Banyak berita beredar tentang PHK (Pemutusan Hubungan Kerja). Saat pemberi kerja atau perusahaan “terpaksa” memberhentikan pekerja sebelum pensiun. Akibat iklim industri dan bisnis yang kian kompetitif. Atau akibat dampak pandemi Covid-19 yang baru dialami sekarang bahkan mungkin dopengaruhi faktor kondisi ekonomi global, termasuk perang Rusia-Ukraina yang tidak kunjung usai. Terpaksa PHK, begitu yang terjadi di pemberi kerja.
Amazon, perusahaan teknologi raksasa
yang berpusat di USA dikabarkan mem-PHK 10.000 karyawannya. Menyusul Facebook,
Twitter, dan lainnya. Di Indonesia sendiri, belum lama ini ada 43 ribu pekerja tekstil dan garmen di 6 Kota/Kabupaten di
Jawa Barat yang mengalami PHK. Sebelumnya, ratusan perusahaan start up pun mem-PHK 61.000 pekerjanya. Dan yang
terbaru PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk. pun mem-PHK 1.300 karyawannya
baru-baru ini. Intinya, PHK karyawan. Kalau alasan sih bisa dibikin, misalnya efisiensi keuangan, efektivitas fungsi atau restrukturisasi
dan sebagainya.
PHK karyawan, memang bisa jadi
sebuah kondisi yang sulit dihindari. Antara mempertahankan bisnis agar tetap
eksis. Menjaga keuangan perusahaan agar tetap on track. PHK memang realitas
yang dapat terjadi di mana pun. Maka jika terjadi PHK pun, intinya pemberi
kerja harus membayar uang pesangon sesuai ketentuan yang berlaku. Saat ini
mengacu kepada UU 11/2022 tentang Cipta kerja dan dipertajam teknis mem-PHK di
PP No. 35 tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu
Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, dan Pemutusan Hubungan
Kerja.
PHK berarti Pemutusan Hubungan Kerja. Yaitu pengakhiran hubungan kerja antara perusahaan kepada pekerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban di antara keduanya. Karena itu, PHK tidak dapat dilakukan atas alasan subjektif. Bahkan PHK harus melalui prosedu dan tahapan yang sesuai ketentuan. Pada laman jdih.kemnaker.go.id, prosedur PHK diawali dari 1) pemberitahuan maksud dan alasan oleh pengusaha kepada pekerja secara tertulis dan sah dan 2) suratnya pun diberikan paling lama 14 hari kerja sebelum PHK dilakukan atau sesuai yag diatur dalam Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Peraturan Perusahaan. Bila terjadi PHK pun, pekerja boleh menolak. Lalu dilakukan perundingan bipartit dan mediasi. Namun jika tidak tercapai kesepakatan, maka langkah selanjutnya ialah mengikuti mekanisme dari Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Dalam beberapa kasus yang ada, sebenarnya PHK tidak
masalah. Asal perusahaan atau pemberi kerja membayar uang pesangon sesuai
dengan regulasi yang berlaku, seperti yang tercantum dalam PP No. 35 tahun 2021
tentang PHK. Tapi masalahnya di Indonesia, faktanya 93% perusahaan atau pemberi
kerja yang melakukan PHK justru membayar uang pesangon “tidak sesuai aturan”
bila tidak mau dibilang sembarangan membayar uang pesangon. Karena itu, sangat
penting membangun kesadaran dan edukasi kepada perusahaan atau pemberi kerja
untuk melakukan pendanaan uang pesangon atau kompensasi pesangon untuk
karyawannya. Dari jauh-jauh hari mulai disiapkan “tabungan pesangon” untuk membayar
uang pesangon pekerja, bila suatu saat diperlukan.
Perusahaan atau pemberi kerja harus memahami, Uang
pesangon itu bukan benan tapi kewajiban. Maka harus didanakan sejak dini. Agar
saat diperlukan, cepat atau lambat, sudah tersedia uangnya. Tapi bila tidak didanakan,
tentu saja uang pesangon jadi beban. Karena saat kondisi keuangan perusahaan
lagi sulit saat mem-PHK malah harus membayar uang pesangon lagi ya pasti lebih
berat. Jadi yang paling pas, uang pesangon karyawan harusnya mulai didanakan
sejak kondisi atau profit perusahaan baik-baik saja.
Data Survei Angkatan Kerja Nasional BPS
(2018) menyatakan 66% pekerja sama sekali tidak mendapat pesangon sesuai
aturan, 27% pekerja menerima pesangon kurang dari yang seharusnya diterima, dan
hanya 7% pekerja yang menerima pesangon sesuai dengan ketentuan. Sementara Data
Kementerian Ketenagakerjaan RI (2019) menyebutkan hanya 27% pengusaha yang
memenuhi pembayaran imbalan pascakerja sesuai dengan regulasi. Sisanya, 73%
tidak memenuhi pembayaran kompensasi PHK sesuai aturan yang berlaku. Itu berarti,
masih banyak perusahaan atau pemberi kerja yang tidak siap untuk membayar uang
pesangon karyawan, baik atas sebab meninggal dunia, pensiun atau di-PHK.
Badai PHK di depan mata, maka apa yang
harus disiapkan perusahaan atau pemberi kerja? Jawabnya, tidak ada yang lain
selain mulai melakukan pencadangan uang pesangon atau imbalan pasca kerja
karyawan dari sekarang. Untuk membayar uang pesangon akibat PHK atau meninggal bahkan
saat karyawan memasuki usia pensiun. Agar nantinya, uang pesangon atau uang
pensiun karyawan sudah siap dan tinggal dibayarkan saat diperlukan.
Lalu, bagaimana caranya mendanakan uang
pesangon atau uang pensiun karyawan? Tentu cara yang paling sederhana adalah menyetor
sejumlah iuran untuk program pesangon atau program pensiun karyawan kepada ahlinya,
yaitu lembaga Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK). Karena DPLK memang didedikasikan
untuk menyiapkan dan mengelola pembayaraan manfaat pensiun atau pesangon karyawan
suatu perusahaan bila suatu saat diperlukan. Jadi bila terjadi PHK, perusahaan
atau pemberi kerja hanya memberikan perintah secara tertulis untuk membayarkan
uang pesangon atau uang pensiun kepada karyawan perusahaan tersebut.
Jadi, PHK tidak masalah. Asal perusahaan
tetap membayar uang pesangon pekerja sesuai regulasi yang berlaku. Karena itu,
perusahaan semestinya mulai mendanakan uang pesangon pekerja sejak dini.
Melalui sistem pendanaan yang terpisah dari sistem keuangan perusahaan. Dana
pesangon yang dianggarkan dan dialihkan kepada pihak ketiga seperti DPLK (Dana
Pensiun Lembaga Keuangan) untuk mengelolanya. Selain untuk memastikan
ketersediaan uang pesangon, pendanaan pesangon pun dapat meminimalkan biaya
yang jadi beban perusahaan di kemudian hari.
Isu penting PHK adalah pembayaran uang
pesangon atau imbalan pasca kerja harus sesuai aturan. Karena itu, perusahaan
atau pemberi kerja harus fokus pada upaya pendanaan dan pembayaran pesangon
pekerja. Agar pekerja tetap mendapatkan hak-nya saat terjadi PHK. Selain itu,
edukasi dan sosialisasi akan pentingnya pendanaan pesangon pekerja menjadi
penting dilakukan. Harus dilakukan secara masih dan berkelanjutan. Agar
perusahaan atau pemberi kerja tahu apa yang harus dilakukan bila “terpaksa”
harus mem-PHK karyawan. Melalui edukasi, perusahaan pun patut dibantu melalui
skema pendanaan pesangon yang terjangkau, transparan, dan berkualitas. Agar ke
depan, PHK dan uang pesangon tidak lagi jadi momok yang menakutkan bagi siapapun,
baik pemberi kerja maupun pekerja. Salam #YukSiapkanPensiun #EdukasiDanaPensiun
#MasalahPesangonPekerja
Tidak ada komentar:
Posting Komentar