Lato-latologi itu istilah yang saya buat sendiri. Setelah di gawai menemukan foto anak- anak TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor bermain lato-lato. Sebuah permainan yang lagi viral di kalangan anak-anak. Mainan murah tapi nggak semua orang bisa memainkannya. Maka jangan dicari istilah “lato-latologi” di kamus, pasti tidak ada.
Sebagai pengelola taman
bacaan, saya tertarik menuliskan tentang permainan lato-lato. Bukan soal mainan
kampungan atau berisik. Tapi ada pesan yang pas untuk pegiat literasi di taman
bacaan. Sebut saja, pelajaran lato-lato di taman bacaan. Namanya lato-latologi,
kira-kira begitu.
Pertama, anak-anak jadi lebih asyik dan percaya diri akibat
main layo-lato. Sekalipun harganya murah, lato-lato bisa menguasai aktivitas
keseharian anak. Mampu menghindari anak-anak dari main gawai yang katanya
mahal. Bebas pula dari nonton TV yang nggak berkualitas.
Terbukti, untuk asyik dan
percaya diri nggak harus barang-barang mewah atau mahal. Lato-lato yang murah
pun bisa kok bikin anak-anak senang, kenapa nggak? Maka nggak usah pesimis bila
nggak punya uang atau modal, kita bisa ciptakan keasyikan versi kita sendiri.
Kayak anak-anak yang main lato-lato.
Kedua, anak-anak jadi paham arti kebersamaan saat main
lato-lato. Karena lato-lato itu bisa dimainkan dengan dua bola. Mana mungkin
main lato-lato dengan satu bola, nggak bakal bisa kan. Main lato-lato itu
sukses bila dua bola secara bersama saling berbenturan. Hingga ada suaranya dan
jadi lebih asyik dilihatnya.
Nah, di taman bacaan atau
apapun dalam hidup itu akan lebih bermakna jika dikerjakan bersama. Contohnya
di taman bacaan, ada yang mengurus, ada yang donasi buku, ada yang CSR. Intinya
kolaborasi di TBM, insya Allahsemuanya jadi ringan dan mudah. Dan pahalanya pun
banyak, karena berjamaah.
Ketiga, saat main lato-lato, anak-anak terlihat punya jiwa
semangat untuk bertindak. Sekalipun nggak tahu ilmunya, mereka langsung
menggoyang di jari dan mengadu bola jadi permainan asyik. Main lato-lato cukup
dilakukan saja tanpa teori.
Artinya, hidup itu nggak usah
banyak teori. Cukup langsung bertindak saja. Kadang kebanyakan teori malah
bikin takut bertindak. Mau buka taman bacaan butuh belajar dulu. Mau menulis
harus baca 100 buku. Mau jualan pikir ini pikir itu. Belajar dari lato-lato,
langsung bertindak. Mahir itu karena praktik, bukan karena teori.
Keempat yang paling penting, karena main lato-lato, anak-anak pun belajar
pentingnya menilai orang lain secara seimbang. Sebagai mainan, lato-lato juga
punya kekurangan seperti berisik karena suaranya, talinya pun rawan putus,
apalagi bolanya bila mengenai kepala. Tapi di balik itu, lato-lato juga punya
kelebihan. Yaitu mampu mengurangi intensitas anak-anak yang candu gawai. Tidak
lagi mabuk handphone karena lato-lato itu positif banget. Bahkan semangat sosialisasi
karena main lato-layo bersama-sama itu seru kan.
Begitulah sekilas
“lato-latologi” versi taman bacaan. Agar bisa belajar tentang makna bermain
lato-lato di anak-anak. Ketimbang mempersoalkan mainan tradisional yang
dianggap murah dan tidak wah.
Daripada berlato-lato
(berletih-letih) memikirkan urusan orang lain. Lebih baik melato-latokan
(latih-latih) diri untuk selalu berpikir positif dan menebar perbuatan baik
untuk orang lain. Agar kita, lebih banyak aksi ketimbang berlato-lato
(berkata-kata) saja. Salam
literasi #TamanBacaan #MainanLatoLato #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar