JHT baru bisa cair saat usia 56 tahun ribut. Desa Wadas menolak tambang meradang. Ceramah KDRT di-bully ramai-ramai. GP di Mandalika pun trending. Selalu ada saja di negeri yang menyita perhatian. Serba gaduh, atas nama kepedulian. Sementara omicron terus menggila, makin banyak yang terpapar. Berbeda dengan Swedia yang akhirnya mengumumkan pandemi Covid-19 sudah “game over” di negaranya. Apa hikmahnya?
Harap tenang, jangan
meradang.
Namanya hidup, ya pasti
selalu ada banyak peristiwa. Ada yang bikin takut, ada yang bikin jengkel. Mengundang
perhatian lalu trending di media sosial. Makin resah-gelisah. Lalu gaduh
nasional, berisik. Tentu, sangat manusiawi. Masalahnya, apa ada masalah dapat
selesai dengan kegaduhan? Harap tenang, jangan meradang.
Harap tenang. Tenanglah
sedikit. Jangan terlalu gaduh. Jangan semua hal dipusingkan. Apalagi sampai
mengundang amarah dan kebencian. Sudahi caci-maki dan hujatan yang tidak perlu.
Masalah itu fakta, tinggal bagaimana menyikapinya. Harap tenang dan fokuslah
pada jalan keluar. Bukan fokus pada masalahnya. Katanya, semua yang terjadi
sudah atas kehendak-Nya? Harap tenang ya.
Aneh, zaman makin maju teknologi
makin canggih. Tapi manusianya makin tidak tenang. Gerabak-gerubuk, cepat gelisah
lagi emosional. Reaktif terhadap masalah, tanpa memberikan solusi. Bila terjadi
masalah dianggap “kiamat”. Seakan-akan, esok pagi matahari tidak terbit lagi?
Masalah itu pasti ada,
pasti terjadi. Soal apa pun, tentang siapa pun. Memang bikin pusing. Tapi tidak
perlu juga dijadikan beban yang berlebihan. Sampai-sampai bikin pikiran dan
perasaan kalang kabut. Akhirnya jadi “stress nasional” dan berdampak negatif.
Untuk diri sendiri dan bangsanya sendiri. Untuk apa begitu? Maka sekali lagi, harap
tenang.
Entah, kenapa sih susah
tenang? Atau berdiam diri sejenak, untuk merenung? Tiap ada masalah selalu jadi
momen untuk menebar kebencian yang akut. Mumpung salah, jadi momen menyalahkan siapa
pun yang tidak disukainya. Gaduh terus-menerus, bak sinetron berseri yang tidak
ada habis-habisnya. Segala kejadian kok dikomentarin, dicelotehin. Aneh,
mengaku otak jenderal tapi sikapnya kayak kopral. Terus bila orang lain salah,
apa kamu pasti benar?
Manusia zaman digital
memang aneh. Atas nama kepedulian, semuanya dikomentarin. Tiap ada masalah,
pikiran buruknya hanya ingin mengumbar keburukan. Sementara tanggung jawab
untuk menyelesaikan maslaah diabaikan. Masalah kok dijadikan momen untuk
mencari-cari kesalahan orang lain. Lupa ya, semua masalah yang terjadi itu
sudah atas izin Allah SWT. Lalu, kenapa manusia ingin campur tangan urusan
Allah? Harap tenang.
Adalah fakta zaman now,
banyak orang tidak bisa tenang. Prasangkanya berlimpah. Penyakit hatinya kambuhan.
Selalu menanti momen untuk mencaci-maki musuhnya. Menunggu lawannya berbuat
salah. Karena di pikiran orang-orang yang tidak bisa tenang. Siapapun boleh berhasil,
boleh sukses asal bukan musuhnya. Aneh banget, orang yang tidak bisa tenang.
Berbeda dengan taman
bacaan dan pegiat literasi. Justru ketenangan-lah yang jadi “senjata andalan”.
Untuk membangun tradisi baca dan budaya literasi masyarakat. Menyediakan akses
bacaan ke anak-anak. Agar taman bacaan jadi tempat teduh. Agar tumbuh generasi
yang lebih tenang. Agar lebih banyak bertindak baik, bukan berucap buruk. Di
taman bacaan, tiap masalah selalu dihadapi secara literat. Dipahami sebagai
realitas untuk disikapi dengan bijak dan dicarikan solusinya. Bila koleksi
bukunya kurang, maka dicarikan donator buku. Agar buku-buku bacaan kian
bertambah. Pembaca pun jadi semangat.
Apa pun masalahnya, harap
tenang. Tidak usah panik apalagi banyak komentar. Karena semua yang terjadi sudah
dalam kehendak-Nya. Manusia hanya diminta mengambil hikmahnya. Lalu ikhtiar dan
doa yang baik. Tetaplah bertindak baik. Untuk menebar cinta, bukan menabur
benci.
Harap tenang lalu
sabarlah. Mulailah bersahabat dengan realitas. Jangan terlena pada harapan. Fokuslah
pada solusi, bukan masalah. Gunakan hati, bukan hanya logika. Siapa pun sangat
boleh gundah lagi resah. Tapi siapa pun harus tetap tenang menyikapinya. Jangan
gaduh, apalagi gibah. Jadilah literat! Salam literasi #TamanBacaan
#PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar