Kamis, 10 Maret 2022

Simpulan Sementara tentang Literasi Menurut TBM Lentera Pustaka

Literasi sering disebut banyak orang. Ada yang menyebut literasi sebatas kemampuan membaca dan menulis. Ada pula yang meluaskan literasi menjadi keterampilan dalam berbahasa. Seiring dinamika zaman, literasi pun diterjemahkan lebih luas lagi. Muncul istilah “literasi dasar” sebagai landasan pengetahuan dan kecakapan dalam memperoleh dan mengolah informasi untuk mengembangkan pemahaman dan potensi diri seseorang. Ada 6 cakupan literasi dasar, yaitu 1) baca-tulis, 2) numerasi, 3) sains, 4) finansial, 5) budaya dan kewargaan, dan 6) digital. Tapi bila ada literasi dasar, mana literasi lanjutannya? Atau esok, boleh saja literasi dipetakan atas dasar literasi elementary, literasi intermediate, dan literasi advance. Memang literasi terus berdinamika dan tidak bisa “diberhentikan” di satu titik definisi.

 

Literasi memang terus ber-evolusi. Seiring dinamika abad 21, Clay dan Ferguson (2001) pun menjabarkan sebagai literasi informasi yang mencakup literasi dini, literasi dasar, literasi perpustakaan, literasi media, literasi teknologi, dan literasi visual. Mungkin, literasi informasi agak cocok di era digital. Sebagai antisipasi terhadap hoaks, hate speech, dan penyimpangan informasi yang bertebaran di masyarakat. Hingga di titik ini, literasi sudah melibatkan kemampuan berpikir seseorang. Menarik untuk dicermati tentunya.

 

Jadi, apa simpulan sementara tentang literasi?

Sekali lagi, tidak ada simpulan baku tentang literasi. Karena literasi bukanlah sebuah keniscayaan. Tapi literasi adalah sebuah sikap moral akan pentingnya kesadaran belajar dan memahami realitas kehidupan. Sehingga siapa pun memiliki komitmen untuk terus memperbaiki diri. Kesadaran untuk meningkatkan kualitas diri menjadi lebih baik dari sebelumnya.

 

Setelah menekuni dunia literasi dan mendirikan Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor, saya pun meyakini tidak akan menemukan definisi literasi yang paling pas. Tapi setidaknya hingga saati ini, saya bisa menyimpulkan sementara tentang literasi yaitu 1) kesadaran untuk belajar secara berkelanjutan, 2) kemampuan memahami realitas kehidupan, dan 3) proses untuk memperbaiki diri dan bertahan hidup di segala zaman. Di era revolusi industri dan serba digital begini, menurut saya, hanya literasi yang mampu meredam dampak negatif dari dinamika peradaban manusia. Selain agama tentunya.

 

Apa pun dalihnya, tujuan besar literasi adalah menjadi keadaan lebih baik. Bila ilmu dan pendidikan makin tinggi tapi tidak menjadikan keadaan lebih baik, berarti belum ada literasi. Bila zaman makin maju dan serba digital tapi hoaks dan gaya hidup makin buruk, maka belum terjadi literasi. Maka literasi membutuhkan kesadaran untuk belajar terus-menerus. Literasi pun harus menjadikan seseorang mampu memahami realitas kehidupan, dengan segala lebih dan kurangnya. Dan ujungnya, literasi adalah proses yang tidak akan pernah berhenti, butuh aksi nyata di lapangan. Jadi, manusia literat tidak mungkin terjadi bila tidak memiliki 3 (tiga) ciri, yaitu sadar, paham, dan berproses. Literasi bukan wacana apalagi hanya sebatas diseminarkan di mana-mana.  Literasi itu pada akhirnya harus berujung pada “ubah niat baik jadi aksi nyata”.

 


Ini kisah nyata yang saya alami di TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor.  Saat berdiri di tahun 2017, TBM Lentera Pustaka awalnya hanya menjalankan taman bacaan dengan 14 anak yang bergabung dan koleksi bukunya pun hanya 600 buah. Tidak punya relawan. Hanya untuk menyediakan akses bacaan kepada anak-anak di daerah yang angka putus sekolahnya tergolong tinggi. Niatnya hanya untuk menekan angka putus sekolah. Tapi kini setelah 5 tahun berjalan dan dengan mengembangkan model “TBM Edutainment”, TBM Lentera Pustaka sudah menjalankan 13 program literasi, yaitu: 1) TAman BAcaan (TABA) dengan 140 anak pembaca aktif usia sekolah yang berasal dari 3 desa, setiap anak pun mampu membaca 3-8 buku per minggu per anak, 2) GEBERBURA (GErakan BERantas BUta aksaRA) dengan 9 warga belajar, 3) KEPRA (Kelas PRAsekolah) dengan 26 anak, 4) YABI (YAtim BInaan) dengan 14 anak yatim yang disantuni dan 4 diantaranya dibeasiswai sekolah, 5) JOMBI (JOMpo BInaan) dengan 8 jompo usia lanjut, 6) TBM Ramah Difabel dengan 3 anak difabel, 7) KOPERASI LENTERA dengan 33 ibu-ibu anggota, 8) DonBuk (Donasi Buku), 9) RABU (RAjin menaBUng) melalui celengan, 10) LITDIG (LITerasi DIGital) seminggu sekali, 11) LITFIN (LITerasi FINansial) sebagai edukasi keuangan, dan 12) LIDAB (LIterasi ADAb) untuk mengajarkan akhlak dan kesantunan, serta 13) MOBAKE (MOtor BAca KEliling) yang beroperasi seminggu 2 kali. Dengan koleksi lebih dari 10.000 buku dan didukung 18 relawan aktif, tidak kurang dari 250 orang menjadi pengguna layanan literasi di TBM Lentera Pustaka setiap minggunya. Hingga kini, TBM Lentera Pustaka sangat aktif dalam menjalankan program literasi secara rutin. Kata orang, taman bacaan yang paling komprehensif.

 

Manusia Indonesia yang literat adalah target gerakan literasi itu sendiri. Bukan hanya bisa membaca dan menulis. Tapi agar siapa pun mampu mengendalikan hawa nafsu dan egonya sendiri. Tetap mau peduli, mau berbuat lebih baik dan menjaga pikiran yang positif dalam setiap keadaan. Jangan karena nafsu, manusia merasa boleh melakukan apa pun. Termasuk membuat “tempat tinggal” virus-virus terjajah. Itulah sebab terjadinya pandemic Covid-19. Karena “rumah” virus yang terjajah sehingga menyerang manusia itu sendiri.

 

Jadi, simpulan sementara tentang literasi. Adalah sikap moral akan pentingnya kesadaran belajar dan memahami realitas kehidupan. Agar bersedia untuk memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar