mengembangkan dana pensiun di Indonesia.
Sementara
berbagai survei menyebut, 9 dari 10 pekerja di Indonesia sama sekali tidak siap
untuk pensiun alias berhenti bekerja. Sedangkan di sisi korporasi dalam kaitan
pembayaran imbalan pascakerja, hanya 7% korporasi di Indonesia yang membayar
kewajiban imbalan pascakerja yang sesuai regulasi saat terjadi PHK. Maka wajar,
saat ini 7 dari 10 pensiunan di Indonesia mengalami masalah keuangan di hari
tua.
Ada
“pekerjaan rumah” besar di bidang dana pensiun. Apalagi saat ini ada 135 juta Angkatan
kerja di Indonesia, 81 juta pekerja di sektor informal dan 54 juta pekerja di
sektgor formal. Lalu, apa yang dapat diperbuat
untuk meningkatkan perencanaan masa pensiun pekerja di Indonesia ke depan?
UU
No. 4 tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK)
pada Bab XII mengatur tentang Dana Pensiun, Program Jaminan Hari Tua, dan
Program Pensiun. Ditegaskan di situ bahwa pengaturan industri Dana Pensiun
ditujukan untuk
meningkatkan pelindungan hari tua bagi masyarakat, khususnya para pekerja, meningkatkan
literasi, mendorong kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan program
pensiun, dan mempercepat akumulasi sumber dana jangka panjang sebagai sumber
utama pembiayaan pembangunan. Maka literasi dana pensiun menjadi bagian penting
yang tidak dapat dikesampingkan, untuk meningkatkan aset kelolaan dan
kepesertaan dana pensiun di Indonesia.
UU
P2SK menegaskan dana pensiun adalah badan
hukum yang mengelola dan menjalankan program yang menjanjikan manfaat pensiun. Bentuknya ada DPPK (Dana Pensiun Pemberi Kerja)
dan DPLK (Dana Pensiun Lembaga Keuangan). Masalahnya, masih banyak masyarakat
dan pekerja yang tidak tahu DPLK. Edukasi DPLK sangat penting dilakukan. Karena
saat ini tidak lebih dari 8% saja pekerja di Indonesia yang sudah memiliki dana
pensiun bila dibandingkan 54 juta pekerja formal yang ada. Maka untuk meningkatkan
perlindungan hari tua masyarakat, peran DPLK sangat besar. Atas alasan itulah,
UU P2SK mengatur pendirian DPLK pada akhirnya dapat dilakukan oleh: 1) Bank
Umum, 2) Bank Umum Syariah, 3) Asuransi Jiwa, 4) Asuransi Jiwa Syariah, 5)
Manajer Investasi, 6) Manajer Investasi Syariah, dan 7) Lembaga Keuangan lain yang
diatur OJK. Sebelumnya, pendiri DPLK hanya sebatas bank umum dan asuransi jiwa.
Nah
sebagai edukasi dan untuk mengenal lebih dekat tentang DPLK, masyarakat patut
mengetahui apa dan bagaimana sebenarnya DPLK di Indonesia. Sebagai solusi
pendanaan untuk mencapai kesejahteraan di masa pensiun atau hari tua. Berikut
ini pertanyaan yang sering muncul soal DPLK untuk diketahui bersama.
Apa
itu DPLK ?
DPLK
adalah Dana Pensiun yang dibentuk oleh Lembaga Jasa Keuangan (LJK)
tertentu, selaku pendiri, yang ditujukan bagi karyawan yang diikutsertakan oleh
pemberi kerjanya dan/atau perorangan secara mandiri. DPLK dapat dimaknakan dari dua sisi,
yaitu: 1) pekerja sebagai program pengelolaan dana pensiun yang dirancang untuk
mempersiapkan keberlanutan penghasilann dan jaminan finansial di masa pensiun
dan 2) pemberi kerja sebagai program untuk memenuhikewajiban imbalan pascakerja (pemutusan hubungan kerja)
sebagaimana diatur dalam regulasi ketenagakerjaan, seperti uang pesangon (UP),
uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan uang penggantian hak (UPH).
Apa
manfaat DPLK?
DPLK
tentu bermanfaat bagi pekerja maupun pemberi kerja. Penjelasan manfaat DPLK
adalah sebagai berikut:
Manfaat
untuk Pekerja:
1.
Adanya
jaminan kesinambungan penghasilan di masa pensiun/hari tua
2.
Tersedianya
dana yang “ pasti” untuk masa pensiun
3.
Iuran
dibukukan atas nama pekerja untuk hari tua
4.
Iuran
menjadi pengurang pajak penghasilan (PPh21)
5.
Hasil
investasi bebas pajak sampai dengan manfaat dibayarkan
6.
Dananya
terpisah dari kekayaan pemberi kerja
Manfaat
untuk Pemberi Kerja:
1.
Menghindari
masalah arus kas atau cash flow akibat PHK pekerja di kemudian hari
2.
Mencadangkan
dana kewajiban pembayaran imbalan pascakerja/PHK sesuai regulasi
ketenagakerjaan
3.
Iuran
pemberi kerja menjadi mengurangi pajak penghasilan badan (PPh25), di samping diperhitungkan
sebagai imbalan pascakerja
4.
Menjadi
aset program sesuai sesuai PSAK 24
5.
Bersifat
fleksibel dan dapat disesuaikan dengan kondisi perusahaan
6.
Dapat
meminimalkan biaya pemberi kerja, di samping dapat memelihara pekerja yang
berkualitas
Apa
bedanya DPLK dengan program Jaminan Hari Tua (JHT)?
DPLK
berbeda dengan Jaminan Hari Tua (JHT) atau Jaminan Pensiun (JP). DPLK bersifat
sukarela, sedangkan JHT dan JP bersifat wajib. Program JHT pada dasarnya tidak
dapat “diperhitungkan” sebagai kompensasi imbalan pascakerja atau uang
pesangon. Sedangkann DPLK dapat diperhitungkann sebagai bagian imbalan pascakerja
atau uang pesangon. Di sisi lain, JHT diperuntukkan memenuhi kebutuhan dasar di
masa pensiun, sedangkan DPLK untuk memelihara standar kebutuhan dan gaya hidup di
masa pensiun untuk mencapai “tingkat penghasilan pensiun – TPP” sebesar 70%-80%
dari gaji terakhir.
Siapa
saja yang dapat menjadi peserta DPLK?
Semua
orang yang berpenghasilan dan sadar akan pentingnya mempersiapkan masa pensiun
dapat menjadi peserta DPLK. Caranya dengan: 1) mendaftar sendiri sebagai
peserta mandiri DPLK atau 2) diikutsertakan melalui perusahaan atau pemberi
kerja. Siapapun yang menjadi peserta DPLK, berarti 1) akan menyetor iuran
pensiun secara berkala, 2) berhak memilih arahan investasi, dan 3) berhak
memperoleh manfaat pensiun yang dibayarkan sesuai dengan peraturan dana pensiun
yang berlaku.
Apa
yang dilakukan sebagai peserta DPLK?
Setiap
peserta DPLK akan menyetor iuran pensiun secara berkala, biasanya setiap bulan.
Jangka waktu setoran iuran dilakukan hingga Usia Pensiun Normal (UPN). Iuran
DPLK dapat berasal dari 1) pekerja sendiri, 2) pemberi kerja/perusahaan, dan
atau 3) pekerja dan pemberi kerja secara bersama-sama. Misal pekerja menyetor
iuran 4% dan pemberi kerjqa menyetor iuran 6%. Iuran DPLK dibukukan atas nama
pekerja. Akumulasi iuran dan hasil investasi itulah yang nantinya menjadi
manfaat pensiun yang berhak diterima pekerja sebagai peserta. Iuran yang
disetor pemberi kerja di DPLK tidak dapat “dikembalikan atau diminta” ke
pemberi kerja. Maka perhitungan iuran untuk DPLK sangat diperlukan dengan
memperhatikan prinsip pemupukan dana dan going concern.
Apa
yang terjadi dengan iuran DPLK yang sudah disetor?
Iuran
yang disetor prinsipnya dikelola oleh penyedia DPLK untuk diinvestasikan ke
dalam arahan investasi yang dipilih oleh peserta sendiri, seperti: di 1) Pasar
uang – money market, 2) pendapatan tetap - fix income, 3) Saham - equity, atau
5) Syariah. Maka, hasil investasi dan risiko yang terjadi menjadi tanggung
jawab peserta DPLK. Peserta pun dapat melakukan perubahan arahan investasi
sesuai peraturan dana pensiun yang berlaku di DPLK.
Apakah
iuran atau uang pensiun yang ada di DPLK aman?
Sebagai
bandan hukum, DPLK terikat pada regulasi yang berlaku. Karena itu, iuran atau
uang pensiun peserta sangat aman dan dapat dikontrol sewaktu-waktu. Iuran peserta
terpisah dari kekayaan penyedia DPLK. Bila penyedia DPLK-nya mengalami masalah,
maka iuran atau dana DPLK tiap peserta tetap ada dan dapat dipindah ke DPLK
lain atau dicairkan manfaatnya. Patut diketahui, sesuai dengan UU P2SK,
penyedia dana pensiun diwajibkan mengelola dana peserta DPLK dengan bertumpu
pada 1) tata kelola yang baik, 2) manajemen risiko yang efektif, dan 3) mengutamakan
kepentingan peserta, di samping harus memenuhi standar kompetensi di bidang
dana pensiun.
Apa
saja program DPLK yang ada saat ini?
Saat
ini penyedia DPLK menyelenggarakan dua program DPLK, yaitu 1) Program Pensiun
Iuran Pasti - PPIP (allocated fund) sebagai program
pensiun yang iurannya ditetapkan dalam Peraturan Dana Pensiun dan seluruh iuran
serta hasil pengembangannya dibukukan pada rekening masing-masing peserta
sebagai Manfaat Pensiun dan 2) Program
Pensiun Dana Kompensasi Pascakerja – PPDKP (pooled fund) sebagai program
pensiun yang diperuntukkan pemberi kerja dalam mendanakan kewajiban pembayaran
imbalan pascakerja.PHK kepada pekerjanya.
Mengapa
DPLK diperlukan?
DPLK
sebagai prigram pensiun yang menjanjikan manfaat pensiun sangat diperlukan untuk
hari tua, saat tidak bekerja lagi. Karena cepat atau lambat, setiap pekerja pasti
akan pensiun. Maka DPLK diharapkan dapat menjamin ketersediaan dana untuk masa
pensiun sekaligus untuk mempertahankan kebutuhan dan gaya hidup seperti saat
bekerja. Karena pekerja pun berhak menikmati masa pensiun dengan nyaman dan
sejahtera. Kerja yes, pensiun oke.
DPLK
pun menjadi “kendaraan” yang pas untuk pendanaan imbalan pasca kerja. Untuk mengubah
skema “pay as you go – PAYG” yang selama ini dananya tidak dianggarkan untuk
membayar uang pensiun pekerja menjadi “fully funded” untuk mendanakan secara
proporsional untuk pembayaran uang pensiun sehingga pada waktunya dana yang
harus dibayarkan terpenuhi. Jangan lagi “pay as you go” tapi menjadi “fully
funded” untuk urusan uang pensiun atau pesangon pekerja.
Cepat
atau lambat, uang pensiun atau pesangon pasti dibayarkan. Sebagai kewajiban
imbalan pascakerja/PHK sesuai regulasi yang berlaku. Maka DPLK ibarat “sedia payung
sebelum hujan”, mempersiapkan sejak dini di saat bekerja untuk masa pensiun.
Karena urusan pensiun, bukan gimana nanti tapi nanti gimana? Salam #YukSiapkanPensiun
#EdukasiDanaPensiun #EdukasiDPLK
Tidak ada komentar:
Posting Komentar