Kamis, 22 Desember 2022

Catatan Hari Ibu dari Seorang Pegiat Literasi

Happy mother’s day, selamat hari Ibu!

Tapi sayang, ucapan itu hanya sebatas di media sosial (medsos). Banyak doa dilantunkan untuk Ibu, lagi-lagi hanya di medsos. Sementara sang Ibu, tidak main medsos, nggak punya akun medsos. Maka Ibu pun berpesan, “Nak, kalo mau doakan ibu sehat dan masuk surga di masjid atau di atas sajadah ya. Karena kamu lahir kan bukan Ibu download”.

 

Medsos sudah seperti segalanya. Karena medsos pula, Ibu kandung seringkali dilupakan. Butuh nasihat cari di medsos, minta saran via medsos. Ibu, sudah tidak lagi diminta nasihat dan sarannya. Kata anak, ibu cukup kasih doa restu saja. Bahkan tidak sedikit, anak-anak yang selalu lambat menjawab WhatsApp (WA) dari Ibu kandungnya. Kasihan Ibu. Sering diceritakan tapi sering pula diabaikan. Ibu kandung yang jarang dikunjungi, kalah dibandingkan “ibu yang ada di medsos”.

 

Anak-anak sering lupa. Ibu kandung pun mendambakan dipeluk oleh anak-anaknya. Dikunjungi dan hanya ditanyakan, Ibu sehat? Atau datang membawa martabak kesukaan Ibu. Karena Ibu tidak suka pizza apalagi suki-suki. Prihatin pada Ibu yang di rumah, bukan ibu yang di dunia maya.

 

Anak-anak harus tahu. Hati besar ibu memang tidak seluas media sosial. Tapi ibu pun, sama sekali tidak bisa dianalogikan seperti medsos. Karena ibu di rumah sangat aseli, tidak pernah kamuflase. Sementara ibu di medsos sangat kamuflase. Seperti momen di Hari Ibu ini. Betapa banyak anak-anak menjadi hebat berkata-kata bijak tentang ibu. Bertutur indah tentang ibu. Tapi sayang itu semua sebatas di medsos, sebatas di dunia maya.

 


Inilah renungan untuk anak-anak, untuk kita semua. Sama sekali tidak bisa dibantah. Bahwa “surga itu ada di telapak kaki Ibu”. Perempuan yang melahirkan dan mendidik setiap anak, dari bayi hingga dewasa. Perempuan yang rela lapar saat anaknya kenyang, Perempuan yang sudi haus saat anaknya sedang minum. Bahkan Ibu, sangat ikhlas menangis bercucur air mata di bangku rumah saat anaknya tertawa di kafe-kafe.

 

“Seperti udara kasih yang engkau berikan, tak mampu ku membalas, Ibu” begitu lirik lagu Iwan Fals. Sehebat apapun anak, sungguh tidak akan mampu membalas jasa ibunya. Tidak akan mampu membayar pengorbanan seorang Ibu. Hanya ibu, sosok yang paling gigih memperjuangkan mimpi anak-anaknya. Ibu pula sosok yang punya kasih sayang melebihi batas langit dan bumi. Anak-anak harus tahu. Bila ada rumah yang paling luas halamannya; bila ada harta yang paling banyak sedekahnya; bila ada guru yang paling sabar mengajarnya; bila ada sentuhan yang paling tulus belaiannya. Itu semua, hanya ada pada Ibu.

 

Di balik kesuksesan seorang anak. Pasti ada “tangan dingin” seorang ibu. Ada kekuatan doa dan restu ibu di belakangnya. Ibu yang berjuang sambil merintih saat anaknya dilahirkan. Ibu pula yang menyusui si jabang bayi saat kehausan. Ibulah yang rela terbangun dari kantuknya saat si anak menangis di malam hari. Sekalipun letih, ia tetap mengganti popok si bayi. Ibu, bukan hanya soal tanggung jawab. Tapi, ikhlas dan rela melakukan apapun demi anak-anaknya. Selalu menguatkan di saat anaknya lemah. Selalu membangkitkan di saat anaknya terpuruk. Sentuhan Ibu tak akan pernah tergantikan oleh sentuhan orang lain. Bahkan oleh sentuhan seorang ayah yang hebat sekalipun.

 

Maka di momen Hari Ibu. Jangan lagi berdoa di medsos Nak. Kunjungilah Ibu di rumahnya. Bawakan martabak kesukaannya. Untuk sekadar melepas rindu seorang Ibu kepada anaknya. Di tengah rambutnya yang kian memutih, kulitnya yang kian mengeriput. Sebagai wujudbhormat dan kasih sayang anak kepada ibunya. Agar terpancar senyum dari raut wajah ibu. Sambil berucap terima kasih dan mohon maaf lahir batin hanya kepada Ibu. Karena tidak ada anak yang “miskin” selagi ia punya ibu yang hebat. Mumpung Ibu masih ada di dekat kita. Agar sampai kapanpun. Batin sang Ibu selalu berkata, “Ya Allah, aku ridho kepada anak-anakku”. Selamat HARI IBU. #HariIbu #SelamatHariIbu #IbukuCintaku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar