Kamis, 17 Februari 2022

Jangan Benci Bila Tidak Punya Hati, Paradoks Taman Bacaan

Paradoks adalah realitas dalam hidup. Ketika harapan bertentangan dengan kenyataan. Negeri yang didaulat penghasil kelapa sawit terbesar di dunia justru mengalami kelangkaan minyak goreng. Ketika ceramah protokol kesehatan dan memakai masker bergaung di mana-mana justru pasien Covid-19 terus meningkat dari hari ke hari. Itulah contoh paradoks.

 

Paradoks zaman now. Terjadi ketika ada pernyataan yang dianggap berlawanan dengan orang kebanyakan. Tapi faktanya, memang benar terjadi. Bilangnya “iya” tapi realitasnya “tidak”. Hidupnya di negera Indonesia tapi kerjanya menjelek-jelekkan bangsanya sendiri. Katanya cinta bangsa Indonesia. Tapi kelakukan hari-hari membenci bangsanya. Itu jelas paradoks. Persis seperti orang galau di medsos. Hal kecil yang tidak perlu dipersoalkan justru disebar-luaskan. Medsos kok dipakai untuk menebar kebencian, menebar aib bahkan ekspresi kegalauannya sendiri. Memang aneh, orang-orang paradoks.

 

Hidup memang penuh paradoks. Ngomongnya baik tapi perilakunya buruk. Ilmunya lurus tapi tingkahnya bengkok. Matanya melotot tapi bukan untuk membaca buku. Hartanya banyak tapi amalnya sedikit. Arogan di kantor tapi cemen di rumah. Materinya kaya tapi jiwanya miskin. Hidupnya hedonis tapi utangnya banyak. Semua itu contoh paradoks. Dan agak sulit dihilangkan.

 

Seperti taman bacaan dan pegiat literasi pun penuh paradoks. Nafsunya besar mendirikan taman bacaan tapi akhirnya tidak diurus dengan baik. Taman bacaannya ada tapi aktivitasnya tidak ada. Buku-bukunya banyak tapi anaknya sedikit. Atau anak-anaknya banyak tapi bukunya tidak ada. Bilangnya mendukung taman bacaan tapi tindakannya membenci taman bacaan. Bilangnya mau bantu tapi nyatanya kabur. Katanya berjuang di literasi tapi jiwanya gampang menyerah. Maka wajar, taman bacaan dan gerakan literasi seakan “ada tapi tiada”.

  

Selagi masih jadi manusia pasti ada paradoks. Karena siapa pun, bisa kuat di satu sisi tapi lemah di sisi lain. Bisa jadi pemenang di omongan tapi pecundang di tindakan. Jadi rileks saja. Agar tetap mau bersahabat dengan realitas. Dan tetap fokus pada solusi.  Namanya juga manusia. Saat punya kelemahan pasti ada kelebihan. Itulah hukum paradoks. Hukum Sang Maha Pencipta. Agar manusia tetap mau introspeksi dan memperbaiki diri.

 

Paradoks itu hanya simbol. Bahwa manusia itu tidak mungin selalu benar. Pasti ada salahnya. Tidak mungkin pula manusia itu jahat terus pasti ada baiknya. Maka tidak ada satu manusia pun di dunia ini yang sempurna. Agar terjadi sikap saling tolong-menolong. Agar ada ruang untuk saling melengkapi. Ada interaksi ada kerja sama. Itulah hakikat literasi, saling memberdayakan satu sama lainnya.

 


Begini ya. Bila ibadah yang optimal identik dengan banyaknya uang dan harta. Pasti koruptor dianggap pemilik ibadah yang optimal. Bila ada orang berprofesi pengajar identic dengan kebenaran. Pasti si pengajar akan masuk surga. Bila pekerja keras harus kaya pasti mereka tidak ada yang miskin. Jadi hati-hati, cara berpikirnya bukan begitu. Itulah paradoks.

 

Jadi kalau kamu hari ini baik. Itu bukan karena kamunya tapi karena Allah SWT anugerahkan akhlak yang baik untuk kamu. Bila hari ini jalan kamu lurus, sekali lagi bukan karena kamu. Tapi karena Allah SWT beri petunjuk ke jalan yang lurus. Bila kamu mampu menebar manfaat itu karena Allah SWT anugerahkan ilmu yang bermanfaat untuk kamu. Sesederhana itu saja.

 

Sejatinya, tidak ada manusia yang maha benar apalagi maha hebat. Yang ada, manusia itu ikhtiar untuk benar, ikhtiar untuk hebat. Semua yang dicapai manusia tergantung ikhtiar-nya. Termasuk meraih surga Allah SWT pun tergantung ikhtiar manusianya. Masalahnya mau atau tidak? Maka manusia pun sebuah paradoks.

  

Paradoks itu pasti. Maka tidak membenci bila tidak mampu memuji. Tidak perlu merendahkan bila tidak mampu meninggikan. Tidak perlu banyak omong bila tidak mampu mengerjakannya. Dan tidak perlu pula mencari-cari yang jelek dari apa-apa yang baik. Jangan seperti uang logam, di depan lain di belakang lain.

 

Pegiat literasi dan siapa pun harus sadar. Hidup itu penuh paradoks. Ada pro dan kontra. Ada yang jujur ada yang bohong. Ada orang baik ada orag jahat. Ada yang asli ada yang palsu. Ada yang rajin baca ada yang malas baca. Dan akhirnya ada dunia ada akhirat. Semuanya ada dalam genggaman paradoks.

 

Bersikaplah realistis dalam hidup. Karena semuanya sudah kehendak-Nya. Gunung punya ketinggiannya sendiri. Tapi air pun punya kedalamannya sendiri. Jadi, sama sekali tdiak perlu dipertentangkan, tidak perlu dibanding-bandingkan. Karena paradoks itu bukan cacat, bukan pula kiamat.

 

Karena paradoks adalah rahmat Allah SWT. Agar manusia tetap eling dan waspada dalam tiap langkah hidupnya. Manusia literat, selalu tahu dari mana berasal dan mau kemana perginya? Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka

Tidak ada komentar:

Posting Komentar