Seorang kawan bersama keluarganya kemarin (21/1/2023) mampir ke Kopi Lentera di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Ditemani secangkir kopi, obrolan literasi pun dimulai di Rooftop Baca Lt. 3 yang baru saja usai dibangun. Dari mulai perjuangan berkiprah di taman bacaan, suka dukanya hingga ikhtiar taman bacaan agar tetap eksis di tengah era digital. Untuk menebar manfaat kepada sesama, di samping menekan angka putus sekolah di Desa Sukaluyu Kec. Tamansari Kab. Bogor.
Masalahnya,
bukan di soal taman bacaan atau gerakan literasi di Indonesia. Tapi ini soal secangkir
kopi yang mampu menyatukan manusia. Kopi yang membuat siapapun penikmatnya, sama
rasa sama status. Secangkir kopi yang universal, tidak akan pernah memandang
kasta apalagi harta. Karena secangkir kopi dapat membuat siapapun belajar,
bahwa rasa pahit juga dapat dinikmati.
Obrolan
literasi di Kopi Lentera TBM Lentera Pustaka jadi bukti. Bahwa secangkir kopi
dapat menjadi inspirasi bersama dan mencairkan suasana. Kopi yang tidak akan
pernah berdusta atas nama rasa. Kopi yang selalu punya cerita. Bahwa yang hitam
tidak selalu kotor, bahwa rasa pahit pun tidak selalu membawa kesedihan. Seperti di taman bacaan pun, ada yang
benci ada yang suka. Ada yang mau berbuat ada yang hanya berdiam diri. Di taman
bacaan, seperti secangkir kopi, siapapun tidak akan pernah bisa “memaksa” orang
lain untuk menyukainya. Ada yang pro ada yang kontra, tidak masalah. Asal jangan
melumpuhkan akal sehat dan hati nurani.
Obrolan
literasi ditemani secangkir kopi. Selalu membuat penikmatnya takjub. Untuk
selalu bersyukur dan bersenang hati. Karena saat menyeruput secangkir kopi, pahit
itu bersifat alamiah. Rasa yang orisinal dan tidak dibuat-buat. Rasa yang tidak
mungkin di manipulasi. Karena emas ya emas, sampah ya sampah. Tidak akan pernah
tertukar sedikitpun. Secangkir kopi yang mebuat kagum. Sensasinya luar biasa, persis
seperti, takjubnya manusia kepada Tuhannya. Kagum pada cara Tuhan memberi
rezeki kepada umatnya. Tidak pernah tertukar bahkan tidak bisa dimanipulasi
sedikitpun.
Secangkir
kopi di obrolan literasi. Selalu menghadirkan hati nurani. Bahwa ada kebenaran
yang hakiki untuk dikerjakan siapapun. Bukan hanya celotehan atau argumen yang
dibuat-buat. Karena kopi, selalu mampu menyelaraskan pikiran, hati, dan sikap
penikmatnya. Sesempurna apapun kopi yang dibuat, selalu menghadirkan sisi pahit
yang sulit disembunyikan.
“Hiduplah
sesuai dengan kemampuan; jangan hidup atas kemauan apalagi kebencian”, begitu
kata pepatah. Pada secangkir kopi, selalu ada takaran yang seimbang; antara
manis dan pahit. Kopi yang mampu membangkitkan energi dan inspirasi. Kopi yang
penuh esensi bukan hanya sensasi. Obrolan literasi sambil menyeruput secangkir
kopi, sungguh bisa memendam rasa angkuh akibat gemerlap dunia. Untuk selalu takjub
pada kebesaran-Nya, bukan keangkuhan diri. Agar tetap tenang, lembut, dan
bersyukur dalam belantara kehidupan. Tanpa perlu meninggikan hati; tanpa perlu
merendahkan orang lain. Karena di depan kopi, semua manusia sama saja.
Pada
secangkir kopi. Selalu ada pesan yang menghampiri. Bahwa siapapun, tidak ada
yang sempurna. Maka tidak perlu adu argumen pada orang yang mempercayai
kebenciannya sendiri. Lalu buta dari melihat kebaikan yang ada di dekatnya. Karena
pada secangkir kopi, selalu ada kejujuran. Bahwa kopi tanpa gula pun tidak perlu bermanis-manis
di mulut. Agar tidak ragu menunjukkan jati diri yang sebenarnya. Salam literasi #KopiLentera #TamanBacaan
#TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar