Setiap anak itu cerdas. Maka berprasangka baiklah kepada anak-anak.
Agar tidak ada lagi kata-kata yang menyebut
“anak guru kok tidak cerdas” atau “anak kampung memang bodoh”. Ketahuilah,
banyak anak-anak rusak atau gagal karena kelalaian orang tuanya. Maka jangan
terlalu mudah berkata buruk kepada anak-anak. Bila akhirnya mempersulit masa
depan mereka. Percayalah, setiap anak itu cerdas!
Setiap anak itu cerdas, baik di kampung
maupun di kota. Hanya saja kecerdasan anak berbeda-beda. Sekalipun saudara sekandung.
Karena tiap anak punya ciri dan kemampuan yang tidak sama. Maka jangan banding-bandingkan
mereka. Apalagi disuruh seperti ayah atau ibunya. Kecerdasan anak itu beragam
sekaligus unik, masing-masing tidak sama.
Suatu kali di Taman Bacaan Masyarakat
(TBM) Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Di papan tulis digambarkan sebatang
pohon kelapa. Lalu, salah satu buahnya jatuh. Ada pertanyaan sederhana untuk
anak-anak. “Apa yang kamu lakukan saat melihat buah kelapa itu jatuh, apa yang
dilakukan?” Ada 4 anak yang menunjuk tangan. Dengan antuasias mereka siapkan
jawaban atas kejadian buah kelapa yang jatuh di depan matanya.
Anak ke-1 menjawab bahwa buah kelapa jatuh
dari ketinggian 14m. Setelah dihitung menentukan sudut dan mengira berat kelapa
di secarik kertas dengan rumus matematika dan fisika yang diketahuinya. Apakah
anak ini cerdas? Iya, anak yang cerdas secara akademik.
Sedangkan anak ke-2 menjawab akan memungut buah kelapa yang jatuh dan membawanya ke pasar untuk dijual ke pedagang laku Rp 3.000. Apakah anak ini cerdas? Iya, anak yang cerdas secara finansial.
Lalu anak ke-3 lain lagi, dia menjawab
akan mengambil dan membawa keliling sambil menanyakan, pohon kelapa itu milik
siapa? Buah kelapanya jatuh dan saya mau kembalikan kepada yang punya pohon. Apakah
anak ini cerdas? Iya, anak yang cerdas secara karakter,
Dan akhirnya anak ke-4 pun menjawab dia
mengambil buah kelapa kelapa yang jatuh dan memberikan kepada seorang bapak yang
sedang kepanasan di pinggir jalan untuk diminumnya. Apakah anak ini cerdas? Iya,
anak yang cerdas secara sosial.
Cerita di atas sangat jelas membuktikan, bahwa
setiap anak itu cerdas. Anak ke-1 punya kecerdasan akademik. Anak ke-2 punya kecerdasan
finasial. Anak ke-3 punya kecerdasan karakter. Dan anak ke-4 punya kecerdasan sosial.
Sekali lagi, setiap anak punya kecerdasan-uniknya masing-masing. Tidak sama antara
anak satu dengan anak lainnya. Tapi sayang hari ini, banyak guru atau orang tua
hanya menilai kecerdasan anak hanya dari satu sisi saja. Hanya “kecerdasan
akademik”, sebagai ukuran cerdas atau tidaknya anak.
Orang tua dan guru sering lupa. Kecerdasan
anak bukan hanya nilai rapor. Bukan pula sebatas nilai ulangan di sekolah. Apalagi
menuding siswa IPA lebih pintar daripada siswa IPS yang kini di kurikulum “Merdeka
Belajar” sudah tidak ada lagi. Maka hargai tiap kecerdasan setiap anak. Biarkan
mereka meraih kecerdasan dalam hidup dengan caranya sendiri, sesuai potensi dan
kemampuannya. Entah cerdas secara akademik, finansial, karakter atau sosial.
Prinsip kecerdasan universal inilah yang
diajarkan TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak yang kini menjadi tempat membaca
buku 130 anak pembaca aktif usia sekolah dari 3 desa (Sukaluyu, Tamansari,
Sukajaya). Seminggu 3 kali membaca dan kini rata-rata mampu membaca 3-8 buku per
minggu per anak. Selain jadi tempat baca, taman bacaan cukup menjadi tempat
untuk setiap anak mengenal potensi dirinya sendiri melalui buku bacaan. Karena setiap
anak itu unik dan cerdas.
Jangan lagi menilai anak hanya dari
kecerdasan akademik. Karena sejatinya, setiap anak pasti cerdas sesuai
potensinya masing-masing. Bangun optimisme dan semangat pada dirinya. Agar
dapat mengarungi lautan kehidupan di masa depannya. Tanpa bantuan orang tua
atau guru sekalipun.
Karena anak cerdas bukan karena tudingan orang
tua. Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar