Di tengah era digital, bisa jadi anak-anak difabel kian terpinggirkan. Sulit mendapat tempat di fasilitas publik, apalagi yang berbiaya mahal. Entah itu sekolah, restoran atau taman bacaan sekalipun. Anak-anak difabel atau berkebutuhan khusus seakan “tidak mendapat tempat” lagi. Itulah realitas yang terjadi. Diskriminasi, suka tidak suka, dialami anak-anak difabel baik terang-terangan atau sembunyi-sembunyi.
Tapi realitas diskriminatif,
tidak berlaku untuk TBM Lentera Pustaka di kaki Gunung Salak Bogor. Sebagai bagian
dari komitmen gerakan literasi untuk semua, maka TBM Lentera Pustaka pun saat
ini melayani anak-anak difabel. Karena sejatinya, tidak ada alasan untuk tidak
menerima anak-anak difabel. Gerakan literasi adalah bagian dari pendidikan inklusi,
yang harus memberi ruang terhadap anak-anak difabel.
Sekalipun taman bacaan adalah
jalan sunyi yang tidak banyak ditempuh banyak orang. Tapi sejak Mei 2021 ini, TBM
Lentera Pustaka pun kedatangan 3
anak difabel atau penyandang cacat yang ikut belajar dan bersosialisasi di taman bacaan. Siapa saja anak-anak difabel
yang ada di TBM Lentera Pustaka?
1. Atik, perempuan 28 tahun, tergolong anak
berkebutuhan khusus (ABK) dan bertempat tinggal Kampung Warung Loa.
2. Tasya, perempuan 17 tahun, anak hidrosefalus dan
bertempat tinggal di Ciapus Bogor.
3. Rizki, laki-laki 14 tahun, anak tuna wicara dari
Cikaret Bogor.
Tentu, keberadaan anak-anak difabel di taman bacaan bukanlah untuk membaca buku. Tapi untuk melatih sosialisasi dan interaksi dengan
anak-anak normal lainnya. Dengan model TBM Edutainment yang dikembangkan TBM
Lentera Pustaka, anak-anak difabel ini dilatih untuk "belajar sambil bermain",
di samping mendapat terapi sesuai kebutuhan disabilitas-nya. Seperti terapi
bicara, terapi motorik, dan terapi sosialisasi yang dibimbing langsung oleh
wali baca atau relawan. Agar mereka punya
aktivitas yang positif dan merasa “setara” dengan anak-anak lainnya.
Taman bacaan yang ramah difabel ini, sejatinya
menjadi jawaban atas kondisi masih banyaknya tempat dan lingkungan yang
"tidak bersahabat" dengan anak-anak difabel. Terlalu diskriminatif
atau menganggap remeh mereka. Bahkan tidak sedikit yang mem-bully. Maka wajar,
banyak anak-anak difabel yang putus atau tidak mau sekolah. Karena menghindar
dari perlakuan yang “tidak adil” orang-orang normal. Apalagi yang berasal dari
kalangan keluarga kurang mampu.
Kehadiran anak-anak difabel di TBM Lentera Pustaka
pun jadi bagian gerakan literasi dan taman bacaan yang bersifat inklusif. Sesuai
spirit “taman bacaan untuk semua”, taman bacan yang tumbuh dan berkembang dalam
melayani masyarakat dengan segala kondisi. Anak-anak difabel di TBM Lentera
Pustaka pun melengkapi aktivitas seperti 1) Taman BAcaan (TABA) dengan 168 anak
pembaca aktif yang sudah ada. Ditambah, 2) aktivitas 20 anak KElas PRAsekolah
(KEPRA), 3) 9 ibu-ibu buta aksara di GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA), 4)
17 ibu anggota Koperasi Lentera, 5) 16 anak yatim binaan, 6) 8 kaum jompo dan 8)
urusan donasi buku serta 9) tata kelola taman bacaan yang profesional.
Tentu, semua aktivitas dan program TBM Lentera
Pustaka berkat dukungan dan sinergi dari para wali baca dan relawan yang ada, yang
selalu setia mendampingi anak-anak difabel. Memang tidak mudah menjalankan dan
mengelola taman bacaan dengan banyak program. Tapi percayalah, berbekal ikhlas dan
istiqomah, semoga Allah SWT akan selalu melindungi orang-orang baik. Karena taman bacaan di mana
pun, adalah ladang amal bersama. Berkah akibat banyak orang yang terbantu dan
termotivasi di taman bacaan.
Maka di taman bacaan, tetaplah ikhlas dalam
menjalaninya. Karena ikhlas itu memang pahit. Tapi insya Allah, semua yang
pahit itu akan menyembuhkan segala penyakit. Apapun kondisinya. Dan tetap fokus
untuk mengelola taman bacaan sambil mengabaikan orang-orang yang tidak peduli, orang-orang
yan hanya omong doang. Untuk ubah niat baik jadi aksi nyata. Salam literasi #TBMLenteraPustaka #TamanBacaan #TBMRamahDifabel #BacaBukanMaen
Tidak ada komentar:
Posting Komentar