Sebagai bagian penyusunan kajian prioritas nasional tahun 2022 bertajuk “Grand Design Sistem Pensiun Nasional dalam rangka Penguatan Perlindungan Sosial di Hari Tua dan Akselerasi Akumulasi Sumber Dana Jangka Panjang”, tim kajian Pusat Kebijakan Sektor Keuangan, Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) terkait 1) strategi pengembangan pensiun sukarela dan perlindungan pensiun bagi pekerja formal swasta dan 2) sistem pensiun nasional sebagai perlindungan sosial pekerja swasta di hari tua di Semarang (21/7/2022).
Sesi
diskusi “strategi pengembangan pensiun sukarela dan perlindungan pensiun bagi
pekerja formal swasta” dipimpin oleh Dr. Dias Satria (UB Malang) dan Tiara dari
UPN Yogya sebagai peneliti dan dihadiri 23 peserta dari BKF, Prospera, pekerja formal
baik swasta maupun ASN, Asosiasi DPLK, dan DPLK Bank Jateng. Dapat disimpulkan bahwa
pekerja formal swasta sangat perlu mengikuti program pensiun DPLK karena tidak
cukupnya dana yang tersedia saat pensiun, di samping pentingnya merencanakan
masa pensiun yang layak. Menariknya, pekerja formal swasta dan ASN yang hadir
punya kesadaran menjadi peserta secara individual. Karena itu, program DPLK
perlu lebih massif dalam edukasi dan promosi agar banyak pekerja paham manfaatnya
untuk masa pensiun.
“Saya
menjadi peserta DPLK secara individual. Karena belajar dari keluarga sendiri yang
tidak mempersiapkan masa pensiunnya. Saat muda bekerja dan jaya tapi di masa
tua jatuh. Di situlah saya sadar dan harus punya program pensiun. Biar kecil
tapi sudah mulai dan konsisten” ujar Lisa dari Univ. Kristen Soegijapranata Semarang.
Saat
sesi diskusi siang bertajuk “sistem pensiun nasional sebagai perlindungan
sosial pekerja swasta di hari tua” dipimpin oleh Ronald dari BKF Kemenkeu RI
dan diikuti 35 peserta oleh unsur DJSN, Kemenaker RI, APINDO dan Pengusaha, Serikat
Pekerja, Akademisi dari UB, UNS, Undip, Prospera, dan Asosiasi DPLK. Diskusi
ini membahas tentang formula dan skema pensiun sebagai reformasi sistem pensiun
Indonesia sebagai perlindungan sosial di hari tua, baik melalui program wajib
JHT, JP atau program pensiun sukarela. Karena secara prinsip, program pensiun
adalah mencapai “comsumption smoothing” yaitu mampu mempertahankan daya beli saat
masih bekerja hingga pensiun agar tidak terjadi “kesenjangan” yang besar. Karena
itu diperlukan sistem pensiun yang memadukan formula terbaik dari layak,
terjangkau dan berkelanjutan. Agar mampu mencapai replacement ratio atau
tingkat penghasilan pensiun sebesar 40% dari upah terakhir setiap pekerja. Maka
untuk itu, setidaknya pendanaan iuran untuk pensiun dan hari tua minimal dialokasikan
sebesar 15% dari upah pekerja.
Melalui
kegiatan FGD ini diharapkan tim kajian reformasi sistem pensiun bisa
mendapatkan masukan penting untuk merekomendasikan “Grand Design Sistem Pensiun
Nasional dalam rangka Penguatan Perlindungan Sosial di Hari Tua dan Akselerasi
Akumulasi Sumber Dana Jangka Panjang”. Perlu diketahui, saat ini sedang
dilakukan 17 subtopik kajian yang
dilakukan. Termasuk mencarikan solusi masalah pensiun di sektor swasta, yaitu
rendahnya cakupan kepesertaan pekerja khususnya sektor informal dan rendahnya
iuran pensiun.
Semoga
ke depan, sistem pensiun di Indonesia bisa lebih memadai dan berkualitas.
Sehingga mampu menjadi “kendaraan” yang pas untuk menyejahteraka pekerja di
Indonesia saat tidak bekerja lagi. Karena cepat atau lambat, siapa pun pasti
pensiun. Maka soal pensiun, bukan gimana nanti tapi nanti gimana? Salam
#YukSiapkanPensiun #EdukasiDPLK #ProgramPensiunSukarela
Tidak ada komentar:
Posting Komentar