Membangun budaya literasi di era digital memang tidak mudah. Begitu pula mengembangkan taman bacaan sebagai sentra perilaku membaca anak-anak pun tidak gampang. Maka wajar, banyak taman bacaan seakan “mati enggan hidup tak mau”. Maka wajar, menjadi pegiat literasi di taman bacaan pasti dihadapkan pada tantangan yang tidak kecil. Butuh sikap pantang menyerah, di samping kreativitas yang luar biasa.
Buku literasi
yang tergolong komprehensif berjudul “Membangun Budaya Literasi dan Taman
Bacaan berbasis Edukasi dan Hiburan – TBM Edutainment” karya Syarifudin Yunus
yang terbit pada November 2022 menyajikann fakta dan data, antara lain: hanya
20% ruang baca TBM yang memadai, 60% koleksi buku TBM tidak memadai, dan 57%
TBM yang beroperasi tidak punya legalitas. Taman bacaan sebagai jalan sunyi
pengabdian kian “jauh panggang dari api”. Karena itu, dibutuhkan model pengembangan
taman bacaan yang lebih kreatif dan kompetitif. Agar taman bacaan di mana pun dapat
tetap eksi dan bertahan dalam menebarkan virus membaca ke tengah masyarakat.
Buku setebal
272 halaman, ber-ISBN, dan terbitan Endnote Press ini menuutukan pentingnya eksekusi
jadi prinsip praktik baik di taman bacaan, di samping memelihara 3 syarat TBM
dapat bertahan di era digital, yaitu harus ada anak, ada buku bacaan, dan ada
komitmen yang sepenuh hati. Untuk itu, salah satu cara yang ditempuh adalah
menerapkan model “TBM Edutainment” sebuah model tata kelola taman bacaan
berbasis edukasi dan hiburan sebagai solusi untuk menjadikan taman bacaan
sebagai tempat asyik dan menyenangkan.
Buku yang bertutur
100 esai tentang taman bacaan berisikan 30% praktik baik taman bacaan, 15%
kajian dan riset taman bacaan, 15% tentang TBM Edutainment, dan 40% tantangan dan
tips di taman bacaan menegaskan pentingnya tata kelola taman bacaan berbasis
edukasi dan hiburan. Untuk menarik anak-anak yang membaca dan kepedulian banyak
pihak untuk berkontribusi pada aktivitas taman bacaan. Selain berkisah
pengabdian di TBM, buku ini hadir sebagai referensi ilmiah tentang literasi dan
taman bacaan di Indonesia. Buku literasi yang ditulis berdasarkan pengalaman
konkret di taman bacaan. TBM Edutainment yang memadukan edukasi dan hiburan
merupakan model pengembangan taman bacaan di Indonesia.
“Buku ini hadir
sebagai warisan saya setelah berkiprah 5 tahun lebih di Taman Bacaan Lentera
Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Daerah yang tadinya tidak punya akses
bacaan dan minat baca, kini berubah menjadi antusiasi datang ke taman bacaan
dan melibatkan warga dari 3 desa. Semoga dapat jadi referensi untuk membangun
sikap pantang menyerah dan kreativitas para pegiat literasi. Dan yang penting,
taman bacaan tidak cukup berbekal idealisme. Tapi harus ada hati, cinta, dan
komitmen dalam mengelolanya” ujar Syarifudin Yunus, penulis buku yang sekaligus
pegiat literasi TBM Lentera Pustaka.
Buku ke-40 Syarifudin
Yunus yang berprofesi sebagai Dosen PBSI FBS Universitas Indraprasta PGRI ini
sekaligus menjadi luaran dari disertasi Doktor Manajemen Pendidikan
Pascasarjana Universitas Pakuan Bogor yang tengah ditulisnya. Disertasi yang
berjudul “Peningkatan Tata Kelola Taman Bacaan melalui Pengembangan Model TBM
Edutainment sebagai Layanan Dasar Pendidikan Nonformal pada Taman Bacaan
Masyarakat (TBM) di Kabupaten Bogor”. Selain didedikasikan untuk
menegakkan giat membaca dan budaya literasi masyarakat, buku ini pun diharapkan
dapat memberi pencerahan tentang tata kelola taman bacaan di Indonesia.
Buku literasi
tentang membangun budaya literasi dan taman bacaan berbasis TBM Edutainment ini
memberi pesan sederhana. Untuk menjadikan buku sebagai kekasih setia di tengah
gempuran era digital. Karena hidup tanpa buku seperti ruang gelap tidak
berlampu.
Dekati buku
seperti menggenggam gawai. Salam literasi. #BukuLiterasi #PegiatLiterasiMenulis
#TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #GerakanLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar