Entah kenapa? Zaman begini, banyak orang sudah susah diajak rileks. Terlalu “gila kerja” mengejar dunia. Berjuang habis-habisan untuk gaya hidup. Bahkan overthinking untuk segala urusan sekalipun bukan urusannya. Maka wajar, akhirnya di akhir tahun butuh liburan. Butuh healing alias penyembuhan atas dirinya. Gagal menikmati hidup yang apa adanya.
Saat
ditanya kawan, tentang apa resolusi tahun 2023? Saya menjawab, rileks saja.
Santai sambil tetap perbaiki niat dan baguskan ikhtiar. Karena semua yang terjadi
di dunia, sejatinya sudah menjadi kehendak-Nya. Mau berjuang sehebat apapun,
bila Allah SWT tidak izinkan maka tidak akan berhasil. Sebaliknya, apapun bila
dikehendaki Allah SWT sekalipun ikhtiarnya sedikit maka akan tetap terjadi. Di
situlah pentingnya sikap rileks untuk sabar saat mendapat cobaan dan syukur
saat meraih nikmat.
Rileks
saja. Tidak usah kayak politik. Nggak usah pengen gibah melulu apapalgi bergosip
sambil menebar fitnah. Santai saja, toh Allah SWT sudah tahu siapa kita ini?
Nggak usah banyak celoteh, tidak perlu pula banyak argumen. Kerjakan saja yang
baik-baik. Agar tetap sejuk di tempat yang panas. Agar tetap merasa kecil
meskipun telah menjadi besar. Agar tetap tenang di tempat gaduh sekalipun. Jadi,
rileks saja.
Memang
aneh. Bila ada orang gampang benci, enteng marah. Mudah banget untuk kecewa dan
mengeluh. Di dunia maya mengeluh, di dunia nyata keluh-kesah. Akhirnya, tdiak
ada yang dapat dikerjakan. Tidak pula ikhtiar mencari jalan keluar atas
keluhannya. Menuntut orang lain berubah tapi diri sendiri sulit berubah. Terus,
mau bagaimana dong?
Rileks
saja. Jangan urusan negara yang besar. Urusan manusia dan dunia saja sudah
digariskan Allah SWT. Nikmatilah hidup dan syukurilah apa yang ada. Agar tetap
baik. Dan yang paling penting, nggak usah menunggu untuk jadi orang baik.
Karena bersikap rileks dan berbuat baik sangat penting untuk kesehatan, apalagi
keberkahan. Tetap menjaga pikiran positif, menghindari keluh-kesah, dan optimis
untuk urusan apapun.
Rileks
itu pula yang jadi pegangan aktivitas Taman Bacaan Masyarakat (TBM) lentera
Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Anak-anak yang mau membaca bagus, tidak mau
membaca pun tidak apa-apa. Mau peduli ke taman bacaan silakan, mau memusuhi pun
silakan. Taman bacaan sangat yakin, apapun yang dilakukan “ganjarannya” pasti
akan kembali kepada orangnya. Taman bacaan itu jalan hidup dan pengabdian.
Bukan untuk mendapat tepuk-tangan dari orang lain. Maka di taman bacaan, tidak
boleh ada orang lain yang menentukan cara kita dalam bertindak.
Kenapa
Anda susah rileks? Jawabnya sederhana, karena gampang iri, benci, dan hasad. Pikirannya
negatif dan terlalu gemar “mengintip” laju orang lain. Aktif di media sosial
atau grup WA hanya untuk bersekongkol dalam keburukan. Bukannya “amar ma’ruf
nahi mungkar” tapi “amar mungkar nahi mungkar”. Bersekongkol itu untuk kebaikan,
untuk kemanfaatan kepada orang lain. Rileks itu realistis saja. Sadar, bila
tidak sama bukan berarti tidak boleh beda. Bila orang lain salah, diri kita pun
belum tentu benar. Sesederhana itulah sikap rileks.
Jadi,
untuk apa membenci orang lain? Untuk apa pula bersekongkol dalam keburukan? Sama
sekali tidak ada manfaatnya. Rileks saja. Agar pundak kita lebih kuat menopang
kebaikan yang harusnya dilakukan. Karena saat rileks, setiap nasihat baik itu tidak pernah
datang terlambat hingga kapan pun dan si mana pun. Salam literasi #PegiatLiterasi
#TamanBacaan #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar