Tes Wawasan Kebangsaaan (TWK) sebagai syarat alih status pegawai KPK menjadi ASN mengundang kontroversi. Ketika ada soal kira-kira berbunyi “pilih mana Al Quran atau Pancasila?”
Menengok pertanyaan itu, mungkin tiap orang punya jawaban berbeda.
Dan punya alasan sendiri-sendiri. Sebagai makhluk beragama tentu menjawab Al
Quran. Sebagai warga negara tentu menjawab Pancasila. Atau jawabnya, Al Quran
itu kitab suci Agama Islam sedangkan Pancasila itu dasar negara Indonesia.
Bisa, pertanyaan soal itu dapat dikatakan “ambigu” alias tergantung konteksnya.
Lalu, bagaimana bila ada soal tes berbunyi seperti
ini. “Kenapa pohon mangga yang ada di depan rumah harus ditebang?”. Apa
jawabnya menurit Anda?
Bisa jadi ada yang menjawab, karena 1) mengganggu
jalanan, 2) banyak ulat bulu yang membahayakan, 3) sejak ditanam 10 tahun lalu
tidak ada buahnya, atau 4) kalau dicabut sulit dan berat. Jadi, adakah jawaban
yang paling tepat?
Terlepas dari polemik yang terjadi. Saya hanya
ingin menyoroti tentang kriteria dasar bahan ujian atau soal yang bermutu baik.
Apakah pertanyaaan “pilih mana Al Quran atau Pancasila” sebagai soal tergolong
baik?
Esensinya, soal tes apa pun seharusnya
dipersiapkan secara baik dan berkualitas. Soal harus mampu mengukur apa yang
mau diukur secara mutlak. Bukan menimbulkan tafsir atau jawaban yang relatif. Soal
tes untuk siapapun, setidaknya harus memenuhi 2 kriteria dasar, yaitu:
1) Adanya
kesesuaian antara materi yang ditanyakan dan materi yang telah diajarkan
sebelumnya. Agar hasilnya dapat memberikan informasi tentang siapa yang telah
mencapai tingkatan pengetahuan tertentu yang disyaratkan sesuai dengan tuntutan
kurikulum.
2) Ada hasil atau
data yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan standar pengetahuan atau
pembelajaran.
Karena itu, soal tes yang bermutu baik
harusnya dapat membantu guru atau pimpinan dalam meningkatkan aspek kognisi,
sikap, dan perilaku orang yang diuji. Dalam konteks pendidikan, soal harus dapat
meningkatkan pelaksanaan proses belajar-mengajar. Jadi, soal yang bermutu baik itu
sederhana. Harus dapat memberikan informasi dengan tepat tentang orang yang
belum atau sudah memahami materi yang telah diajarkan. Bukan sekadar
benar-salah jawabannya.
Soal atau bahan ujian, sejatinya harus
mampu membedakan setiap kemampuan orang yang belajar. Semakin tinggi pemahaman materinya,
maka semakin dapat diterima alasannya, di samping semakin tinggi pula peluang
menjawab benar soal yang ditanyakan.
Dan lebih dari itu, syarat soal yang bermutu
baik adalah harus sahih atau valid dan andal atau reliabel. Valid artinya soal
itu sah sebagai alat ukur untuk mengukur satu dimensi saja. Reliabel maksudnya
soal itu andal bila dapat memberikan hasil pengukuran yang tepat, cermat, dan
ajek. Maka siapapun yang menjadi penyusun soal harus merumuskan kisi-kisinya,
memenuhi kaidah penulisannya dan yang tidak kalah penting adalah pedoman penilaiannya.
Jadi, ketika ada soal berbunyi
“pilih mana Al Quran atau Pancasila?”
Menurut saya, soal itu tidak valid dan
tidak reliabel. Seharusnya soal itu berbunyi, “bilakah Al Quran dan bilakah
Pancasila?” Saya ingin tahu jawabannya. Bukan “dipaksa” untuk memilihnya.
Semoga besok-besok, tidak ada soal yang
berbunyi, “pilih mana punya pacar
tapi sudah tidak sayang atau sudah bubar pacaran tapi masih sayang?”. Salam literasi #TamanBacaan #TBMLenteraPustaka #BacaBukanMaen
#PegiatLiterasi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar