Paradoks adalah realitas dalam hidup. Ketika harapan bertentangan dengan kenyataan. Negeri yang didaulat penghasil kelapa sawit terbesar di dunia justru mengalami kelangkaan minyak goreng. Ketika ceramah protokol kesehatan dan memakai masker bergaung di mana-mana justru pasien Covid-19 terus meningkat dari hari ke hari. Itulah contoh paradoks.
Paradoks zaman now. Terjadi ketika ada
pernyataan yang dianggap berlawanan dengan orang kebanyakan. Tapi faktanya,
memang benar terjadi. Bilangnya “iya” tapi realitasnya “tidak”. Hidupnya di negera
Indonesia tapi kerjanya menjelek-jelekkan bangsanya sendiri. Katanya cinta
bangsa Indonesia. Tapi kelakukan hari-hari membenci bangsanya. Itu jelas
paradoks. Persis seperti orang galau di medsos. Hal kecil yang tidak perlu
dipersoalkan justru disebar-luaskan. Medsos kok dipakai untuk menebar
kebencian, menebar aib bahkan ekspresi kegalauannya sendiri. Memang aneh,
orang-orang paradoks.
Hidup memang penuh paradoks. Ngomongnya
baik tapi perilakunya buruk. Ilmunya lurus tapi tingkahnya bengkok. Matanya
melotot tapi bukan untuk membaca buku. Hartanya banyak tapi amalnya sedikit. Arogan
di kantor tapi cemen di rumah. Materinya kaya tapi jiwanya miskin. Hidupnya hedonis
tapi utangnya banyak. Semua itu contoh paradoks. Dan agak sulit dihilangkan.
Seperti taman bacaan dan pegiat literasi
pun penuh paradoks. Nafsunya besar mendirikan taman bacaan tapi akhirnya tidak
diurus dengan baik. Taman bacaannya ada tapi aktivitasnya tidak ada. Buku-bukunya
banyak tapi anaknya sedikit. Atau anak-anaknya banyak tapi bukunya tidak ada. Bilangnya
mendukung taman bacaan tapi tindakannya membenci taman bacaan. Bilangnya mau
bantu tapi nyatanya kabur. Katanya berjuang di literasi tapi jiwanya gampang
menyerah. Maka wajar, taman bacaan dan gerakan literasi seakan “ada tapi tiada”.
Selagi masih jadi manusia pasti ada
paradoks. Karena siapa pun, bisa kuat di satu sisi tapi lemah di sisi lain. Bisa
jadi pemenang di omongan tapi pecundang di tindakan. Jadi rileks saja. Agar
tetap mau bersahabat dengan realitas. Dan tetap fokus pada solusi. Namanya juga manusia. Saat punya kelemahan
pasti ada kelebihan. Itulah hukum paradoks. Hukum Sang Maha Pencipta. Agar
manusia tetap mau introspeksi dan memperbaiki diri.
Paradoks itu hanya simbol. Bahwa manusia
itu tidak mungin selalu benar. Pasti ada salahnya. Tidak mungkin pula manusia
itu jahat terus pasti ada baiknya. Maka tidak ada satu manusia pun di dunia ini
yang sempurna. Agar terjadi sikap saling tolong-menolong. Agar ada ruang untuk
saling melengkapi. Ada interaksi ada kerja sama. Itulah hakikat literasi,
saling memberdayakan satu sama lainnya.
Begini ya. Bila ibadah yang optimal identik
dengan banyaknya uang dan harta. Pasti koruptor dianggap pemilik ibadah yang optimal.
Bila ada orang berprofesi pengajar identic dengan kebenaran. Pasti si pengajar
akan masuk surga. Bila pekerja keras harus kaya pasti mereka tidak ada yang
miskin. Jadi hati-hati, cara berpikirnya bukan begitu. Itulah paradoks.
Jadi kalau kamu hari ini baik. Itu bukan
karena kamunya tapi karena Allah SWT anugerahkan akhlak yang baik untuk kamu. Bila
hari ini jalan kamu lurus, sekali lagi bukan karena kamu. Tapi karena Allah SWT
beri petunjuk ke jalan yang lurus. Bila kamu mampu menebar manfaat itu karena
Allah SWT anugerahkan ilmu yang bermanfaat untuk kamu. Sesederhana itu saja.
Sejatinya, tidak ada manusia yang maha
benar apalagi maha hebat. Yang ada, manusia itu ikhtiar untuk benar, ikhtiar
untuk hebat. Semua yang dicapai manusia tergantung ikhtiar-nya. Termasuk meraih
surga Allah SWT pun tergantung ikhtiar manusianya. Masalahnya mau atau tidak? Maka
manusia pun sebuah paradoks.
Paradoks itu pasti. Maka tidak membenci
bila tidak mampu memuji. Tidak perlu merendahkan bila tidak mampu meninggikan. Tidak
perlu banyak omong bila tidak mampu mengerjakannya. Dan tidak perlu pula mencari-cari
yang jelek dari apa-apa yang baik. Jangan seperti uang logam, di depan lain di
belakang lain.
Pegiat literasi dan siapa pun harus sadar.
Hidup itu penuh paradoks. Ada pro dan kontra. Ada yang jujur ada yang bohong.
Ada orang baik ada orag jahat. Ada yang asli ada yang palsu. Ada yang rajin
baca ada yang malas baca. Dan akhirnya ada dunia ada akhirat. Semuanya ada
dalam genggaman paradoks.
Bersikaplah realistis dalam hidup. Karena
semuanya sudah kehendak-Nya. Gunung punya ketinggiannya sendiri. Tapi air pun
punya kedalamannya sendiri. Jadi, sama sekali tdiak perlu dipertentangkan, tidak
perlu dibanding-bandingkan. Karena paradoks itu bukan cacat, bukan pula kiamat.
Karena paradoks adalah rahmat Allah SWT.
Agar manusia tetap eling dan waspada dalam tiap langkah hidupnya. Manusia
literat, selalu tahu dari mana berasal dan mau kemana perginya? Salam literasi #TamanBacaan #PegiatLiterasi
#TBMLenteraPustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar